Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (QS. al-‘asr [103] : 1-3)

Setiap manusia Allâh swt berikan waktu yang sama, yaitu 24 jam. Terkadang banyak manusia yang menggunkan kesempatan itu dibiarkan begitu saja. Ada yang malas-malasan padahal ia tahu jika hari esok akan menghadapi ujian. Ada lagi yang memakai waktunya dihabiskan untuk bermain, alasannya karena dunia ini hanya tempat bermain-main. Taubat bisa nanti saja, kalau sudah tua barulah bertaubat. Orang-orang sepeprti ini sungguh keterlaluan, ia menganggap enteng urusannya. Padahal ia tidak tahu bahwa selama ini yang memberikan kenikmatan itu adalah Allâh. Sungguh orang yang demikian adalah orang yang merugi.

 “Demi masa sesungguhnya manusia berada dalam  kerugian, melainkan orang-orang yang mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran” (QS. Al-‘asr : 1-3)

Dari ayat di atas, jika kita telaah bersama berarti posisi manusia dalam keadaan merugi, yaitu mereka merugi diakibatkan oleh perbuatannya sendiri. Manusia terjerat masalah karena ulahnya sendiri. Misalnya saja, tidak menjaga mulutnya ketika berbicara, sehingga banyak saudaranya yang membenci dirinya. Jadi, sangat jelas bahwa mereka merugi karena perbuatanya sendiri.

Mari kita telaah kembali ayat al-Qur’an di atas. Disana terdapat pengecualian, jika kita berbuat baik, saling menasehati dan saling mengingatkan maka kerugian itu bisa dihindari. Kenapa demikian? Karena dengan kebaikanlah kita bisa terselamatkan, dengan saling menasehati kita bisa mengingatkan orang yang belum baik supaya menjadi lebih baik. Dengan demikian, berarti setiap kesalahan yang dilakukan oleh orang lain bisa kita cegah. Jika salah satu ada yang lupa maka yang satu mengingtkan, begitu seterusnya dan sebaliknya. Mengingatkan dengan penuh kelembutan seperti Allâh swt dan Rasûlullâh ajarkan tentunya.

Dalam Al-Qur’an Allâh swt memerintahkan kita untuk menyeru kepada kebaikan, (ta’muruna bil ma’ruf) dengan cara yang santun dan indahlah maksudnya. Tujuannya adalah mengajarkan dengan kelembutan dalam mengingatkan manusia, bukan dengan cara kekerasan. Bagaimana mungkin Allâh swt menyuruh kita untuk berbuat baik kepada orang lain, sedangkan diri kita belum baik. Berarti secara lembut Allâh swt mengingatkan kita untuk menjadi orang baik dulu, setelah itu baru ke orang lain.

Kadar Keimanan

Kita sadari bahwa kadang-kadang kadar keimanan itu selalu naik turun “al-Iimânu yazidu wa yankus” banyak hal yang melatarbelakangi semua ini. Sebagai mahasiswa tentu banyak godaan  dan ajakan yang tidak mendidik. Bahakan jika tidak pintar memilih teman, yang ada bisa-bisa kita malah tejebak dan terjerumus. Kadar keimanan itu berubah karena disebabkan perubahan waktu juga. Setiap orang memiliki titik jenuh, dari kejenuhan itulah berakibat kepada kadar keimanan kita sendiri.

Terlebih sebagai seorang kepala keluarga misalnya. Seorang bapak memiliki tugas untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Tentu sangat sulit untuk bagi sang bapak dalam menjaga keimanan itu agar selalu konsisten (istiqomah). Ketika kadar iman kurang stamina, apa lagi ketika sedang dirundung banyak masalah, maka dorongan untuk berbuat tidak baik semakin bertambah. Oleh karena itu maka keimanan yang betul-betul kuat harus kita miliki. Agar dalam kondisi apapun tetap bisa terjaga.

Waktu bagaikan pedang, kalau salah menggunakannya maka kita akan terbunuh oleh pedang. Tentunya kalu tidak ingin menjadi korban maka kita harus benar-benar memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Rasûlullâh saw selalu mengingatkan kepada umatnya, bahwa orang yang beruntung adalah orang yang menjadikan hari esoknya lebih baik dari hari kemarin. Seharusnya kita sadar betul apa yang disampaikan Nabi Muhamad saw. karena jika kita gali makna sebenarnya tentu sangat dalam dan juga mampu menjadi landasan hidup.

Jika kita mau memperhatikan pesan dari Rasûlullâh ini, sebenarnya sudah mencakup semua hal. Mulai dari masalah hidup setiap hari yang sepele hingga yang paling berat pun akan ketemu solusinya. Setiap manusia yang lahir akan mengalami pertambahan usia dengan bertambahnya usia ini maka bertambah pula pengetahuan dan pemahaman keilmuan nya pula, akan teapi justru yang menjadi masalah adalah makin tua makin menjadi seperti istilah “tua-tua keladi” inilah yang dialami oleh generasi muslim saat ini. Banyak yang mengerti agama namun jauh dai nilai-nilai agama.

Dalam al-Qur’an Allâh menangguhkan orang-orang yang enggan untuk menyembahnya, Allâh berikan apa yang mereka minta [istijrad] akan tetapi tunggu saja apa yang akan mereka terima karena ini adalah istijrad dari Allâh swt. Berhati-hatilah dengan apa yang kita lakukan dan apa yang kita perbuat untuk Allâh, apakah perintah Allâh telah kita jalankan dengan benar dan sesuai dengan anjuran Allâh itu. Kalau tidak sesuai dan jauh dari ketentuanNya kemudian apa yang kita pinta selalu Allâh kabulkan jangan-jangan kita termasuk orang yang mendapatkan istijrad dari Allâh. Naudzubillahi min dzalik

Belajar dari musibah
Indonesia, tidak henti-hentinya dilanda bencana. Ini adalah bukti bahwa Allâh memeberikan ujian dan memberikan teguran kepada makhluknya. Sebab diantara sekian banyaknya penduduk Indonesia yang mengaku muslim ternyata hanya sebagian saja yang menjalankan perintah Allâh swt.

Kalau kita mau jujur dengan apa yang kita perbuat terhadap Allâh dalam  sehari, seminggu, sebulan, bahkan setahun. Jika kita renungkan pastilah labih banyak yang meninggalkan daripada melakukan perintahNya. Apakah kita sudah benar menjalankan perintah Allâh? seberapa seringkah kita melalaikan kewajiban kita? Tampaknya semua individu tidak berani menjawabnya.

Dari kesalahan-kesalahan inilah Allâh mengingatkan kita semua untuk mendekatkan diri, apalagi sampai melupakannya. Allâh lebih senang kepada hambanya yang selalu menyebut-nyebut namanya, berdzikir dan lidahnya selalu basah dengan kalimat Allâh. Akan tetapi, ketika hambanya lupa terhdapa Allâh, tentulah Allâh memberikan teguran dengan melalui perantara tentara-tentaranya agar dapat ingat kembali.

Coba bayangkan, jika di seluruh dunia; jumlah penduduk bermilyar-milyar ini tak ada seorangpun yang menyembah Allâh semuanya lalai akan semua perintah Allâh, kira-kira apa yang akan terjadi ? apa jadinya jika tak ada satupun yang mengumandangkan adzan ketika waktu shalat tiba? Pastilah Allâh akan langsung mengirimkan sebuah bencana, bahkan kiamat pun juga bias terjadi.

Tanda-tanda Qiyamat sudah tiba. Misal, kerusuhan dimana-mana. Jika kita perhatikan hampir di setiap Negara ada kerusuhan, awalnya masalah itu kecil tapi kemudian menjadi besar dan tak kunjung selesai. Hingga titik temunya sulit ditemukan, karena tak ada yang mau mengalah.

