Acara yang satu ini seharusnya dilaksanakan tanggal 13-14 April 2014. Tetapi karena beberapa hal maka terpaksa harus diundur minggu depannya lagi. Meski adanya pengunduran waktu pelaksanaan tidak merubah sedikitpun kegiatan kami. Malahan terasa lebih ramai dan seru juga. Hal ini begitu tampak dari wajah-wajah para peserta yang mengikuti kegiatan ini.

Sabtu, 19 April 2014 barulah acara ini bisa kami laksanakan. Tema yang kami angkat ialah Rural Youth Cam "kemping muda-mudi desa" bertempat di villa Cadasari - Pandeglang. Dan ditemani beberapa kakak-kakak hebat dan luar biasa. Mereka berasal dari berbagai kampus, BSI Tangerang, UNTIRTA, STKIP Rangkasbitung, UNMA Menes, STAIKHA, dan UNSERA.

Acara yang dimulai bada shalat ashar ini pun cukup meriah, banyak sekali kegiatan yang kami lakukan, mulai dari perkenalan, game, diskusi, motivasi dan makan bareng. Di sana kami menginap satu malam dan setelah dzuhur kami pulang.
***
Anak-anak sudah tidak sabar menunggu kedatangan mobil jemputan. Dari pukul setengah satu mereka sudah menunggunya, tapi mobil itu baru tiba sekitar setengah tiga. Gara-gara terlalu lama menunggu, salah satu peserta pulang lagi ke rumahnya. Beruntung lima anak yang lain tidak terpengaruh dan tetap sabar menunggu.

Waiting Is Tiring itu memang bener..  Menunggu itu sesuatu yang membosankan, melelahkan dan sesuatu yang tidak enak. Untung sekarang jaman sudah canggih, jadi bisa ditanya sudah sampai mana dan bagaimana. Tapi meski jaman sudah canggih kalau tidak ada pulsa, atau yang di SMS tidak membalas, malah bikin penasaran dan 'keuheul' juga..

Meski mobil bak terbuka itu ukurannya kecil, tapi mampu mengangkut anak-anak yang lumayan banyak. Bahkan barang-barang juga masuk di dalamnya. Rata-rata mereka yang ikut sudah kelas X, XI bahkan ada juga yang tinggal menunggu pengumuman kelulusan (kelas XII). Mereka dari sekolah SMK Mifa Tunjung, NEFAL kubang, Mathlabul Huda Koroncong, dan SMP Rancawiru. 

Sekitar 40 menit perjalanan kami menuju tempat tujuan. Setelah tiba, kami langsung menunaikan shalat ashar berjamaah. Setelah itu langsung pembukaan dan dilanjutkan dengan perkenalan serta pembagian kelompok. Begitu tiba waktu shalat magrib, kami langsung berjamaah. Tak ketinggalan kami juga membaca surat yasin dan memohon perlindungan dari marabahaya.

Ada kultum juga, sambil menunggu waktu isya. Selesai sholat isya berjamaah, kami makan bersama dengan nasi yang sudah kami masak sebelumnya. Sebagian kakak-kakak yang lain membeli lauk-pauknya untuk menemani santap malam kami. 

Selesai makan malam, acara pertama dimulai. Yaitu berbagi cerita dari Kak Asep yang sempat ke Korea, dan Kak Fikar. Bagaimana dulu kisah dan perjalanannya ketika mengikuti keliling nusantara dengan kapal pesiar. Tak lupa Kak Fikar juga berbagi tips dan trik bagaimana meraih masa depan.

Setelah itu barulah materi Leadership Training. Video-video singkat diputar di awal, tujuannya untuk menghilangkan suasana jenuh dan bosan. Memasuki materi para peserta diminta untuk mengisi pertanyaan-pertanyaan dan berapa jumlah skor yang bisa mereka kumpulkan. Dari skor itulah kemudian dibacakan ciri-ciri beserta tipe-tipe orang yang demikian. Banyak yang tertipu dan terkecoh juga dengan tes kepemimpinan ini.

Materi Leadership Training menjadi acara terakhir kami malam itu. Kami pun istirahat dengan lelapnya, dan mulai bangun lagi ketika adzan subuh berkumandang, Setelah shalat subuh kami mempersiapkan game dan sebagian mencari sarapan untuk mengisi perut kami. Beberapa permainan game kami mainkan dan semuanya sangat seru, asyik dan tentunya sangat kaya akan nilai-nilai edukasinya.

Selesai game, kami sarapan dan dilanjutkan dengan materi FGD (Focus Group Discussion). Para peserta dibagi menjadi beberapa kelompok dan diberikan tema "bagaimana meraih kesuksesan". Dari tiap-tiap kelompok menampilkan gaya dan cara mereka masing-masing. Di selembar karton yang sudah panitia siapkan mereka menuliskan point-pointnya dengan jelas.

