Dahulu, pas zaman sekolah esde. Pernah ikutan lomba berbagai mata pelajaran. Entah karena kebetulan atau dipandang guru (waktu itu) layak dijadikan perwakilan dari sekolah. Padahal, kalau jujur. Di rumah saja tidak pernah belajar dan tidak tahu apa itu yang dimaksud dengan belajar. He he..

Selepas pulang dari sekolah, buku dan tas dilepas. Tidak pernah dibuka2 atau disentuh2, sampai besok pagi mau berangkat sekolah lagi. Mulai mencari2 buku pelajaran untuk hari itu, ya pas mau berangkat saja. Semalaman tak pernah sedikitpun menyentuh atau teringat dengan yang namanya buku.

Makanya cukup aneh juga, tiap ujian dan kenaikan kelas selalu dapat peringkat satu. Pas ikutan lomba yang mewakili sekolah (waktu itu) hasilnya emang gak pernah dapat juara. Cukup rasional dan wajar, selain soal yang didapat baru2 dan lumayan asing gitu. Ditambah emang gak pernah belajar sedikitpun.

Pokoknya, yang paling diinget itu, ya pas keluar sebagai juara di lomba bidang pelajaran Bahasa Indonesia. Waktu itu, lumayan banyakan yang ikut mewakili dari sekolah. Jika tidak salah ingat, dari kelas 4 sampai kelas 6, ada perwakilannya. Terus, jarak tempat perombannya lumayan dekat. Jadinya kami saling janjian untuk berangkat jalan kaki bareng2 ke SDN Panunggulan yang ada di Kp. Pabuaran.

Seminggu berlalu, pengumuman juara itu keluar. Alhamdulillah, dapat juara satu. Padahal belajar saja tidak pernah. Tapi, soal2 yang harus diisi pas perlombaan emang sudah agak familiar sih, jadinya lumayan agak pede waktu itu. Terus, waktu itu juga diumumkan oleh wali kelas pas jam belajar di kelas. Jadinya lumayan menaikkan citra diri sedikit. Hehehee...

Dapat hadiahnya apaan ya waktu itu? Aduuh, sayangnya lupa! Kalau tidak salah sih, dapat piagam dan uang pembinaan.

Piagam itu di rumah, cuma jadi pajangan di lemari kayu yang didominasi bahan kaca transparan di depan dan sisinya. Piagam itu juga di letakkan berjejer dengan tumpukan piring2 dan gelas2 di bagian paling atas. Warnanya sudah mulai berubah dan kusam (maklum tidak dilaminating).

Kenangan piagam itu musnah dan raib sudah, dimakan Si jago merah. Tengah malam di akhir tahun 2000 yang bersejarah. (AH/18.06.22)

Almamater UII

Pagi tadi, ketika hendak menambal ban yang bocor, dikejutkan dengan pengendara sepeda motor yang mendadak berhenti tepat di depanku. Si bapak tersebut langsung memborbardir diriku dengan beberapa pertanyaan. Mirip penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengintrogasi para tersangka operasi tangkap tangan (OTT).

Padahal warna almamater yang menggunakan warna biru itu sangatlah banyak. Tapi anehnya, bapak tersebut seperti sudah seribu kali yakin. Kalau diibaratkan ke tembakan, ya sudah tepat sasaran banget. Tak meleset sedikit pun.

Mungkinkah melihat logo yang terdapat di almamater? Posisi datangnya si bapak tersebut dari arah belakang, dan posisinya pemotor otomatis ada di sebelah kanan. Adapun letak dari logo sebuah instansi biasanya dipasang di sebalah kiri. Jelas, pertanyaan di atas sangatlah mengada-ada dan dapat dipatahkan dengan mudah.

Harapannya sih, bisa bertemu dengan teman lama atau orang yang dikenal kala kuliah dahulu. Supaya bisa bernostalgia dan mengenang masa lalu. Akhirnya, dipertemukan dengan yang seperti ini juga, rasanya sudah sangat bahagia. Sudah sedikit terobati. Mungkinkah ini yang dinamai dengan kangen kali ya?

__

Si bapak juga tanya2 banyak hal. Jika tak salah ingat, percakapan kami yang singkat di pagi itu seputar : Pak Amir Muallim, gedung FTI, Kampus Demangan, Pak Hajar, Gedung FIAI dan lain-lain.