Tak hanya itu, bahwa anatara laki-laki dan perempuan sulit untuk dibedakan. Laki-laki menyerupai perempaun dan sebaliknya. Sehingga kejadian-kejadian ini dikait-kaitkan dengan Qiyamat. Padahal hanya Allâh lah yang mengetahui semuanya, manusia tak berhak mendahului ketentuan Allâh karena dialah yang maha mengetahui apa-apa yang tidak kita ketahui.

Penutup
Alangkah baiknya jika kita kembalikan kepada Allâh jangan sampai kita melupakan semua perintah dan berusaha menjauhi larangan-larangannya. Syetan selalu mencari teman untuk menemaninya di Neraka kelak. Jadi, jangan sampai kita menjadi salah jalan dan terperosok kedalam jalan mereka dan menjadi pengikut setia syetan.

Tawaran-tawaran syetan sangat menggiurkan dan mampu melupakan semua urusan, termasuk urusan akhirat. Banyak orang yang sewaktu dekat dengan Allâh, ia meminta dalam doanya kekayaan. Akan tetapi setelah ia kaya, ternya ia lupa bahwa semua itu adalah pemberian Allâh. Ia merasa semua itu adalah hasil dari jerih payahnya dan hasil keringatnya sendiri, bukan dari Allâh.

Padahal ketika masih ingat dengan Allâh ia sempat berucap janji jika aku punya harta yang banyak aku akan tambah taat dalam menyembah Mu. Ternyata ia lupa semuanya, karena tertutupi oleh ajakan syetan. Jangankan meningkatkan ketaatan, infaq, dan sedekah pun tidak. Naudzubillâh min dzalik

Jika kita beristiqomah dalam menjalankan ketaqwaan, pastilah semua masalah dan godaan ini bukanlah sesuatu yang sulit. Syetan itu masuk dan membisikan ajakan-ajakan yang menyimpang dari jalan Allâh swt ketika kita lemah. Ajakan Allâh terkadang sulit dilakukan sedangkan ajakan syetan justru malah terasa ringan dan selalu mendapatkan kemudahan.

Sadarlah bahwa efek dari semua itu adalah sebuah hukuman yang akan membuat kita menyesal selamanya. Jangan sampai ketika sudah berada di alam kubur barulah kita tersadar. Marilah kita niatkan secara bulat dengan tekad yang kuat bahwa kita akan melawan semua ajakan syetan itu. Mudah-mudahan kita menjadi hamba yang kuat dan selalu Allâh berikan kemudahan dalam menjalankan semua perintahnya dan menjauhi segala larangan-larangannya. WAllâhu’alam. []

Amir Hamzah
Lembaga Pengabdian Masyarakat



Sebaik-baiknya teman adalah yang menunjukan kepada kebaikan.(Kata-kata Hikmah)

Pada suatu sore, sebelum beranjak untuk mandi, sejenak saya menatap ke arah handphone nokia jadul yang saya beli tahun 2010 lalu. Ternyata ada satu pesan yang masuk. Saya tekan tombol paling kiri sebelah pojok atas, ternyata setelah dilihat, pengirim SMS [Short Message Sending] tersebut adalah Suci Hati. Teman sekelas dan sekaligus masih satu kecamatan, kami dulu sekolah di Madrasah Aliyah.

Isi pesan itu cukup singkat kira-kira berbunyi seperti ini, “Ass,, pie kabare tmen2 smua??” dengan reflek saya pun membalas  SMSnya. Kebetulan pada waktu itu masih ada sisa pulsa, jadi bisa saya balas dengan cepat. “Alhamdulillâh baik, Ci... kabar ente juga gimana..?” Saya pun mencoba menanyakan balik tentang keadaannya.

Sekilas pesan itu sangat pendek, tidak terlalu bermakna atau bahkan tidak berguna sama sekali. Tetapi menurut kaca mata saya, pesan ini sangat dalam, menyimpan beribu-ribu makna yang sangat-sangat penting. Bisa saja ketika pesan itu dikirim, sang pengirim sedang merasa kesepian karena butuh teman untuk mengobrol, bercanda dan lain sebagainya.

Bahkan pesan ini dapat memiliki makna yang begitu besar ketika dua sahabat yang sudah lama tidak bertemu karena terpisah oleh jarak, kesibukan, bahkan karena sudah memiliki keluarga sendiri. Teman, ialah orang yang begitu berjasa ketika hidup ini terasa sunyi, sepi dalam keheningan. Teman bisa dianggap melebihi keluarga, bahkan teman dapat menggantikan posisi orang tua itu sendiri. Lebih tepatnya ketika kita jauh dari saudara dan orang tua.

Begitu besar arti teman dalam kehidupan ini, tak terbayang jika ada orang yang dalam kehidupannya tidak memiliki teman. Seorang istri tak lain merupakan teman hidup bagi suaminya. Selalu menemani dan menjadi tempat berbagi dikala susah mau pun senang. Teman yang sejati adalah teman yang setia menemani apapun kondisinya, dikala senang tetap bersama dan begitu pula ketika masalah menimpa. “Mawaddatu ash-shodiqi tadzharu waqta adh-dhiqi” artinya : kecintaan seorang teman itu akan terlihat pada saat kesulitan.

Seorang teman merupakan cerminan dari temannya yang lain, pepatah yang sering kita dengar juga adalah “jika ingin mengetahui seseorang seperti apa dan bagaimana sifat dan kelakuannya, maka lihat saja siapa temanya.” Sudah sangat jelas, jika teman yang baik akan memberikan dampak yang baik terhadap teman yang lainnya. Tetapi jika teman itu “tidak baik” maka hanya akan bedampak pada hal-hal yang buruk pula.

Pepatah yang familiar kita dengar “berteman dengan pedagang minyak wangi otomatis akan kebagian wanginya.” Sudah bukan rahasia umum lagi jika berteman dengan yang berperilaku bejad/buruk tentu akan berdampak buruk. Tetapi tidak sebaliknya, ketika kita berteman dengan orang yang baik, tentu kebaikan itulah yang akan kita terima.

Memilih Teman
Bergaul dengan memilih teman itu harus dilakukan, karena demi kebaikan serta manfaat yang akan diperoleh nantinya. Kenapa harus milih-milih teman? Analoginya sederhana.  Ketika Kita membeli sebuah barang tentu ada proses memilah dan memilih. Barang yang lebih bagus, besar dan kualitasnya baik itu yang dipilih. Tujuan dari memilih itu adalah untuk memperoleh hasil yang maksimal, tahan lama, awet dan kuat. Tetapi jika asal dalam membeli, (tidak pandai memilih) tentu yang ada malah “kecolongan.” Setelah sampai di rumah ternyata baranganya rusak, penyok, cacat dan sebagainya. Itulah akibat tidak pandai memilih.

Teman yang baik adalah yang mengajak kepada kebaikan, tetapi jika teman malah menjerumuskan dan mengajak kepada hal-hal yang tidak baik, maka sesungguhnya ia adalah musuh. “Khairu al-ashẩbi man yadulluka ‘ala al-khoiri” artinya : sebaik-baiknya teman adalah yang menunjukan kepada kebaikan. Harus dipahami betul pepatah ini. Kebanyakan kita salah kaprah. Mentang-mentang teman tetap saja dibela, padahal sudah jelas-jelas salah. Hal-hal sepert inilah yang seharusnya diluruskan.