Sebelum penutupan, ada beberapa pesan dan kesan yang kami (selaku panita) sampaikan kepada peserta. Untuk terus rajin belajar dan meraih cita-cita yang ingin dicapai. Banyak jalan menuju Roma.. jika benar kemauannya maka pasti terbuka jalannya. demikian kata-kata mutiara itu menutup serangkaian acar Rural Youth Camp. []

Beberapa Foto Dokumentasi :









Inilah mereka, kakak-kakak yang hebat2 dan keren itu....
MEREKA adalah Kak Heni, Kak Mimin, 
Kak Syarif, Kak Zulfikar, Kak Asep dan Kak Fitri...
Semuanya hebat, hebat lho.... 
Tunggu aksi kami selanjutnya..


Dari tadi siang (17/04/14), tak sedikitpun ada tanda-tanda yang mencurigakan. Semuanya normal dan apa adanya. Tetapi kegembiraan itu muncul tatkala seusai shalat magrib. Ketika ada tamu yang datang ke rumah tiga orang. Satu laki-laki dan dua orang perempuan, laki-laki itu adalah Abah Jaya dan dua orang perempuan, yang tidak saya kenal, tetapi rasa-rasanya seperti ibu dan anak.

Ketika ucapan salam terdengar, secepat kilat saya pun langsung menuju pintu dan membukakannya. Karena yang terlihat adalah Abah Jaya, saya langsung mengajak masuk dan menawarkanya kopi. “Eh Abah Jaya.. ka leubeut bah.. ngopi..”  Tapi ke dua orang tamu itu saya hanya mengucapkan “Mangga teh.. ka leubeut…

Abah jaya langsung menemui orang tua dan mereka ngobrol bareng. Waktu itu kami (saya, adik dan kakak) sedang di depan televisi. Tak lupa karena ada tamu suaranya kami kecilkan. Disela-sela obrolan mereka, dengan berbisik-bisik saya bertanya ke adik. “Eng ari tamu anu duaan eta teh saha?...” kalau tamu yang berdua itu siapa? 

Waktu itu Haer tidak mengeluarkan jawaban satu kata pun. Tapi ia menjawab dengan sebuah tulisan di selulernya. “pang doakeun bang, kak Endus ndeuk dijodohkeun…” artinya mohon doanya bang, kak Endus mau dijodohin. Ketika membaca tulisan itu saya langsung kaget dan bercampur dengan senang.

Seketika itu juga saya ikut ngomong dan ngobrol dengan mereka. Bahkan saya berusaha meyakinkan dengan membacakan dalil untuk menegaskan kebenaran apa yang saya sampaikan. Dalil itu bersumber dari QS. An-Nuur ayat [24] : 32 yang bunyi potongan ayatnya  …… Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.

Stelah selesai ngorol kami langsung diajak untuk berangkat ke tempat mempelai perempuan. Tanpa pikir panjang kami pun langsung siap siap dan menghubungi sanak famili yang lain. Meski hanya 5 motor, itu sudah cukup. Ka Idrus, Bapak, Ibu, Ka Amsar, Abah Jaya, Ka Joharsa, Ka Saromi, Ka Idin, Sartoni, dan Haer. Teh Juha dan Jeje mau ikut tapi gak jadi karena rumah kosong.
***
Begitu tiba di rymah yang dituju, kami disambut dan langsung disuguhi kopi. Setelah Pak Rw setempat datang dan penduduk sekitar, maka obrolan serius pun langsung dimulai. Sambutan dan sekaligus menyampaikan tujuan kedatangan kami disampaikan langsung oleh Ka Didin, yang mewakili pihak keluarga.

Dari pihak keluarga perempuan, langsung diterima oleh Pak haji yang bersangkutan. Dengan tanpa basa-basi lagi maka sepakat untuk langsung menikahkan antara calon pengantin laki-laki dan pengantin perempuan (diamprokeun). Kami (khusunya saya pribadi merasa haru dan bahagia) sebab inilah yang selama ini dinanti-nanti.

Akhirnya dengan mas kawin (mahar) satu juta rupiah saudara Idrus dengan saudari Oni resmi dinikahkan dan menjadi pasangan suami dan istri. Dengan disaksikan oleh seluruh hadirin yang pada malam hari itu turut mengucapkan syukur alhamdulillah.  

Selesai akad nikah, nasi uduk yang sudah dibeli pun dibagikan dan kami yang hadir menyantapnya dengan lahap. Tapi karena waktu itu saya begitu bahagia, rasa lapar pun tak kunjung datang, meski dari sore belum makan. Tak lupa momen-momen bahagia itu saya abadikan melalui video smartphone, tapi sayang video itu hingga kini belum ada di tangan.

Selepas makan, saya harus pulang lebih awal karena mengantar salah seorang saudara yang akan berangkat bekerja. Saya pulang dan mengabarkan kabar gembira itu ke Teteh yang sedang menunggu kabar gembira tersebut. Malah katanya menyesal gak bisa ikut menyaksikan akad nikahnya.

