Budaya yang telah mengakar dari "hulu" hingga ke "hilir". Dari pusat pemerintahan hingga lingkup terkecil. Korupsi RASKIN, KTP, KK, SIM dan Pajak dibahas tuntas oleh sang penulis, tentu kasus suap proyek-proyek besar juga. Bantuan korban bencana dikorupsi, anggaran pendapatan daerah, bahkan proyek-proyek sudah tidak asing dan jadi sasaran empuk mereka.
Dijelaskan pula bagaimana sistem korupsi yang tadinya bermula di pemerintahan pusat lalu berubah ke pemerintah daerah. Akibat dari otonomi daerah yang tidak disertai dengan sistem yang bersih. Akhirnya pemerintah daerah juga korupsi secara masal dana dari pusat. Kalau meminjam kalimatnya Prof. Safii Marif "Desentralisasi tidak dibarengi dengan reformasi birokrasi..."
Kekacauan seperti ini merupakan dampak dari sistem yang tidak dibayangkan sebelumnya. Repotnya, kini bagai benang kusut yang tak mudah menemukan ujung awal dan asal muasalnya. Jika dicari pelaku awalnya tidak mungkin bisa, sebab bisa jadi ini dilakukan secara berjamaah, bukan lagi perorangan. Jika pun ada perorangan tersangkanya sudah meninggal dunia.
Trik dan alasan korupsi rata-rata karena biaya birokrasi dan biaya pencalonan yang tidak murah. Karena harganya yang mahal itulah ketika mereka sudah menjabat bisa langsung mencari ide untuk mengembalikan modal. Atau bisa juga mereka sudah kongkalingkong di awal. Kalau dapat proyek nanti dilempar ke perusahaannya. Intinya, banyak yang berkepentingan, tergantung posisi jabatannya "krusial" atau tidak.
Budaya buruk ini menjadi tugas rumah bagi siapa saja yang masih merasa waras. Bagi yang merasa memiliki hati nurani tentu akan malu semalu-malunya jika telah melakukan korupsi. Tapi anehnya, para pelaku seolah tidak merasa malu akan perbuatannya. Mereka hanya sedang tidak beruntung dan kena apes saja, sehingga tidak menyesali perbuatannya.
Hati ini sungguh tersayat ketika membahah korupsi di lembaga pendidikan, terutama sekolah. Bagaimana guru dan pejabat di atasnya bermain dengan lihainya. LKS, seragam, sumbangan bangunan, daftar ulang, dan biaya lainnya yang terkesan diada-ada. Jika di lingkup ini saja masih belum beres, apalagi di luar. Sungguh miris dan menyedihkan. Mana lagi lembaga yang bisa dipercaya dan dijadikan panutan untuk saat ini, berarti???
Bahaya yang paling mengkhwatirkan dari korupsi ini menular ke anak-cucu. Jika sudah demikian, mau jadi apa negeri yang kini ditinggali? Cara terbaik yang bisa dilakukan adalah katakan tidak pada korupsi, dan dimulai dari diri sendiri serta dimulai dari keluarga sendiri.
Kalau kita bandingkan dengan negara tetangga saja, jelas sekarang kita kalah jauh. Dari segi mental saja, mental kita, mental maling! tidak ada mental pejuang. Bukan berpikir bagaimana membuat terobosan, tapi sibuk bagaimana 'mengakali' supaya dapat lebih.
Jika saudara sedang diajari untuk menjadi koruptor, maka berhentilah. Atau jika anda salah seorang koruptor, maka bertaubatlah. Sekecil apapun hak orang lain yang anda ambil akan berefek ke masa depan. Tinggal waktu yang berbicara, cepat atau lambat!
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah mampir di blog sederhana ini. Jangan lupa, biar cakep dan cantik silakan ninggalin satu atau dua patah kata. Apa pun komennya boleh, yang penting sopan dan tdk promosi.