Dari satu sisi ada juga yang mengatakan bahwa, sebetulnya ketika berteman itu tidak mesti memilah dan memilih. Pendapat seperti ini tidak salah, dan saya pun tidak menyalahkan. Setiap orang memiliki cara pandang yang berbeda, gaya berfikir berbeda pula. Sehingga akan berpengaruh terhadap aplikasi orang tersebut. Bagi yang setuju dengan pendapat seperti ini silakan saja.

Hemat saya, jika posisi pertahanan sudah kita kuat, atau dengan kata lain kita sudah betul-betul matang dalam bergaul ya kenapa tidak. Kita sudah tidak terpengaruhi oleh orang lain dan sudah mantap secara lahir maupun batin. Tak hanya itu, memiliki ketegasan serta komitmen yang kuat terhadap ajakan yang menyimpang, menjadi catatan juga. Berani mengatakan tidak dengan tegas.

Jika teman berbuat salah, maka sebagai teman harus berani mengatakan salah, dan ketika benar maka katakanlah itu benar. Tetapi ini sangatlah sulit. Secara tidak langsung kita sendiri mengalami perang batin. Bahkan tak jarang hanya karena hal seperti ini pertemanan tersebut menjadi renggang dan kemudian berakhir. Ketika mengatakan tindakan yang teman kita lakukan itu salah, berarti kita sudah bisa menjalankan pepatah “Qul al-haqqo walau kẩna murron” Katakanlah kebenaran itu walaupun pahit.

Mendapatkan Teman
Tidak ada gading yang retak. Tak ada manusia yang sempurna, istilah bahasa inggrisnya no body one is perpect. Ya, kata-kata itu paling tepat untuk diungkapkan. Dalam hal pertemanan. Mencari teman yang sempurna tentu tidak akan pernah ada. Walau pun dicari hingga ke ujung dunia pastilah tidak akan pernah menemukannya. Ingat, karena setiap manusia memiliki sisi kelemahan dan kekurangan.

Pepatah arab mengatakan “Man tholaba akhon bilẩ‘aibin baqiya bilẩ akhin” artinya : siapa saja yang mencari teman yang tidak bercela maka ia tidak akan mempunyai teman selamanya. Misal, lantaran teman-temannya tidak ada yang baik, akhirnya kemudian memilih untuk tidak memiliki teman. Tentu sikap seperti ini salah. Alangkah lebih baiknya jika kita tetap berteman, dan menjalin tali silaturahmi. Bagaimana pun teman itu penting dan kita butuhkan. Manusia itu makhluk sosial jadi butuh dengan teman. Dengan demikian justru disinilah kita bisa saling mengingatkan, ketika teman salah atau pun sebaliknya.

Rata-rata teman yang saya miliki semuanya baik. Hanya beberapa yang belum baik (bukan tidak baik). Saya tahu dan mengerti kenapa ia seperti itu, sehingga sebagai seraong teman sebisa mungkin saya pun mengingatkan dan mengajaknya ke arah yang lebih baik lagi. Alhamdulillâh dengan izin Allâh sedikit demi sedikit akhirnya mau berubah.

Jika memiliki teman yang sedang mengalami masalah, maka rankulah dan berilah motivasi. Katakan bahwa kita adalah temannya. Jika ia mengatakan tidak memiliki siapapun maka kita katakan bahwa kita bersamanya. Itu adalah dukungan, dan secara tidak langsung itu adalah tanda sebuah perhatian kita sebagai seorang teman yang baik. Minimal ada ketika teman kita mendapatkan musibah.

Teman yang saat ini kita miliki, jaga dan sayanghilah mereka. Jauhnya jarak yang memisahkan, bahkan waktu yang berbeda, bukanlah halangan untuk terus menjaga per-teman-nan jauh disana. Teman merupakan keluarga, tatkala merangkai sejarah perjuangan hidup kita. Tak terasa sudah berapa banyak kita memiliki teman, seratus, seribu, atau bahkan lebih. Teman-teman kecil, teman-teman bermain dulu, kini hanya menjadi kenangan terindah, dan tak dapat dilupakan.

Berbuat baiklah terhadap teman. Kelak karena kebaikan itulah kita akan tetap dikenang, diingat dan menjadi bagian terindah dalam sejarah bagi teman-teman yang lain. Teman-teman saya sudah sangat banyak, sehingga banyak juga yang terlupkan. Teman dikampung dulu, teman Sekolah Dasar (SD), MTs, MA hingga kini. Terima kasih buat kalian yang telah menjadi bagian dari sejarah hidup ini. Semoga kelak kita dipertemukan dan semoga diberikan jalan kemudahan oleh Allâh swt.

Ikhtitâm
Teman merupakan bagian yang tak dapat terpisahkan dari kehidupan ini. Tanpa kehadiran teman kita bukanlah apa-apa, dan bukan siapa-siapa. Dalam cakupan yang luas, teman juga bisa diartikan sebagai orang yang menemani kebersamaan dan membantu kita, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pertemanan dijalin atas dasar kedekatan. Itulah yang saat ini pahami, dan itu makna yang sangat sempit sekali. Teman adalah yang membersamai kita, tidak mesti harus ada dasar kedekatan. Misal, saya ini mahasiswa angkatan 2013. Jadi, bagi yang masuknya tahun yang sama berarti kita adalah teman. Dari proses teman itulah kemudian ada istilah pertemanan yang kemudian semakin akrab dan lebih mengenal antara satu sama lain, dan akhirnya jadilah teman yang akrab atau teman dekat.

Siapapun teman kita saat ini maka jagalah, sayangilah, cintailah dan hormatilah seperti kita menyayangi keluarga kita sendiri. Jika teman sedang kesusahaan maka bantulah. Jika teman sedang bersedih maka hiburlah. Jika teman sedang sedang sakit maka jenguk dan perhatikanlah. Sudahkah kita melakukan hal yang demikian? Semoga kita termasuk dalam kategori teman yang baik. Amîn. Wallâhu’alam []

Amir Hamzah
Div. Pendidikan
Lembaga Pengabdian Masyarakat
PONPES UII




Suatu ketika ada seorang laki-laki paruh baya yang bekerja begitu keras. Berangkat pagi, pulang larut hingga malam. Pekerjaan itu ia jalani seakan tidak kenal lelah. Ada apa dengan bapak ini? Kok bisa bekerja begitu kerasnya? Saya merasa bingung, tetapi setelah berpikir sejenak akhirnya saya mengambil kesimpulan bahwa bapak tersebut   memiliki sebuah dorongan yang begitu kuat dari dalam dirinya, sehingga  menjadikan dirinya bisa seperti ini. Dorongan apakah itu?

Ya, dorongan itu adalah cinta. Seorang bapak yang bekerja sangat keras, bahkan tidak memperdulikan kesehatan, rasa sakit, bahkan rasa letihnya tak lain semua itu karena dasar cinta. Cinta kepada keluargalah yang mendorongnya untuk mengerjakan sesuatu, bahkan tidak jarang dengan upaya diluar nalar manusia pada umumnya. Kekuatan cinta tak mampu diukur, dihitung, bahkan mungkin tidak terbatas.

Kita juga bisa lihat perjuangan seorang ibu. Demi sang anak, ia rela bekerja apa pun. Ibu mengerahkan tenaga dan kemampuan yang dimilikinya agar mampu menghidupi anak-anaknya. Sepulang dari bekerja, ibu tidak pernah mengeluh untuk mengerjakan pekerjaan rumah walaupun sendirian. Tak hanya itu, jika anaknya masih kecil ibu juga menyuapinya dengan penuh sabar. Semua yang dilakukan ibu itu karena satu hal, yaitu cinta.

Kekuatan cinta memang luar biasa, karenanya hidup itu membutuhkan cinta. Cinta membuat kesulitan hidup dapat dihadapi dengan tegar, cinta membuat persoalan yang rumit menjadi mudah, cinta juga membuat seseorang yang lemah menjadi kuat. Jika diuaraikan tentang kemahadahsyatan cinta rasanya tak akan pernah selesai. Cinta menyimpan sumber kekuatan dahsyat yang begitu besar.