Setelah semuanya kembali ke rumah, akhirnya kami berembuk untuk mempersiapkan perayaan dan menyediakan menu makan apa saja. Seketika itu juga, saya langsung mengambil kertas dan menuliskan keperluan barang-barang yang akan dibeli esok pagi ke Pasar Cibadak - Pandeglang. Tak lupa untuk keperluan yang lain diserahkan ke yang lain. Cukup mengabari lewat SMS malam itu juga langsung selesai.
***
Sebelum subuh sudah bangun dan siap-siap berangkat. Saya dan Ema (panggilan khusus kami untuk bapak.) langsung berangkat menuju pasar Pandeglang dengan menggunakan sepeda motor. Dan berniat unuk melaksanakan shalat subuh di Masjid Pasar Cibadak - Pandeglang saja.

Rasa dingin yang menusuk kulit tak aku hiraukan. Cukup memakai kaos dan celana panjang, bagiku sudah lebih dari cukup. Sebab rasa dingin di rumah tak sedingin tempat yang pernah aku kunjungi sewaktu di Kopeng - Salatiga. Secepat kilat kami sudah berada di pasar, dan menunaikan shalat di masjid yang ada di pasar. Karena begitu tiba di pasar kumadang iqamah baru terdengar.


Selesai shalat, kami langsung menuju ke dalam pasar dan mencari barang-barang yang kami butuhkan. Masuk dan keluar pasar, ke tempat sayuran, ikan dan bumbu kami lakukan. Semuanya baru selesai sekitar pukul 08.00 pagi. Dengan bawaan yang lumayan banyak, kami pun langsung pulang ke rumah. Ternyata begitu tiba di rumah, sudah ramai dan ibu-ibu yang membantu masak pun sudah bersedia menyambut kami di dapur.

Semua masakan, baik nasi, ikan dan kue-kue selesai setelah dzuhur. Pukul 13.30 kami bersiap-siap mengunjungi rumah mempelai wanita dengan membawa masakan yang sudah kami masak. Tak lupa, puluhan penduduk kampung Pancur beramai-ramai ikut mengantar. Di sana kami di jamu dan tak lupa pengantin laki-laki dan perempuan pun disawer.

Dan begitu juga sebaliknya, setelah magrib dari keluarga perempuan mengunjungi rumah kami. Acara sambut menyambut pun berlangsung meriah dan ramai. Tapi dari pihak perempuan tidak seramai kami, hanya satu mobil saja. Mungkin karena dadakan juga dan waktunya juga malam hari. Semoga Ka Idrus dan Teh Oni menjadi keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Amiin.[]
________________________

Ka leubeut artinya masuk ke dalam. Mangga artinya silahkan (mempersilakan)


Karena bored di rumah dan tak bisa pergi ke mana-mana juga, akhirnya saya memiliki inisiatif untuk mengajak salah seorang sahabat untuk me-refresh otak. Kami sepakat tanggal 15 April 2014 rencana itu akan direalisasikan.

Tempat yang kami tuju kala itu ialah Cilegon. Kenapa ke kota baja sih? karena kami akan menonton sebuah film laga yang paling spesial dan di tahun lalu sempat menarik minat masyarakat untuk menyaksikannya. Ya, film itu adalah The Raid Brandal 2.

Sekitar pukul 08.30 kami bertemu di terminal Tunjung dan langsung berangkat. Karena tidak ada keperluan lain, pagi itu juga kami langsung menuju Cilegon. Kami tiba di sana, sekitar pukul 10.00. Belum banyak ruko yang buka, hanya beberapa saja yang sudah. Karena melihat toko buku yang sudah buka, maka kami pun menyempatkan diri untuk berkeliling dan memilah-memilih buku.

Kala itu saya jatuh cinta dengan dua buah buku yang saya baca. Dari judulnya saja sudah menarik dan sudah gatal ingin membuka sampul plastik dan membacanya. Tapi keinginan itu akhirnya terwujud setelah saya putuskan untuk menukarnya dengan lembaran rupiah yang saya bawa. Buku yang satu terkait keagamaan dan satu lagi sejenis novel.

Dua buah buku itu sangat istimewa dan luar biasa meng-inspirasi. Untuk judul dan pengarangnya mohon maaf tidak saya tuliskan disini, sebab nanti akan saya tulis di segmen yang lain, dan tentunya tulisan tersebut akan saya beri label khusus (di blog ini) dengan label resensi buku.

Setelah kami anggap cukup mengelilingi toko buku tersebut, akhirnya kami pun memutuskan untuk keluar. Ketika kami melihat ke depan, tampak dari kejauhan tulisan XXI yang tersusun oleh lampu merah dan biru itu sudah dibuka. Seketika itu pula kami langsung memesan tiket. Karena film itu dimulai sekitar 12.15, maka kami putuskan untuk menunaikan kewajiban kami.

Kami shalat di sebuah ruangan yang kecil dan sangat sempit. Sebab ukuran tempat ibadah bagi mayoritas dan terbesar di negeri ini seharusnya lebih diutamakan. Tetapi kenyataannya tidak demikian dan sangat ter-marginal-kan. Dari ukuran gedung yang sebegitu besar, dan banyak pemeluk islam, masak untuk tempat ibadah nya sekecil itu?

