Bis yang aku naiki dari depan Stasiun Pasar Senen melaju cepat. Hanya sekitar setengah jam saja aku sudah tiba di Stasiun Tanah Abang. Begitu tiba di Stasiun Tanah Abang, aku langsung menuju tempat pembelian tiket, tapi sayang karena masih pagi jadi belum dibuka.

Aku lihat sosok ibu, kira-kira berumur 50 tahun yang sedang menunggu tiket juga. Ibu itu tampaknya sudah menunggu dari tadi, tetapi dari raut wajahnya ibu itu tampak tenang dan sabar menunggu loker tiket itu dibuka. “Ibu ke Rangkas juga?...” tergurku singkat. “Iya dek.. Ade ke Rangkas juga?...” balik nanya.

Dari basa-basi itulah akhirnya kami saling kenalan dan ngobrol bareng. Karena sama-sama satu kereta dan sekaligus tempat duduk kami bersebelahan, maka kamipun memutuskan untuk menunggu kereta bareng. Bawaan ibu yang lumayan banyak, entah apa isi di dalamnya aku bantu bawakan. Aku tidak ingin tahu isi dalam karung putih itu.

Kami ngobrol lama dan tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 08.00. sebentar lagi kereta jurusan Rangkasbitung akan segera tiba. Sebentar lagi kami akan meninggalkan stasiun yang ramai dan tak pernah sepi dari pengguna jasa kereta api baik yang biasa maupun yang komutre line.

Pada jam-jam kerja seperti pagi ini banyak sekali orang-orang yang berlarian mengejar kereta. Hal yang seperti ini bukan pemandangan yang baru bagiku. Bagitu kemuter line berhenti, sontak para penumpang yang turun bergemuruh langsung naik dan berlarian. Dari pakaian mereka, sudah bisa ditebak, kalau mereka para karyawan kantoran.

Kereta Rangkas Jaya telah tiba. Aku dan ibu langsung masuk dan mencari tempat duduk yang sudah tertera di tiket kami. Begitu menemukan tempat duduk, aku langsung mengangkat karung putih milik ibu ke atas. Disusul dengan ransel hitam yang aku bawa. Kini kami sudah nyaman dan duduk santai di dalam kereta, untuk menikmati perjalanan menuju Stasiun Rangkasbitung.

Tak banyak yang kami lakukan ketika berada di dalam stasiun selain ngobrol dengan teman duduk. Tujuan kami sama, yaitu Rangkasbitung. Tema yang diangkat yaitu tentang kampanye partai politik, keadaan kota Jakarta beserta keruwetan nya, hingga masalah alam lingkungan yang dulu dengan yang sekarang. Maklum mereka adalah orang tua, jadi lebih mengenal dulunya seperti apa.

Sebagai pendengar yang baik, aku hanya mendengarkan dan sesekali mengomentari atau bertanya tentang apa yang belum aku ketahui. Dengan detail mereka menceritakannya sampai akupun hanya bisa mengangguk-anggukan kepala sebagai tanda paham dan mengerti. Obrolan yang ringan, tetapi berbobot. Menjadi pengetahuan dan sekaligus wawasan bagiku yang selama ini hanya tahu sekilas saja.

Tak terasa kami sudah satu jam setengah berada di kereta, sebentar lagi kereta akan tiba di Stasiun Rangkasbitung. Kami segera bersiap-siap dan tak lupa bawaan ibu aku turunkan dan aku bawa hingga menuruni kereta. Karena tujuan kami berbeda, maka kami pun berpisah begitu turun dari kereta Rangkas Jaya yang membawa kami dari Stasiun Tanah Abang pagi tadi.

Aku keluar stasiun dan langsung mencari angkot menuju terminal Mandala. Sekitar 15 menit, aku tiba di terminal. Sopir angkot mematok harga dari stasiun ke terminal dengan ongkos empat ribu rupiah. Bagiku harga segitu kemahalan, karena jaraknya lumayan dekat dan tidak terlalu memakan banyak solar atau bensin juga.

Begitu tiba di terminal, aku kabari orang rumah bahwa aku sudah tiba di Terminal Mandala. Beberapa menit aku menunggu angkot biru muda, yang bertuliskan Kadu Angung – Oteng. Itulah mobil yang saat ini aku tunggu-tunggu. Mobil itu akan membawa ku ke Terminal Tunjung Teja.

Biasanya di pertigaan jalan, sebelum Terminal Tunjung Teja, aku turun. Kalau tidak ada yang menjemput, aku biasanya menggunakan jasa ojek. Waktu itu karena dijemput, aku langsung naik jemputan dan langsung capcus menuju rumah tercinta. Sekitar 15 menit barulah aku tiba di rumah, tempat di mana aku dilahirkan.

###

--------------------

4 komentar:

  1. Semoga Ijab Kabulnya bisa Lancar ya mas, Minggu Depan Insya Allah saya juga akan melangsungkan Pernikahan...

    BalasHapus
  2. waahh ada Rangkasnya :) etjiiiehhh

    BalasHapus
  3. hahahahh.. Stasiun Rangkas itu saksi sejarah dan boleh dibilang saksi bisu.. banyak kenangan semuanya berawal dari Stasiun Rangkas...

    BalasHapus

Terima kasih sudah mampir di blog sederhana ini. Jangan lupa, biar cakep dan cantik silakan ninggalin satu atau dua patah kata. Apa pun komennya boleh, yang penting sopan dan tdk promosi.

Amir Hamzah Copyright © 2009 - 2015 | Template : Yo Koffee | Design By : Designcart | Modif By : amirisme