Bekerja juga membutuhkan cinta.  Seseorang yang mencintai pekerjaannya akan bekerja dengan penuh kesungguhan, tidak mengenal capek dan putus asa. Namun, apa yang terjadi jika seseorang bekerja dalam kondisi terpaksa, maka yang ada dalam fikirannya adalah beban. Cinta terhadap pekerjaan akan menjadikan orang jauh lebih kuat menghadapi berbagai tekaan dan cobaan. Untuk itu kuncinya adalah satu, yaitu cukup lima huruf; cinta.

Kisah Kerja Keras, Cinta dan Kesabaran
Wama al-ladzdzatu illâ ba’da at-ta’abi, begitulah bunyi pepatah arab. Dalam arti bebas “Kenikmatan itu hanya akan dapat kita peroleh ketika sudah bekerja keras.” Jadi, Tidak mungkin kenikmatan itu datang dengan sendirinya, tanpa diiringi dengan sebuah kerja keras. Lain halnya dengan orang yang sudah senang hidupnya disebabkan dari garis keturuna. Pepatah arab ini tak berlaku lagu bagi orang yang demikian.

Pepatah arab itulah yang dipegang teguh oleh Pak Soleh. Pak Soleh begitulah beliau biasa disapa. Aktifitas Pak Soleh setiap hari adalah menjual soto miliknya. Kegiatan tersebut sudah ia lakoni semenjak usia muda, dan hingga saat ini warung sotonya semakin ramai diburu pembeli. Apa yang Pak Soleh alami saat ini tidak serta-merta datang begitu saja. Butuh waktu dan proses yang sangat panjang, rupanya sudah 30 tahun lamanya Pak Soleh menekuni usaha ini.

Walaupun saat ini sudah memiliki cabang dimana-mana, Pak Soleh setiap hari selalu melayani pembelinya seara langsung, ia tidak pernah memiliki keinginan untuk meninggalkan aktivitas yang sudah lama ia tekuni. Bagi Pak Soleh bejualan soto merupakan hal yang menyenangkan, jadi dari dahulu hingga sekarang ia tak pernah merasa bosan.

Berjualan soto ternyata mampu mengantarkan Pak Soleh dan isterinya berangkat ke tanah suci; mekah untuk menyempurnakan rukun islam yang terakhir. Bahkan Pak Soleh juga mampu membiayai anak-anaknya sekolah keperguran tingi hingga selesai dari hasil jualan sotonya. Ya, kuncinya satu yaitu bekerja dengan cinta, dengan cintalah semuanya terasa nikmat dan membuat diri kita semangat.

Lain halnya dengan kisah pelatih sepak bola dan pendonor ginjal. Suatu ketika seorang pelatih sepak bola divonis oleh dokter dengan penyakit gagal ginjal. Pelatih sepak bola tersebut merasa seperti kehilangan hidupnya, karena tidak bisa berharap banyak dengan penyakitnya. Ia sempat berpikir, siapa yang mau mendonorkan ginjalnya untuk dirinya?

Tanpa disangka, ternyata ia mendapat donor ginjal dari salah seseorang yang mengaku bahwa ia suka dan tertarik dengan karakter pelatih tersebut. Tak hanya itu,  pendonor ginjal pun mengatakan bahwa ia ingin memberikan manfaat hidup bagi orang banyak. Melalui donor ginjalnya ia ingin memberikan lebih banyak manfaat bagi orang lain.

Lain halnya lagi dengan kisah seorang ibu dan anaknya. Anak itu memiliki kaki dan tangan cacat semenjak lahir, tak hanya itu ia juga mengalami keterbelakangan mental. Nama penyakit yang ia derita adalah Lobster Claw Syindrom, tanganna hanya memiliki dua jari yang menyerupai kepiting dan kakinya pun hanya sebatas lutut.

Orang tua mana yang tidak pilu menyaksikan anaknya lahir dalam keadaan cacat seperti ini. Setiap orang tua pasti mengidamkan anaknya lahir sehat dan normal, apa jadinya jika ternyata yang anak yang dilahirkan dalam keadaan tidak normal. Itulah kehidupan, kadang terjadi di luar keinginan manusia. Tetapi disnilah peran orang tua yang menjadi penentu, apakah akan putus asa, mengeluh, dan menyalahkan sang pencipta.

Tidak dengan ibu yang satu ini, meski anaknya lahir dalam keadaan yang serba kurang, ia tetap optimis, sabar, dan tabah dalam mendidik dan membesarkannya. Sang suami hanya seorang pensiunan perusahaan dan telah tiada, saat itu sang anak masih kecil. Walaupun demikian ia tidak menyerah, terus berusaha dengan maksimal dan tiada henti untuk membesarkan anak sematawayangnya itu.

Saat itulah sang ibu mendidiknya dengan penuh kesabaran. Ia didik anaknya dengan kemandirian, percaya diri, dan keterampilan hidup sehari-hari. Walaupun dengan segala keterbatasan, anak itu akhirnya tumbuh menjadi gadis kecil yang mandiri. Disanala ia menemukan jalan hidupnya dan merubah dirinya.

Berawal dari saran seorang trapis untuk bermain piano supaya melatih motorik tangan dan kakinya. Selain itu, bermain musik juga dapat menumbuhkan kecerdasa musikal yang merupakan kelebihan dirinya. Dengan penuh kesabaran sang ibu, akhirnya gadis kecil itu terbiasa memainkannya walaupun hanya dengan empat jari. Setelah berlatih bertahun-tahun akhirnya ia mulai tampil dalam berbagai konser dan tour ke berbagai negara.

Akhirnya, sang anak yang dulu divonis cacat ternyata dapat kembali bangkit dan membuktikan bahwa semua usaha itu akan mendapatkan balasan yang setimpal. Ia sadar bahwa ia bisa menjadi seperti ini berkat dari perjuangan sang ibu yang setia dan begitu sabar merawat dan mendidiknya. Sang ibu pun kini bangga padanya, karena ia sudah menjadi anak yang mandiri dan bermanfaat bagi orang lain.

Kerja Keras

Kerja keras dengan cinta sangat berkaitan. Karena kerja keras tanpa dilandasi dengan cinta tidak akan bertahan lama. Kerja keras tidak akan berbekas, tidak memberikan efek bahkan tidak memiliki kekuatan, jika tanpa cinta. Dari awal sudah dikatakan bahwa cinta itu merupakan sebuah kekuatan, atau lebih tepatnya adalah sebuah ruh bagi kerja keras  itu sendiri. Dengan cinta kerja keras akan terasa lebih nikmat dan bertambah lebih kuat.

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allâh mencintai salah seorang diantara kamu yang melakukan pekerjaan dengan itqon (tekun, rapi dan teliti).” (HR. al-Baihaki). Tanpa dilandasi dengan cinta, mana mungkin pekerjaan itu akan dilaksanakan dengan tekun, rapi dan teliti. Justru yang ada hanyalah kebalikan dari itu.

Pekerjaan yang dilandasi dengan kebencian, atau dengan kata lain tidak menyukai pekerjaan tersebut justru akan jauh dari kata-kata itqon itu sendiri. Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa konsep itqon itu sudah pasti dapat lahir dari sebuah cinta terlebih dulu. Hanya orang-orang yang bekerja karena cintalah yang akan menghasilkan pekerjaan yang baik, indah bahkan menjadi rapi. Tidak berantakan, acak-acakan dan mungkin terkesan asal-asalan.