Selesai dan sholat dzuhur, kami langsung masuk dan mencari tempat duduk yang sudah tertera di tiket kami. Ketika di dalam, rasanya capek dan luar biasa seru nya. Bahkan penonton yang di belakang kami teriak-teriak histeris ketika melihat adegan yang luar biasa sadis dan pukulan yang bertubi-tubi. Saya sarankan bagi yang tidak biasa melihat darah dan adu pukul (laga) jangan nonton film ini.

Film yang dibintangi oleh Iko Uwais yang berperan sebagai Rama. Ia menuntut balas atas kematian kakaknya. Tetapi ketika ia masuk ke dalam organisasi Gengster ini ia terjebak dan harus berpura-pura menjadi anak buah kepercayaan. Demi tugas ini, Rama harus rela berpisah dengan keluarga dan anak-istri tercinta nya.

Dari sinilah semuanya dimulai dan pertarungan-pertarungan yang sengit dan mendebarkan dimulai. Percikan darah dan aksi-aksi yang menghebohkan pun tersaji dengan sempurna di film yang berdurasi 148 menit ini. Untuk info lebih lanjut silakan baca gambar disebelah!

Sekitar pukul 14.30 kami keluar dan langsung pulang. Karena Waktu ashar sudah tiba, maka kami sempatkan untuk mampir di Masjid Alun-alun Kota serang. Masjid yang begitu megah dan memiliki tiang-tiang yang kokoh dan unik. Bentuk bawah tiang seperti buah labu, terutama tiang yang menjadi sebagai tiang utama. Tak ketinggalan juga menara masjid yang begitu unik. Sempat mengabadikan dengan kamera, tetapi entah kemana foto yang satu itu.

Karena seharian belum makan, sebelum meninggalkan masjid kami pun makan ketoprak dulu. Sinar matahari yang bersinar kala itu begitu trik tetapi tidak begitu panas menemani kami menyantap ketoprak yang lumayan pedas. Selesai makan kami langsung cabut dan meninggalkan kota serang untuk menuju rumah masing-masing. []




Tanggal 09 April memang merupakan tanggal yang mencemaskan. Terutama bagi politikus partai dan yang mencalonkan diri sebagai calon DPRD Pusat, DPRD Provinsi, DPR Kabupaten dan DPD Wilayah. (kalau tidak salah). Ada empat warna yang digunakan, warna kuning, biru, hijau dan merah.

Waktu itu saya diminta oleh salah satu parpol untuk menjadi saksi. Itu pun dadakan, kira-kia sore hari sebelum magrib yang bersangkutan datang ke rumah dan memberikan surat rekomendasi untuk menjadi saksi partai. Dengan sedikit arahan saya pun menyetujuinya. Alasannya sih sebenarnya sederhana, daripada gak punya kegitan mendingan nyari kesibukan.

Saya dapat tugas di Tempat Pemungutan Suara  (TPS) 7. Dan letaknya itu di sekolah dasar (SD) tempat di mana saya sekolah dulu. Kebetulan yang menjadi ketua dan sekaligus pelaksana TPS itu guru MTs saya juga. Sehingga kurang lebih tanggal 09 April itu menjadi ajang temu kangen, hehehehhhe.

Meski letaknya lumayan jauh, tetapi semua pelaksana di TPS 7 saya kenal semua. Sebab ketika Sekolah Dasar dulu banyak sekali kenalan dan teman-teman dari kampung lain, sehingga kalau ada yang tidak kenal pasti nanya ke mereka. Apalagi kalau nama bapaknya, pasti kenal semua, meski satu kelas jumlahnya bisa lebih dari 30 orang.

Kembali ke masalah pemilu 2014. Karena sistem yang digunakan itu berbeda maka sosialisasi itu sangat penting. Tetapi tidak semua calon yang terdaftar melakukan hal yang demikian terhadap masyarakat, terutama kepada lansia. Efek buruknya yaitu jumlah suara golput itu membludak dan bahkan bisa dikatakan 70% suara itu dari seluruh TPS golput.

Golput bukan karena enggan memilih calon yang tidak sesuai dengan pilihan, tetapi disebabkan karena ketidaktahuan mereka bagaimana tatacara memilih (mencoblos). Tak hanya itu, bagi sebagian orang yang merasa anti dengan partai tentu tidak datang ke TPS. Bagitu juga, bagi mereka yang sibuk bekerja di Ibu Kota. Daripada pulang mendingan lembur, lumayan bisa dapat tambahan.

Itu sekelumit penyebab golput pada pemilihan umum 2014 menurut analisis saya. Tak hanya fenomena golput, tetapi fenomena "serangan fajar" juga begitu nampak. Alhamduliah meski ada serangan fajar, saya menolak dengan halus, dan saya katakan "sudah ungannya buat pan jenengan saja..." Sebab dalam keyakinan saya "penyuap dan yang disuap tempatnya neraka".

Tetapi setelah saya cari tahu terkait redaksi hadits tersebut ternyata tidak ada, Bahkan yang lebih mahsyur (terkenal) ialah "la'anaAllahu.." Allah melaknat. "Allah melaknat penyuap dan yang disuap". Karena penasaran, saya pun menyempatkan diri untuk berkirim pesan ke salah satu Ustadz yang sempat mengajar ketika di pesantren dulu. Jawaban yang beliau berikan itu sama. Hadits yang mahsyur itu hanya sebatas "Allah melaknat penyuap dan yang disuap".