Bapaknya tanya-tanya banyak hal, begitu juga sebaliknya. Dari percakapan yang singkat, profesi si bapak juga sedikit banyaknya jadi terkuak. Ini berkat dari ilmu jurnalis yang pernah dipelajari dahulu. Rumus dasar 5w dan 1h tak lupa diterapkan.

Jika diilustrasikan, Si bapak mirip petugas KPK yang memeriksa tersangka OTT, kalau saya mirip dengan seorang jaksa yang sedang bersidang di pengadilan.

____

"Pak Ustadz, dari UII ya?" Tanyanya dengan yakin. Sambil motor bebek yang dinaikinya pun diberhentikan.

"Iya pak, betul! Saya pernah di UII..." Timpalku. Sambil terkesan dan campur dengan rasa keheranan.

Demi sebuah kekayaan seorang lelaki rela melakukan pembunuhan, meskipun itu istrinya. Mungkin, dengan membunuh istrinya tersebut ia berharap dapat menguasai aset sang istri. Di kisah yang lain, ada seorang teman yang terobsesi dengan kekayaan, lalu rela mengorbankan sahabat karibnya agar mendekam di penjara. Setelah itu ia bisa bebas menjalankan bisnis temannya itu tanpa ada yang tahu akan kebusukan dirinya.

Kisah di atas tadi, semuanya diambil dari sebuah film. Fiktif memang, tapi sejatinya yang demikian itu pasti adanya. Hanya saja kita tak tahu di mana kejadian itu berada. Tetapi yang jelas bagi kita, ialah mengambilnya sebagai bahan pelajaran atau hikmah untuk kehidupan yang lebih baik.

Apa yang ditawarkan oleh dunia begitu mempesona. Apa saja ada. Tinggal dikembalikan kepada diri kita, mau menempuh jalan yang mana? Jalan halal atau yang haram.

Dua orang yang digambarkan dalam kisah di atas, mereka merupakan orang yang salah dalam mengambil langkah. Atau terjerembab ke jalan yang salah. Karena sudah terbutakan oleh gemerlap dunia, akhirnya menjadi gelap mata. Tak mampu berpikir jernih dan berpikiran pendek alias buntu.

Ada juga orang yang sama sekali tak tersilaukan dengan gemerlap dunia. Dunia yang begitu menyilaukan tersebut, baginya hanyalah sebagai batu sandungan untuk melangkah. Menjadi beban bagi hidupnya suatu hari kelak. Itulah kenapa ia tak lagi menganggap penting tawaran dunia. Baginya hanya sekedar saja. Buat apa, bila suatu saat akhirnya akan menjadi beban.

Dalam pandangan umum penulis pribadi, dibagi menjadi dua bagian. Pertama, ada orang yang senangnya cukup di balik layar. Kedua, ada yang tampil di permukaan atau di depan panggung.

Dua hal yang cukup berbeda memang, tapi semuanya nyata ada dalam kehidupan ini. Bagi yang cukup berada di balik layar, kepopuleran itu tak penting. Sedangkan bagi yang di atas panggung, kepopuleran adalah segalanya, bahkan harga mati.

Secara tidak langsung, hari ini kita dipertontonkan dengan tipe yang kedua. Bagaimana bisa menjadi seseorang yang populer/tenar/terkenal. Karena yang dikejar hanya kepopuleran dan ketenaran, maka tak sedikit alhirnya menjadi gelap mata. Dibutakan oleh gemerlap dunia. Sehingga hatinya pun ikut menjadi buta! Naudzubillah min dzalik.

Amha, 05/Okt/21
Tinggal di Kp. Cibusung

Pantai Bagedur merupakan pantai yang tak asing bagiku. Nama Bagedur sudah pernah kudengar sewaktu masih duduk di sekolah esde. Katanya pantainya serem, ombaknya gede dan yang pasti letaknya jauh banget. Begitulah selentingan yang pernah kudengar dahulu kala.

Alhamdulillah, kemarin (22/11/21) Pantai Bagedur yang terletak di Malingping itu telah kusambangi. "Menyelam sambil minum air..." mungkin ungkapan itu paling tepat buat mewakili perjalanan kami ke sana. Silaturahmi, mancing di balong dan juga laut. Semua dapat terlaksana.