Dari sini kita bisa melihat dan memperhatikan seseorang itu bekerja keras dengan cinta ataupun malah sebaliknya. Mungkin kita juga pernah bertanya kepada seseorang yang sedang sibuk bekerja. Jawaban yang diterima kadang sangat variatif. Ada yang dengan antusias menjawabnya, meskipun ia sedang sibuk. Ada juga yang sebaliknya, tidak sibuk tetapi malah tak acuh dan terkesan membuang muka, malah jawaban yang diterima itu ketus, seolah tidak mau tahu dan tidak mau direpotkan.

Intinya kerja keras yang baik adalah kerja keras yanh dilandasi dengan cinta. Salah seorang sahabat pernah mengatakan seperti ini : “Kalau ingin bisa bahasa inggris, yang kamu lakukan pertama kali adalah senengin dulu, atau sukain dulu.. nanti insya allah cepat bisa..” Dari sini saja kita sudah bisa menemukan kata kuncinya. Ya, tumbuhkan dulu rasa suka, cinta dan senang. Niscaya semuanya terasa lebih ringan dan mudah.

Ikhtitâm
Kisah di atas memperlihatkan bagaimana cinta itu “berbicara” dan memberikan “warna” dalam kehidupan kita. Tak hanya itu, cinta sekaligus memberikan dorongan kekuatan yang mahadahsyat, sehingga tak mampu diukur dengan sesuatu apapun. Kekuatan cintalah yang menjadikan seseorang mampu bertahan dan berani berkorban untuk orang yang dicintainya.

Dari kisah pak soleh dapat kita ambil pelajaran bahwa cinta memberikan energi pada setiap orang. Dan cinta pada pekerjaan membuatnya menjadi orang yang sukses. Dari kisah pelatih sepak bola dapat dipetik makna bagaimana mencintai kehidupan agar lebih memberikan manfaat yang lebih banyak lagi terhadap orang lain.

Adapun pelajaran dari kisah Ibu dan anaknya yaitu setiap manusia memiliki cinta. Cinta kepada keluarga, orang tua, anak-anak dan sesama. Maka gunakanlah energi cinta itu untuk membuka semua potensi yang ada. Gunakanlah energi cinta untuk melawan semua bentuk kemalasan, rintangan dan halangan dalam hidup.

Ingatlah, ketika dalam perjalanan hidup banyak rintangan dan tantangan yang menghadang, maka cinta lah yang akan memberikan kekuatan. Ikhlas dan yakin bahwa dengan cinta kita bisa menghadapi berbagai rintangan yang ada, sehingga cinta akan menemukan jalan keluarnya. Wallâhu’alam.[]

Amir Hamzah
Div. Pendidikan
Lembaga pengabdian Masyarakat
PONPES UII


Akhir-akhir ini, yang menyelimuti benak pikiran saya adalah para pesohor Banten. Memang, orang – orang dulu sakti mandraguna dan ilmunya "selangit." Tak tanggung-tanggung mereka mampu dikenang sepanjang masa.

Sampai saat ini saya merasa merinding dan gemetar ketika membaca sejarah guru kita, yaitu Syekh Nawawi Albantani (BACA) dari Tanara. Sosok ulama yang begitu luar biasa dan diakui oleh seluruh dunia kala itu. Ditambah lagi, ketika beliau wafat jenazahnya dikuburkan dekat kuburan nabiyullah  Muhamad saw. Subhanallah...

Tak hanya itu, ulama-ulama lain yang begitu tersohor di tanah Banten. Adalah Sultan Hasanuddin Banten, atau yang lebih dikenal dengan Raja Banten. Tak hanya dikenal luas sebagai Raja Banten, tetapi beliau juga dikenal sebagai sosok raja yang memiliki garis keturunan dari wali songo, tepatnya adalah dari Sunan Gunung Jati.

Mitos yang terkenal luas di masyarakat adalah ketika Ayah Sultan Hasanudin mengislamkan para petapa (azar) yang kala itu masih menganut ajaran hindu yang dibawa dari Kerajaan Padjajaran. Cerita itu lebih hebat lagi ketika Ayah Sultan Hasanudin mengajak Pangeran Pucuku Umun  selaku guru dari para azar untuk memeluk Islam.

Akan tetapi tak mudah bagi Pucuk Umun untuk menerima tawaran itu dan memeluk Islam begitu saja, hingga adu kesaktian pun tak terelakan di antara keduanya. Ayah Sultan Hasanudin lah yang keluar sebagai pemenangnya.

Konon, sebelum mengadu ilmu kanuragan. Ayah Sultan Hasanudin dan Pangeran Pucuk Umun mengadu kesaktian melalui perantara hewan. Kala itu, ayam yang dijadikan sebagai perantaranya. Ayam Pangeran Pucuk Umun dijampi-jampi dengan mantra, sedangkan ayam Ayah Sultan Hasanudin dimandikan dengan air dan dibacakan kalimat hauqolah selama dimandikan.

Laksana pertarungan manusia sakti, suara gemuruh dan kilatan halilintar pun menghiasi kaki gunung karang. Tak ayal, pertarungan sabung ayam pun memakan waktu satu minggu lamanya. Kedua yam tersebut sama - sama kuat. Tetapi lagi-lagi ayam Ayah Sultan Hasanudin lah yang mampu menjadi juaranya. Meskipun menurut mitos diceritakan bahwa kaki ayam Pangeran Pucuk Umun dipasang sebuah pusaka berupa keris sakti.

Kekalahan pertama ini membuat Pangeran Pucuk Umun geram. Ia lantas tidak mau menerima ajakan Ayah Sultan Hasanuddin untuk memeluk Islam. Ia pun akhirnya mengajak beadu ilmu kanuragan dengan Ayah Sultan Hasanuddin. Meski Pangeran Pucuk Umun memiliki ilmu dapat menghilang, Ayah Sultan Hasanudin mampu meladeninya dan menemukannya.

Bahkan ketika Pangeran Pucuk Umun bersembunyi di dalam buah kelapa yang sudah berlubang (cumplung; bahasa sunda) dan di pucuk putik bunga melati, dengan mudahnya ditemukan oleh Ayah Sultan Hasanuddin.

Pertarungan berlanjut hingga Pangeran Pucuk Umun terbang ke udara. Ia bersembunyi di balik awan. Lagi-lagi atas izin Allah swt, Ayah Sultan Hasanudin mampu menyusul Pangeran Pucuk Umun ke udara dan memukulnya hingga jatuh ke bumi. Ia pun kalah, dan akhirnya melarikan diri.

Untuk itulah Islam bisa leluasa disebarkan di tanah Banten. Sedangkan Pangeran Pucuk Umun, pasca kekalahan dari Ayah Sultan Hasanudin dipercaya oleh masyarakat Banten, jika ia melarikan diri ke Ujung Kulon dan wafat di sana.

Ada juga yang mengatakan bahwa Ia lari ke Banten selatan, tepatnya daerah Cikeusik. Hal ini berdasarkan kepada ajaran Pangeran Pucuk Umun yang masih ada hingga sekarang. Suku Baduy yang ada di sebelah selatan Banten sebagai pemegang teguh ajaran Pangeran Pucuk Umun, yang dikenal dengan sebutan sunda wiwitan. Inilah sepercik kisah dari sejarah tanah Banten.

Tak hanya itu, setelah mengalami kemajuan yang pesat. Islam di Banten memiliki waliyullah yang begitu dikagumi dan terkenal dengan keilmuannya. Di antaranya yaitu ada Syekh Mangsurudin Cikaduweun, Syekh Asnawi Caringin serta dan yang terakhir yang saya tahu yaitu "Mbah Dim" atau yang lebih dikenal dengan Abuya Dimyati Cidahu - Cadasari. Kesemuanya ini memiliki cerita yang unik dan cukup "menggelitik untuk ditelusuri".