Mungkin maksud hadits dhaif yang mengatakan "penyuap dan yang disuap tempatnya neraka" yaitu bertujuan untuk membentengi seseorang, sehingga menghindari perbuatan suap-menyuap. Terbukti meski sudah banyak yang tahu terkait hadits yang dhaif ini nyatanya banyak orang yang seolah-olah tidak takut akan api neraka. Naudzubillahi min dzalik.. 
###
Sekitar pukul 07.00 saya sudah berada di TPS dan langsung mengikuti upacara pembukaan dan sekaligus pengecekan jumlah surat suara, kotak suara dan jumlah pemilih yang ada di TPS 7. Setelah selesai semua, barulah para pemilih dipanggil satu persatu untuk memilih. Karena saya memilih di TPS yang lain, maka saya pun memilih pulang dan menggunakan hak pilih.

Setelah memilih dan sarapan, saya kembali ke TPS 7. sekitar tengah hari semua pemilih sudah memilih semua. Sekitar pukul 13.00 barulah penghitungan dimulai. Diprediksi sore hari akan selesai, ternyata penghitungan itu baru selesai sebelum magrib. Setelah magrib kami juga menghitung ulang dan menulis ulang jumlah suara sebagai bukti.

Selesai semua sekitar pukul 20.30. Karena dirasa sudah malam saya langsung tancap gas dan menuju rumah. Sepanjang perjalanan ternyata masih banyak TPS lain yang belum selesai menghitung, bahkan untuk memindahkan saja belum. Karena sistem dan model yang baru seperti ini tak ayal ada yang barus selesai sekitar pukul 02.00 dini hari dan bahkan esok paginya. []
 

Setelah empat hari di rumah membantu membuat kue dan mempersiapkan keperluan yang akan dibawa nantinya, Aku tak ketinggalan menyempatkan diri untuk mengunjungi tempat favorit ketika mengembala dahulu. Meski tidak lama, tetapi aku sempat mengelilingi tempat-tempat yang pernah ku jadikan wahana bermain dengan kambing-kambingku.

Rasanya kenangan itu tak bisa hilang begitu saja. Bahkan setai kali pulang, aku selalu mengunjungi hutan-hutan itu. Memang bangyak sekali perubahannya dan perbedaanya. Dulu tempat kami mengembala, kini sudah disulap menjadi kebun singkong yang luas, bahkan ada yang ditanami khusus pohon tertentu.

Sehingga tempat untuk mengembala itu sangat sulit. Alasan itulah sehingga keputusan yang diambil oleh bapak ku kala itu, untuk menjual kambing-kambingnya. Aku tidak tahu kalau kambing-kambing yang mengajarkan kami akan arti tanggungjawab dan menjaga amanat, itu sudah tiada, sebab kala itu aku sudah lama di pesantren dan tak pernah mengembala lagi.

Kadang kenangan manis itu kini hanya tinggal sebuah kenangan. Kambing-kambing yang kami keluarkan dari kandang setelah dzuhur dan pulang sekitar pukul lima sore begitu membekas. Bahkan banyak sekali pelajaran yang dapat aku ambil dari tugas ini.

Tak terasa waktu begitu cepat, esok pagi “aku akan menikah”. Tapi karena sibuk, rasanya waktu itu begitu cepat berlalu. Kue-kue sudah jadi, dan semuanya hampir sudah siap. Tinggal mempersiapkan parsel. Karena tidak ada yang bisa mendasai parsel ya terpaksa sebisanya. Alhamdulilah ada yang bisa dan akhirnya rela membantu sampai tengah malam baru beres.

Semalam aku tidak bisa tidaur, bukan karena apa-apa, tetapi gara-gara ngbrol bareng sama teman. Tidur sekitar pukul 03.00 pagi hari. Karena dirasa cukup ada waktu untuk tidur, meskipun hanya sebentar maka kesempatan itu tak aku sia-siakan. Selepas shalat subuh aku langsung mandi dan segera bersiap-siap.

Dengan pakaian yang sudah aku persiapakan dan jauh-jauh hari aku rapihkan. Kala itu aku mengenakan pakaian batik dengan motif bunga dan warna yang khas ke coklat-cokelatan. Setelah semua siap, kamipun segera masuk ke mobil dan menuju tempat tujuan.

Karena ada kesalahapahaman antar mobil yang satu dengan yang lain, akhirnya kami terpisah - pisah ketika di perjalanan. Karena semua sudah hafal tempat dan tujuan tak begitu masalah, toh begitu sampai ke tempat tujuan semuanya bareng-bareng juga.
***
Begitu tiba dan turun dari mobil kami diminta untuk menunggu disalah satu tempat. Nanti akan dijemput khusus dengan tabuhan marawis kata salah seorang pemuda yang mengatur kami. Setelah menunggu, akhirnya kami disambut keluarga mempelai perempuan disertai dengan alunan marawis pagi itu. Kami langsung menuju ke masjid dan mendengarkan sambutan dari kedua belah pihak (mempelai laki-laki dan perempuan) serta pembacaan kalam illahi. Setelah itu barulah acara inti yaitu pembacaan ijab qabul.