Meski perjalanan cukup jauh dan lumayan berliku --terutama berpacu dengan cuaca-- kami bisa selamat sampai tujuan, begitu juga pulang ke rumah tanpa ada yang kurang satupun. Hasil yang didapat memang belumlah sesuai harapan, tapi setidaknya hasrat kami telah tertunaikan. Puas rasanya! "Yang jelas, sudah tidak penasaran lagi pokoknya..."

Awal Perjalanan

Kami start sekitar pukul 07.45 wib dengan jalur yang dilalui arah Sampai - Cileles, Gunung Kencana, Malingping. Tiba disana sekitar pukul 10.30 wib. Meski di perjalanan ditemani guyuran gerimis dan hujan, kami terus melaju. Perjalanan terhenti dan terpaksa menepi, setelah melewati Pasar Malingping dikarenakan hujan turun cukup deras. Itupun jarak dengan tujuan sekitar 10 menitan lagi. Jadinya sudah tidak ngoyo, tinggal dibawa santai.

Tiba di lokasi, kami langsung disuguhi hidangan kopi dan kue-kue oleh tuan rumah. Kebetulan tuan rumah akan mengadakan acara haul keluarga, sehingga suasana rumah banyak ibu2 yang sedang memasak di dapur. Ditambah lingkungannya pesantren, begitulah suasana yang dapat dibayangkan.

Hujan yang sempat reda, kembali turun dengan lebatnya. Di kala suasana yang cukup dingin itu, kami gunakan untuk mempersiapkan alat2 pancing. Menata joran, memilih mata kail, membuat kail cadangan, memasang pelampung dan lain sebagainya. Setelah hujan reda dan waktu shalat dzuhur tiba, kami berjamaah di mushola terdekat. Selepas itu, langsung menuju tempat tujuan, balong!

Strike incaran kami adalah ikan bayong. Konon, ikan bayong di sana terkenal cukup besar-besar dan sangat sulit untuk dipancing. Seolah ikan tersebut sudah sangat hafal dengan kail pancing. Hanya keberuntunganlah yang menentukan, sedang berpihak atau tidak.

Ikan bayong ini termasuk hama bagi para petani. Itulah sebabnya para pemancing ikan ini dipersilakan oleh pemilik kolam/balong. Mereka akan merasa senang jika hama tersebut diburu dan dibasmi.

***

Awalnya nyari anjungan tunai mandiri (ATM) di sekitar pasar malingping, tapi tak ditemukan. Hingga, di salah satu indoma** terdapat papan nama bertuliskan ATM yang kami cari. Kami pun menepi sejenak. Beli beberapa jajanan dan minuman. Pas sudah selesai transaksi, hujan turun dengan lebatnya disertai tiupan angin yang cukup besar juga. Terpaksa kami meneduh di sana.

Setelah dirasa cukup reda, perjalanan kami dilanjut. Sekedar informasi, rombongan kami yang berangkat pagi ke Malingping itu, satu motor dan satu mobil. Adapun satu motor dan satu mobil, berangkatnya agak siang. Totalnya dua mobil dan dua motor. Lalu, ada tambahan satu motor lagi, yang baru tiba sore hari.

Satu mobil, pulang bada Isya. Adapun tiga motor, memilih untuk menginap.

***

Kalau punya keinginan, harus pakai filosofi Sangkuriang. Bekerja dengan cepat, berpikir dengan tepat, dan melakukan dengan terukur.

Lalu, Kalau ada masalah, harus seperti Kabayan. Tetap santai; rileks dan sambil mengorek telinga.

Kalau masalah disikapi dengan gerasah-gerusuh justru akan menimbulkan tindakan tak terkontrol dan akhirnya jadi masalah yang baru. So, stay cool!

Kalau diukur dengan hati, semua orang punya hati dan berbeda pula olahrasanya. Begitu juga banyak cara untuk mengekspresikannya.

Sebesar apapun masalah yang sedang dihadapi; Intinya, harus tetap dalam kontrol, agar ketika nanti terseok dari trek bisa segera kembali ke jalurnya.
___

Amir Hamzah Copyright © 2009 - 2015 | Template : Yo Koffee | Design By : Designcart | Modif By : amirisme