Torekat Aing mah, ngaji !!! _Abuya Dimyati

Saya ingin sekali mencari tahu sejarah dan kehebatan ulama - ulama Banten ini. Hingga ceritanya yang begitu membekas dan  berkembang di masyarakat begitu kental.  Menurut saya, jika cerita-cerita yang berkembang berbau mistis wajar saja, karena hal ini dipengaruhi oleh agama yang ada di Banten sebelum Islam disebarkan oleh Sultan Hasanuddin.

Tapi alangkah baiknya jika kita lebih mengedepankan nilai-nilai syariatnya, dibandingkan dengan nilai-nilai kebudayaannya. Bukan tidak mungkin juga untuk al-muhafazhah ala al-qadiim al-shalih wa al-akhzdu bi al-jadid al-ashlah... (melestarikan nilai-nilai lama yang baik dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik.) [zah]

Tulisan ini diolah dari beberapa sumber, dan mengalami beberapa kali editan.

UJIAN Nasional (UN) menjadi momok yang paling menakutkan bagi kami. Saat itu saya bersekolah di swasta. Hal ini mungkin akan lain ceritanya jika saya sekolah di negri. Dengan segala keterbatasan dan guru yang seadannya kami menghadapi UN dengan perasaan harap-harap cemas. Untuk membeli buku soal panduan UN terbaru saja kami tidak mampu. Ditambah lagi dengan perpustakaan sekolah yang sangat minim koleksi bukunya.

Lengkap sudah penderitaan kami ketika itu. Tetapi dengan kekurangan dan keterbatasan itu tidak membuat kami putus asa. Bimbingan belajar (bimbel) rutin kami lakukan setelah jam sekolah selesai. Dengan bermodalkan referensi soal-soal yang sudah lawas kami tetap setia belajar. Guru kamilah yang tak henti-hentinya menyampaiakn bahwa hasil itu diperoleh setelah ada upaya yang telah dikerjakan (upaya).

Satu sisi, guru kami memberikan semangat. Tetapi sisi yang lain beliau juga membuat kami merinding. Guru kami menyampaikan bahwa tidak ada pengulangan bagi siswa yang tidak lulus UN. Bagi siswa yang tidak lulus harus mengulang tahun depan. Kami pun merasa merinding mendengarnya. Salah satu teman mengatakan, lebih baik bertemu dengan setan ketimbang tidak lulus UN. Serem banget...

Yang menentukan hasil bukan lah manusia. Apapun nanti hasil usaha kami akan tetap diterima dengan lapang dada. Toh sudah berusaha dengan sebisa mungkin dan persiapan yang seadanya. Harapan kami saat itu hanya satu, yaitu lulus UN. Perasaan kami diantara percaya atau tidak, diantara optimis dan pesimis ketika UN tiba.

Perasaan yang kami alami dulu tentu dirasakan pula oleh siswa dan siswi saat ini. Bedanya dulu “teror” itu begitu kuat, dan siswa-siswinya dulu kuat-kuat. Jadi “teror” yang tidak lulus harus mengulang tahun depan tidak begitu berarti bagi kami. Lain halnya dengan sekarang, banyak diberitakan di media masa bahwa ada yang sampai nekat bunuh diri gara-gara UN. Ada juga yang pingsan sebelum UN dan lain sebagainya.

Kenapa siswa dan siswi sekarang lebih penakut ketimbang siswa-siswi dahulu. Padahal sudah jelas ada jaminan bagi yang tidak lulus bisa mengulang. Tak hanya itu, kelulusan saat ini tidak ditentukan dengan nilai UN. Jika sudah belajar dengan “baik” dan “benar” kenapa harus takut dengan UN??.

Amir Hamzah
Mahasiswa Pendidikan Agama Islam
Universitas Islam Indonesia


KALA itu ketika saya masih duduk di bangku sekolah Madrasah Aliyah. Jauh-jauh hari saya dan teman-teman sekelas sudah mengikuti try-out, bimbel dan segala macam untuk menghadapi ujian nasional (UN). Wajar saja, kala itu nilai standar UN akan dinaikkan grade-nya oleh menteri pendidikan. Hari demi hari seolah menjadi momok, tak enak makan tak enak tidur. Pokoknya yang ada hanyalah kecemasan dan kegelisahan.

Pasalnya, kami tidak ada embel-embel keringanan sama sekali. Jika tidak lulus UN, taruhannya mengulang tahun depanatau harus ikut paket C. Perasaan seperti inilah yang ada dalam benak saya. Sehingga hari-hari kami di sekolah tak ada hari tanpa les, bimbingan, dan try-out. Soal-soal ujian menjadi bahasan kami sehari-hari di kala waktu senggang dan istirahat.

Perubahan yang begitu pesat sangat saya rasakan saat itu, itulah dampak positifnya. Tak ada malas-malasan dalam belajar, jika tidak ingin menyesal kemudian. Jangan seperti kakak kelas, dia harus menanggung malu karena tidak lulus UN. Hal inilah yang memacu saya untuk terus belajar dalam menghadapi UN, saya tidak ingin mengecewakan semua pihak, terutama keluarga dan sekolah.

Alhamdulillâh, dengan kesabaran dan ketekunan akhirnya UN pun dapat kami jalani dengan baik. Tentunya dengan persiapan yang baik dan ditunjang dengan sikap optimistis pula. Semuanya dapat kami lewati dengan cukup lancar, meski banyak kekurangan. Alhasil, semuanya lulus dengan nilai yang baik, meskipun tidak mendapatkan nilai tertinggi.

Jadi, walaupun UN sebentar lagi akan dilaksanakan, pesan saya hanya satu yaitu jangan dijadikan beban. Kalau dijadikan beban, yang ada malah kecemasan, ketidaktenangan, dan tidak fokus. Nah, justru hal seperti inilah yang berbahaya. Nanti malah “menyerah sebelum bertanding.” Artinya, menyerah sebelum mengikuti ujian disebabkan karena salah menyikapinya.

Nur Aprillia Noviani
Mahasiswi Psikologi
UIN Sunan Gunung Djati, Bandung

sumber tulisan DISINI

Tak ada yang tahu tanggal berapa tepatnya saya dilahirkan. Orang tua pun sudah tak ingat tangal berapa dan tahun berapa saya dilahirkan. Ya maklum, orang tua dulu tidak terlalu mementingkan tanggal dan tahun kelahiran anaknya. Lahir dengan normal dan sehat, bagi mereka sudah cukup. Orang tua saya cuma ingat hari lahirnya saja, yaitu sekitar pukul 02.00 wib hari sabtu. Hari itu bertepatan dengan pengajian rutin kampung kami yang sering dilaksanakan sabtu pagi.

Selepas dari Sekolah Dasar (SD), saya melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah (MTs) yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah. Perbedaanya jarak kayaknya hampir sama, hanya saja kalau sekolah SD itu berangkatanya ke arah barat, sedangkan MTs ke arah timur. Baru sekitar tiga bulan masuk sekolah MTs, musibah itu menimpa kami. Pukul 02.00 rumah kami mengalami kebakaran hebat dan semuanya ludes tak bersisa.

Tiga tahun kemudian, Kepala Sekolah (KEPSEK) mengumumkan bahwa untuk Ujian Nasional harus menyerahkan Izajah dan lain-lain. Sejak saat itu kami baru sadar bahwa semuanya telah hilang tak bersisa. Data dari SD juga tidak ada. Akhirnya kepsek lah yang membuatkan syarat-syarat saya semuanya, termasuk tempat dan tanggal lahir yang saat ini saya pakai di KTP, Ijazah, KTM, ATM dll.