Hadirin begitu tegang ketika memasuki ijab qabul. Pertama dibacakan nama keuda mempelai, kemudain mau diwakilkan atau langsung oleh walinya, terus sakisi-saksi dimintai namanya. Begitu sudah lengkap, latihan redaksi yang dikehendaki wali dari perempuan, begitu sudah deal baru latihan satu kali.

Ketika dites langsung lancar, bapak penghulu pun langsung membaca syahadat dan kalimat tauhid serta sholawat disertai dengan ayat-ayat alquran terkait pernikahan. “wahai saudara Tajul arifin bin johani aku kawin dan aku nikahkan engkau dengan Sarnimah Binti Susruri dengan mas kawin emas Sembilan gram dibayar tunai…” tangan pengulu itu langsung memberikan kode. “saya terima nikah dan kawinnya kepada Sarnimah Binti Sururi dengan mas kawin emas sembilan gram dibayar tunai…” satu kali nafas.

Bagaimana saksi kata penghulu… kedua saksipun mengatakan sah!! Ucapan alhamdulilah terdengar dari hadirin dan kemudian ditutup dengan pembacaan talak talik dan pembacaan doa.tanggal itu menjadi tanggal sejarah bagi Tajul dan Sarnimah, 06 april 2014.

Amir - Tazki - Suci - Tajul - Imah - Erna - Fauzan (ki-ka)


Bis yang aku naiki dari depan Stasiun Pasar Senen melaju cepat. Hanya sekitar setengah jam saja aku sudah tiba di Stasiun Tanah Abang. Begitu tiba di Stasiun Tanah Abang, aku langsung menuju tempat pembelian tiket, tapi sayang karena masih pagi jadi belum dibuka.

Aku lihat sosok ibu, kira-kira berumur 50 tahun yang sedang menunggu tiket juga. Ibu itu tampaknya sudah menunggu dari tadi, tetapi dari raut wajahnya ibu itu tampak tenang dan sabar menunggu loker tiket itu dibuka. “Ibu ke Rangkas juga?...” tergurku singkat. “Iya dek.. Ade ke Rangkas juga?...” balik nanya.

Dari basa-basi itulah akhirnya kami saling kenalan dan ngobrol bareng. Karena sama-sama satu kereta dan sekaligus tempat duduk kami bersebelahan, maka kamipun memutuskan untuk menunggu kereta bareng. Bawaan ibu yang lumayan banyak, entah apa isi di dalamnya aku bantu bawakan. Aku tidak ingin tahu isi dalam karung putih itu.

Kami ngobrol lama dan tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 08.00. sebentar lagi kereta jurusan Rangkasbitung akan segera tiba. Sebentar lagi kami akan meninggalkan stasiun yang ramai dan tak pernah sepi dari pengguna jasa kereta api baik yang biasa maupun yang komutre line.

Pada jam-jam kerja seperti pagi ini banyak sekali orang-orang yang berlarian mengejar kereta. Hal yang seperti ini bukan pemandangan yang baru bagiku. Bagitu kemuter line berhenti, sontak para penumpang yang turun bergemuruh langsung naik dan berlarian. Dari pakaian mereka, sudah bisa ditebak, kalau mereka para karyawan kantoran.

Kereta Rangkas Jaya telah tiba. Aku dan ibu langsung masuk dan mencari tempat duduk yang sudah tertera di tiket kami. Begitu menemukan tempat duduk, aku langsung mengangkat karung putih milik ibu ke atas. Disusul dengan ransel hitam yang aku bawa. Kini kami sudah nyaman dan duduk santai di dalam kereta, untuk menikmati perjalanan menuju Stasiun Rangkasbitung.

Tak banyak yang kami lakukan ketika berada di dalam stasiun selain ngobrol dengan teman duduk. Tujuan kami sama, yaitu Rangkasbitung. Tema yang diangkat yaitu tentang kampanye partai politik, keadaan kota Jakarta beserta keruwetan nya, hingga masalah alam lingkungan yang dulu dengan yang sekarang. Maklum mereka adalah orang tua, jadi lebih mengenal dulunya seperti apa.

Sebagai pendengar yang baik, aku hanya mendengarkan dan sesekali mengomentari atau bertanya tentang apa yang belum aku ketahui. Dengan detail mereka menceritakannya sampai akupun hanya bisa mengangguk-anggukan kepala sebagai tanda paham dan mengerti. Obrolan yang ringan, tetapi berbobot. Menjadi pengetahuan dan sekaligus wawasan bagiku yang selama ini hanya tahu sekilas saja.

Tak terasa kami sudah satu jam setengah berada di kereta, sebentar lagi kereta akan tiba di Stasiun Rangkasbitung. Kami segera bersiap-siap dan tak lupa bawaan ibu aku turunkan dan aku bawa hingga menuruni kereta. Karena tujuan kami berbeda, maka kami pun berpisah begitu turun dari kereta Rangkas Jaya yang membawa kami dari Stasiun Tanah Abang pagi tadi.

