Hati memang sukar untuk dibohongi. Terlebih mulut bisa mengucapkan a-z tetapi isi hati tidak mampu berkata demikian. Ia konsisten dengan apa yang ada di dalamnya. Tidak bisa disogok apalagi dibayar dengab apapun.

Tepat tanggal 21 November 2018 malam, perasaan ini semakin memuncak. Apalagi ketika waktu sudah menynukan hampir pukul 00.00 wib. Saking gelisah dan bingungnya, kuputuskan untuk keluar seorang diri. Kubawa si Soleh membelah keheningan malam tanpa tujuan.

Kukayuh sejauh mungkin yang kubisa. Selama itu pula, rasa kantuk tak sekalipun datang menghampiri. Mungkin karena diri ini kucoba paksa untuk melupakan sesuatu. Tetapi sepertinya gagal, semakin keras dilakukan semakin kuat sesuatu itu muncul.

Ingin rasanya malam itu kutulis sesuatu. Tapi entah mengapa jemari dan isi kepalaku terasa malas untuk menumpahkan semua yang ada. Ingin menulis empat huruf pun serasa berat. Padahal jika huruf itu setiap hari selalu ditulis. Entah kenapa malam itu terasa beku.

Serasa ada tembok yang menghalangi dan memantulkan gema. Gema itu seolah mengeluarkan kata-kata yang sama dan berulang terus menerus. “Percuma… percuma.. percuma…” Demikian suara gema itu semakin kuat.

Jika difokuskan untuk didengar, maka sura itu semakin keras. Oleh karenanya, kualihkan semua pikiranku ke hal lain. Coba kupaksa untuk melupakan sejenak.

Tak terasa, kumandang adzan subuh telah bersahutan dan kumasih terjaga dalam kondisi yang sangat bugar. Lalu kuputuskan untuk kembali ke asrama.

Sebenarnya, malam itu kutahu harus berbuat apa dan bagaimana. Tetapi perasaan ini seolah mengatakan “Biarlah, sesekali dirinya dikasih pelajaran. Biar sadar…”
Amir Hamzah Copyright © 2009 - 2015 | Template : Yo Koffee | Design By : Designcart | Modif By : amirisme