Saya ingat betul, alm. Pak Romli (kepsek) berkata seperti ini : "Jul, Mir... ini tempat dan tanggal lahir kalian, diingat ya....." Saat itu kami hanya bisa memanggutkan kepala. Sempat ada keinginan merubahnya kembali, kala itu tepatnya ketika pembuatan KTP. Saya katakan begini : "Nanti kalau diubah, otomatis yang lain harus diubah semuanya juga, termasuk ijazah MTs, KK, STTB, dll. Nanti malah repot lagi.. biar kayak gini ja, gak apa..." tandas saya kepada sang kakak.

Hali ini, menurut saya secara tidak langsung mengenang kembali kepsek kami, yaitu (alm) H. Romli. Semoga beliau mendapatkan tempat di sisi Alláh, amalannya sewaktu di dunia diterima, dan mudah-mudahan di masukan ke dalam syurga. Amiin. Bisrri al-Fátihah...


Selepas bermain futsal, kami duduk-duduk sejenak sambil istirahat. Disela itulah kami saling ngobrol ngalor-ngidul tidak jelas kemana arahnya. Tetapi topik yang dibincangkan selalu menarik dan memecah tawa. Ada yang sifatnya menyindir, atau menceritakan kejelekan teman yang lain. Tujuannya sih cuma satu, supaya membuat teman-teman lain tertawa. Itulah budaya kami, budaya ala santri PONPES UII.

Salah satu sahabat saya, berkata seperti ini: "eh nanti sepatu punya sampean dibelikan keranjang sepatu ya..." (sambil memegang keranjang sepatu teman yang lain) "Jangan pake wadah asoy..." ia tertawa kecil. Sang teman langsung bertanya "asoy" itu apa..?" sambil bingung menunggu jawaban. "Asoy itu ya kantong kresek...'' jawabnya.

Karena mendengar kata-kata "asoy" akhirnya saya mencoba menjelaskan asal mula kenapa disebut pelastik asoy. Asoy itu asalanya dari nama makanan, karena pelastik kresek itu yang sering digunakan untuk membungkusnya. Akhirnya pelastik itu terkenal dengan sebutan pelatik asoy. Kemudian salah satu teman saya membenarkan bahwa ada makanan yang namanya asoy. Tetapi ketika saya tanya bentuknya seperti apa, ia tidak bisa mengenalnya.

Semenjak saat itu, hingga diperjalanan saya terpikir untuk mencari tahu keberadaan makanan itu saat ini, masih ada atau tidak. Rasanya sudah langka, bisa jadi sudah punah, seperti hewan dinosaurus yang punah dimakan waktu. Terakhir saya pernah menemukan makanan itu ketika masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), tapi sudah lupa bentuk dan rasanya seperti apa. Anak muda sekarang bisa dipastikan tidak tahu apa itu makanan asoy.

Masih adakah makanan khas itu saat ini? jika masih ada, makanan itu sebaiknya bisa dijaga. Supaya tidak kalah dengan makanan modern, yang dijual di alfamart atau indomart. Sudah saatnya kita peduli dengan peninggalan orang tua dulu, apapun itu. Dengan menjaga peninggalan orang dahulu secara tidak langsung kita telah mengenal dan mengenang mereka.

Pada waktu itu, masih berlaku uang 50 rupiah. Membawa uang jajan ke sekolah 100 rupaih saja sudah bisa kenyang. Es mambo yang berisi bubur kacang hijau dihargai 50 rupiah, dan begitu juga dengan asoy yang dihargai 50 rupaih saja. Sayang, masa kecil saya tidak seberuntung teman-teman yang lain, bisa jajan setiap hari ketika sekolah. Saya hanya bisa menyaksikan teman-teman yang lain ketika mengerumuni penjual makanan, kala itu. [amr]


Tak terasa sudah hampir empat tahun kami berpisah. Semenjak kelulusan sekolah Madrasah Aliyah (MA), saya dan Humadi Hazani tak pernah bertemu lagi. Umay, begitulah panggilan akrabnya, ia berasal dari jakarta timur tepatnya di daerah Cakung. Kami menjadi akrab ketika menjabat sebagai pembimbing [mudabir] di pesantren.  Tetapi, saya dan Umay beda divisi, Umay menangani bagian bahasa [qismu al-Luhgah] sedangkan saya bagian pengajaran [qismu al-taliim].

Semenjak lulus dari pesantren, Umay sempat mengabdi. Tetapi karena disuruh oleh orang tua untuk melanjutkan kuliah, ia pun memilih untuk mengikuti permintaan orang tuanya. Umay kuliah di AKPER [akademi perawatan] yang terletak di daerah Cirebon. Sedangkan saya, waktu itu memilih kuliah. Keputusan itu terbilang cukup nekat dan beresiko besar bagi saya. Akhirnya saya pun merasakannya, cukup lama harus berdiam di rumah untuk menunggu kesempatan untuk bisa kuliah.

Tak banyak yang saya lakukan, saya sempat mencoba masuk di STAN (sekolah tiinggi administrasi negara) karena diajak teman, hasilnya gagal. Selain itu juga saya sempat daftar di Ma'had An-nuaimy di daerah Kebayoran Lama-Jakarta, lagi-lagi hasilnya nihil. Karena putus asa, akhirnya saya mencoba memenuhi permintaan saudara untuk menerima tawaran mengajar di Bogor. Setelah observasi kesan langsung ternyata saya merasa kurang sreg disana.

Saya memutuskan untuk pulang dan menunggu 'nasib baik' saja. Alhamdulilah ternyata salah satu Ustadz mengajak saya untuk mendaftar di STID M. Natsir - Bekasi. Dengan senang hati saya pun mencoba tawaran beliau. Dengan persiapan yang lumayan mendadak, kami pun berangkat. Sedangkan deadline pendaftaran sudah sangat dekat. Hanya sikap optimis dan yakin diterima yang saya punya waktu itu.

Semua usaha itu ternyat nihil. 'Terpaksa' saya pun kembali ke rumah dengan tangan kosong, dan menunggu keajaiban itu datang kembali.

***
Tak terasa kini suda hampir empat tahun saya meninggalkan rumah. Berada di perantauan memang memiliki pengalaman yang begitu indah. Sudah smester lima bergelut dengan pendidikan agama islam yang saya dalami. sedangkan teman saya, Umay sudah hampir lulus. Imay mengabari lewat SMS bahwa dirinya sedang berada di Magelang. Katanya ia sedang peraktik di rumah sakit, ya bisa dikatakan PPL lah.

Dalam waktu dekat Umay akan mengunjungi Malioboro. Kunjungan itu dilakukan pas hari libur, tujuannya sebagai refresing saja. Dengan senang hati saya pun merespon baik kedatangan Umay ke Malioboro. "Nanti kalau mau ke Malioboro kabari saja may, nanti kita ketemuan di sana.. soalnya sudah lama  kita kan gak bertemu..." itulah yang saya katakan kepada Umay melalui SMS.

***
Saya bergegas menuju Malioboro, mengendarai sepeda motor sambil SMS-an pun menjadi alternatif kala itu. Akhirnya kami pun bertemu di tempat yang sudah dijanjikan. Saya pun dikenalkan dengan dua teman perempuan yang menemani Umay saat itu, tetapi saya tidak begitu hafal nama mereka. Tak ada perubahan yang berarti menurut saya pada diri Umay. Umay sekarang sama seperti Umay yang dulu, celananya bahan [kalau tidak salah masih celana made by udin tailor], dan juga janggutan.