Aku keluar stasiun dan langsung mencari angkot menuju terminal Mandala. Sekitar 15 menit, aku tiba di terminal. Sopir angkot mematok harga dari stasiun ke terminal dengan ongkos empat ribu rupiah. Bagiku harga segitu kemahalan, karena jaraknya lumayan dekat dan tidak terlalu memakan banyak solar atau bensin juga.

Begitu tiba di terminal, aku kabari orang rumah bahwa aku sudah tiba di Terminal Mandala. Beberapa menit aku menunggu angkot biru muda, yang bertuliskan Kadu Angung – Oteng. Itulah mobil yang saat ini aku tunggu-tunggu. Mobil itu akan membawa ku ke Terminal Tunjung Teja.

Biasanya di pertigaan jalan, sebelum Terminal Tunjung Teja, aku turun. Kalau tidak ada yang menjemput, aku biasanya menggunakan jasa ojek. Waktu itu karena dijemput, aku langsung naik jemputan dan langsung capcus menuju rumah tercinta. Sekitar 15 menit barulah aku tiba di rumah, tempat di mana aku dilahirkan.

###

Sore hari sekitar pukul 16.30 aku sudah tiba di stasiun Lempuyangan. Sambil menunggu kereta dari Surabaya aku pun menjamak-qashar shalat terlebih dahulu. Tepat di ujung stasiun Lempuyangan berdiri sebuah mushola mungil yang aku gunakan untuk menjalankan perintah agama tersebut.

Setelah menunaikan shalat, aku pun kembali ke kursi tempat dimana para penumpang menunggu kedatangan kereta yang ditunggunya. Tak butuh waktu lama, setelah aku memesan dua buah roti untuk mengganjal isi perut, kereta pun tiba. Aku berjalan mendekati rel, sambil berjalan ku masukan tangan kiri ke dalam saku celana warna hitam untuk mengambil sepotong kertas.

Pak kalau gerbong dua sebelah mana ya….” Sambil ku tunjukan tiket kereta ke petugas yang berada di sana. “Kalau yang ini sebelah sana Mas..” demikian jawabnya singkat, dan dengan sigap matanya memantau terus para calon penumpang yang berjalan di pinggir peron.

Aku berjalan menempati posisi yang ditunjukan oleh bapak tadi. Setelah kereta berhenti, ternyata gerbong yang aku naiki tepat berhenti di depanku. Setelah para penumpang dari Surabaya turun, aku langsung masuk dan mencari tempat duduk yang tertera di tiket. Alhamdulilah masih kosong, hanya ada seorang ibu yang duduk menghadap ke jendela dengan bungkusan karung kecil di bawah kakinya.

Disepanjang perjalanan kami sempatkan ngobrol. Bahkan untuk menghilangkan ke jenuhan, aku sesekali membaca buku yang sudah dipersiapkan sebelum berngkat tadi. Karena kondisi yang lumayan melelahkan, membaca buku ternyata malah membuat mata menjadi lelah dan mengantuk. Sesekali ku pandangi pepohonan yang berada di sekitar, dan beberapa rumah-rumah penduduk.

Sepanjang perjalanan, tak banyak yang bisa aku lakukan, selain membaca dan menikmati dua roti yang ku beli di stasiun Lempuyangan. Ketika waktu malam tiba, ku gunakan untuk beristirahat meski tidur dengan hanya duduk dan bersandar ke kursi kereta. Inilah fasilitas yang ada di kereta, dan menurutku sudah lebih cari cukup nyaman. Ketimbang naik bis yang serba terbatas dan membosankan.

***

Sekitar pukul 02.15 dini hari kereta tiba di Stasiun Pasar Senen - Jakarta. Karena belum ada kendaraan, maka ku putuskan untuk menunggu hingga pagi hari. Setelah lama menunggu, akhirnya aku putuskan untuk jalan-jalan diluar stasiun Pasar Senen saja. Tempat yang pertama aku kunjungi ialah tempat cemilan. Di toko yang buka 24 jam itu aku membeli sebotol minuman dan camilan (kripik) dari bahan dasar singkong.

Setelah mencari tempat yang strategis untuk duduk, akhirnya ku buka bungkusan itu dan ku nikmati sambil mengamati kendaraan yang melintas pada malam hari di kota Jakarta. Jalan peremaptan itu rasanya tak pernah sepi, dan di ujung jalan sana tampak ada seorang manusia yang dengan nyenyak tidur pulas tanpa terganggu dengan suara bising kendaraan.

Setelah beberapa lama, tiba-tiba ada bapak-bapak yang menunggu kendaraan. Katanya mau berangkat kerja. Setelah ku tanya-tanya dan kami ngbrol bareng ternyata bapak tadi adalah supir pribadi, dan majikannya ialah orang korea. Bapak itu berasal dari jawa tengah dan punya anak yang kerja di mall, paparnya.

Ini sama bos diminta mengantarkan ke tempat biasa main golf. Jawaban itu yang keluar dari pengakuan bapak setengah baya. Kalau tidak dipancing-pancing pasti banyak diam dan terkesan hambar obrolan kami. SBY juga sering main golfnya di sana dek, bahkan kalo yang mahal-mahal hari minggu rame, tapi kalo yang murah sepi.

Biasanya sekali main berapa duit pak..?” tanyaku penasaran. “Ya tergantung dek… soalnya si Bos bisa maen sama teman-temannya. Paling kalau selesai main si bos bayar kadang 10 juta, 15 bahkan 25 juta.” Paparnya sambil menghisap rokok yang diapit jarinya sejak tadi.

Setelah beberapa lama ngobrol, Bapak tadi bergegas berdiri “Maaf ya dek, angkutan saya sudah ada…” ucap bapak itu singkat, dengan sigap tangannya mengambil tas lusuh yang ia letakkan di bawah kaki kirinya. Demikian pertemuan kami dini hari.

Kini aku duduk sendirian, hanya suara kendaraan yang menemani ku duduk di depan gedung dua lantai yang menjual berbagai macam piala. Dari pagar besi tepat aku duduk terlihat jelas piala-piala itu berjejer di dalam took. Dari dsain dan bentuknya pasti harganya mahal. Semua rasa penasaran ku terhadap toko itu buyar, ketika suara lantunan ayat suci alquran begitu jelas terdengar dari masjid di seberang jalan,

Aku pun bergegas mempersiapkan diri untuk melaksanakan shalat subuh. Setelah shalat subuh berjamaah, akupun melanjutkan perjalanan menuju Stasiun Tanah Abang.



Kalau saya runtut dari awal, maka Mas Andi adalah orang yang tepat saya jadikan sebagai halaman pertama dalam kisah hidup ini. Dari Mas Andi Noor inilah saya mengenal sedikit demi sedikit terkait kawah condrodimuko yang saya cari-cari ketika pertama kali menginjakkan kaki di kota gudeng ini, tepatnya tahun 2009 silam.

Dari Mas Andi inilah kisah ini dimulai. Pria asal Magelang ini begitu unik dan sangat santai dan uenak banget untuk diajak ngobrol, penuh humor dan pokoknya ueenak tenan. Begitulah image saya kali pertama ngobrol dengan beliau kala menumpang di Takmir Ulil Albab.

Mas Andi itu alumni Pondok Ngruki, Solo. Ait... jangan salah sangka dulu, gak semuanya alumni pondok Ngruki sama dengan yang image aliran keras atau bom jihad dan seterusnya. Mas Andi juga nyantri di kawah condrodimuko dan kuliah di FTI UII dengan mengambil jurusan teknik informatika.

Meski kuliah di jurusan IT, rasa-rasanya passion beliau lebih kepada wirausaha. Terbukti dengan hasil usahanya yang saat ini digelutinya. Mas Andi pernah jualan kripik, buah, boneka, yogurt, rental mobil dan kini usaha rumah makan ayam jebred. Memulai usaha itu butuh keberaian dan tidak asal-asalan. Malah minimal harus 5 tahun, untuk menggeluti usaha apapun yang dijalani.

Sebab kalau hanya baru satu atau dua tahun itu kurang kena dan terkesan mencla-mencle... gagal dalam berbisnis itu wajar, dan dari kegagalan itu ada hikmah yang bisa diambil. Bisa jadi, kegagalan itu datangnya dari dalam diri sendiri atau dari faktor yang lain.

Dosa dalam bisnis itu ialah stagnan. Karena stagnan itu dosa maka harus bertaubat (fokus ke bisnis). Sebagaimana yang pernah Mas Andi alami. Salah satu cara untuk bertaubat dalam bisnis adalah bangkit, dan alhamdulilah pada  tahun pertama dengan usaha mobil rentalnya Mas Andi bisa bangkit.

Pada tahun kedua, Mas Andi mencoba untuk survive dan akhirnya berhasil. Di tahun yang ketiga, Mas Andi kini memulai dengan mengembangkan usaha dengan membuka jasa belajar nyetir (montir).

Tak hanya satu bisnis, kini dua bisnis dijalani sekaligus. Ya rumah makan dengan mengangkat momen piala dunia, Mas Andi memberi nama warung makannya dengan nama Ayam Jebred. Logo ayam berwarna merah dan dipadukan dengan warna bola yang berwarna kuning menjadi logo pembeda diantara rumah makan yang ada di Jogja.

Kemarin baru saja dibuka, dan selama tiga hari (dari tanggal 31 Maret sampai 02 April 2014) masih masa promosi. Makan di sana gratis dan boleh mengambil sendiri. Ayo yang pengan gratisan bisa langsung ke TKP di jalan selokan mataram, sebelah timur SWIFT. Dijamin gak nyesel dan puas. Setelah waktu promosi selesai, harga normal yang ditawarkan yaitu nasi ayam  Rp 6.500,- dan es teh dengan gelas jumbo Rp.1.500,-

Ayo kunjungi segera dan selagi gratis cepetan kesini....

Amir Hamzah Copyright © 2009 - 2015 | Template : Yo Koffee | Design By : Designcart | Modif By : amirisme