Kami menjelajah Mlioboro dari ujung ke ujung. Masuk keluar mirota batik sampai ke pasar bringharjo pula. Di sela-sela itulah kami ngobrol dan mengenang masa sekolah di pesantren dahulu. Banyak hal yang unik yang pernah kami alami bersama. Misalnya saja, ketika orang tua salah satu santri yang tidak terima ketika anaknya mendapatkan hukuman [iqob] karena melanggar disiplin.

Tak hanya itu, ada santri yang sempat mengancam akan membawa teman-temanya untuk memukuli. Kisah si Dunun, santri yang digundulin [jundi] karena ketahuan merokok, jalan jongkok bagi yang telat datang ke mesjid, sampai ada santri yang saking takut ke bagian bahasa, ketika berantem menggunakan bahasa. Itulah beberapa kenangan yang menjadi bagian dari obrolan kami.

Waktupun sudah mulai sore, Umay dan kawan-kawan harus kembali ke Magelang. Kami pun harus berpisah, pepisahan itu kami sudahi dengan berpelukan. "Semoga kelak kita dipertemukan lagi ya May.... " Umay berlari memasuki sebuah bus yang sudah bersiap melanjutkan perjalanan meninggalkan kota Jogja menuju Magelang. Bus yang ditumpangi Umay semakin menjauh dan menjauh meninggalkan Malioboro sore itu.... []


Rasûlullâh menyarankan kepada kita selaku umatnya untuk ziarah kubur, karena ziarah kubur itu merupakan tadzkiratul maut (mengingat kematian). Dengan mengingat kematian maka secara tidak langsung akan meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allâh swt. dan menjalankan semua amalan-amalan yang baik dalam keseharian kita.

Apa yang terjadi jika misalkan kita di diagnosis oleh dokter bahwa hidup kita hanya tiga bulan lagi? Apa yang aka kita lakukan dengan jangka waktu tiga bulan tersebut? Tentulah kita akan melakukan amalan-amalan yang baik sebanyak mungkin, bila perlu semua harta yang dimiliki akan digunakan untuk sedekah dan lain-lain. Tujuannya adalah agar dapat menolong kita setelah meninggalkan alam dunia ini. Allah swt. berfirman dalam surat Al-Ankabut [29] ayat 57 -58 sebagai berikut: 

Artinya: “Kemudian hanya kepada kamilah kamu dikembalikan dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, sungguh, mereka akan kami tempatkan pada tempat-tempat yang tinggi (di dalam syurga) yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah sebaik-baiknya balasan bagi orang yang berbuat kebajiakan”

Setiap manusia akan mati, kita semua akan merasakan yang namanya mati. Proses terlepasnya ruh dari dalam jasad, karena di cabut oleh malaikat Izroîl. Disinilah pemisahan antara jasad dengan ruh terjadi. Jasad dikubur, sedangkan ruh berada di alam kubur. Jika amal kita baik maka semunya terasa terang, nyaman dan yang menemani di dalam kubur juga tidak menakutkan, akan tetapi jika amal kita sebaliknya maka sangat menyeramkan, gelisah, tempatnya gelap dan yang menemani pun sangat menakutkan.

Oleh Karen itu, yang menjadi pertanyaannya sudahkah kita mempersiapkan bekal untuk kita bawa? Saat ini kita kita di dunia ini sedang merantau, seperti orang kampung yang sedang merantau ke Jakarta. Setiap orang yang mau pulang kamupung dari perantauannya tentulah ia harus punya bekal yang banyak dan syukur-syukur bisa dapat banyak, karena keluarganya bisa merasa senang akan kedatangannya. Ada kebanggaan tersendiri ketika seseorang pulang ke kampung halamannya kembali, apalagi ia bisa jadi orang yang sukses di tempat perantauan dan pulang dengan penuh kebanggaan, tidak sembunyi-sembunyi.

Jadi sama halnya dengan kita menghadap ke pada Allah. Ketika kita akan mati, maka yang harus kita siapkan adalah amal-amal yang tentunya mampu menjadikan penolong ketika akan di hisab. Sudahkan ada dipersiapkan secara matang? Munkin adakah yang sudah siap mati?

Adapun untuk balasannya bagi orang yang beriman itu adalah syurga yang di dalamnya ada sungai-sungai yang mengalir dan mereka kekal di dalamnya  dan itulah sebaik-baiknya balasan bagi yang berbuat kebajikan.

Bekal apa yang kita punya?
Sudahkah kita mempersiapkan bekal untuk kembali ke kampung halaman kita? Berapa banyak yang akan kita bawa? Jika amalan tersebut masih kurang maka mari perbanyak selagi kita hidup dan punya kekuatan untuk melakukannya. Jangan sia-siakan waktu yang kita punya, karena di dunia ini kita hanya meratau, dan ibarat berlibur di pulau yang namanya dunia.

Sebentar lagi kapal akan berangkat meninggalkan pulau dunia, maka janganlah kita terbuai oleh kenikmatan-kenikmatan yan ada di dalamnya. Sesungguhnya banyak orang yang terbuai dengan kenikmatan dunia ini, sehingga mereka enggan kembali ke kapal dan menjadi penghuni pulau dunia tersebut.

Hari ini kebaikan apa ya telah dilakukan? Berapa keburukan yang prnah kita lakukan hari ini? Jika kebaikan lebih banyak kita lakuka, maka pertahankan itu dan terus istiqomah. Jika keburukan lebih banyak maka bertaubatlah segera dan ingatlah akan semua yang ada di dunia ini hanya titipan sementara, yang akan kita bawa adalah tidak berbentuk materi akan tetapi immateri.  Rasûlullâh menyarankan agar kita mengingat kematian karena dengan mengingat kematian tentulah akan menyadarkan diri kita. Bahwa apa yang saat ini dijalani bukanlah sesuatu hal yang abadi.

Ikhlas Menerima
Kehidupan yang kita jalani saat ini adalah berupa kurikulum yang telah Allâh buat dan malaikat sebagai sttaf nya. Dunia ini menurut penulis adalah ibarat sekolah, jadi yang kita lakukan saat ini adalah sekolah di dalam sekolah. Ada peraturan, ada lulus atau gagal dan yang menentukan kita bakal sukses/lulus atau tidak. Semuanya dikembalikan kepada kita juga, apakah sudah berusaha maksimal atau kah belum. Kalau kita mau lulus dengan nilai yang bagus maka harus banyak belajar, les, privat dan lain sebagainya. Jika kita ingn masuk syurga maka kita harus berbuat baik (amal shalih) sebanyak mungkin, akan tetapi jika amal kita buruk/jelek maka yang akan kita dapatkan hasilnya adalah tidak luls atau gagal.

Oleh karena itu didalam dunia pendidikan ada dua istilah yaitu kurikulum yang tertulis [yang jelas ada di sekolah] dan kurikulm yag tidak tertulis atau sering disebut (hidden curriculum); kurikulum tersembunyi. Kurikulum tertulis yang bertanggung jawab adalah pihak sekolah, sedangkan hidden kurikulum adalah diri kita sendiri, karena yang menentukan kemana arah yang diinginkan, jika ingin baik maka dapat yang baik, akan tetap jika kita melakukan yang buruk maka buruk pulang yang akan kita dapatkan.

Kematian merupakan sudah takdir Allâh  dan ini sudah tertulis. Tugas kita selaku objek dari kurikulum adalah menerima kematian itu. Semunya sudah dituliskan dan ditentukan akan datangnya kematian tersebut, maka sebagai siswa yang baik tak perlu merasa takut akan hal itu. Sebab kematian adalah hak/wewenang Allâh.

Rima Hazmah
[sebuah renungan]
 
Amir Hamzah Copyright © 2009 - 2015 | Template : Yo Koffee | Design By : Designcart | Modif By : amirisme