Malam yang dingin, disertai dengan gemercik gerimis membersamai acara ngobrol bareng (ngobar) kami di Matto. Tepat pukul 21.00 kami memulai diskusi, tak lupa secangkir kopi panas dan snack, melengkapi suasana hangat malam itu bersama dengan ‘SINGO’ (santri rong ewu songo) yang berjumlah sepuluh orang.

Jauh jauh hari sebelum acara pernikahan Samsul Zakaria, kami selaku sahabat dan sekaligus teman satu asrama, satu angkatan dan sekaligus satu asrama di Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia (PONPES UII) sudah menyusun satu rencana. Mulai dari akomodasi perjalanan, kado, dan bahkan sampai mobil serta harganya; semua sudah kami perhitungkan matang-matang. Intinya ada beberapa bahasan yang kami rampungkan, dari yang biasa hingga yang detail sekalipun.

Sehingga ditentukanlah satu itu orang kena berapa rupiah yang harus dikeluarkan (iuran atau patungan tepatnya). Setelah sepakat maka kami membahas masalah yang kedua, yaitu kado apa yang pas untuk hadiah pernikahan sahabat kami yang satu ini. Karena semuanya memiliki ide dan bagus, maka kami pun kebingungan. Karena tidak ditemukan kata sepakat, akhirnya kami membuat sebuah undian.

Undiannya begini, kami menghitung sesuai urutan duduk dari sebelah kanan duluan, lalu nomor tadi dituliskan di kertas. Nanti, jika nomer undiannya keluar, maka ia berhak membelikan hadiah tersebut. Tetapi ada dua syarat yang harus ia terima, pertama hadiahnya boleh apapun terserah, apapun itu intinya dibebaskan kepada yang bersangkutan dengan budget dari hasil iuran tadi. Kedua teman-teman yang lain tidak boleh tahu akan hadiah/kado tersebut, hingga yang bersangkutan membukanya.

Setelah dikocok, maka keluarlah nomer undian 4, teman kami, Ady Guswadi yang dapat nomer undian tersebut. Akhirnya bahasan untuk hadiah pun selesai. Pindah ke bahasan yang ketiga ialah bahasan kendaraan. Dengan pertimbangan dan beberapa survey yang dilakukan maka ada dua rekomendasi tempat rental yang bisa diambil. Tetapi harus menunggu konfirmasi tujuh hari sebelum keberngkatan.

Tempat yang kami tuju ialah Jawa Tengah, lebih tepatnya ialah kota Banjarnegara. Kira-kira perjalanan yang kami tempuh dari Jogja dengan rute Candi Borobudur sekitar 4 sampai 5 jam, tapi jika lewat Temanggung bisa lebih lama.  Ketika hari H, kami mengambil rute yang terdekat, tetapi ketika pulang kami menggunakan jalan yang lain.

Perjalanan yang cukup melelahkan dan membosankan, sehingga harus molor dan tida sesuai dengan harapan. Kami tidak sempat untuk menyaksikan akad nikhnya Samsul, dan kami juga tiba sekitar pukul 10.00, sedangkan akad sekitar 30 menit yang lalu.

Kami tiba ketika acara khutbah nikah dan prosesi sambutan dari pihak mempelai laki-laki, serta dari pihak mempelai perempuan. Pihak Samsul diwakili oleh Bapak Nur Wahid (Mas Nur) sedangkan dari pihak Melan, yaitu dr. Udin Ali Ahmad (Pamannya).

Ada pesan yang menarik disampaikan oleh dr. Udin Ali Ahmad selaku perwakilan mempelai perempuan dan sekaigus dosen di fakultas kedokteran Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Papar beliau, kata "CINTA" adalah sebuah singkatan, pertama ialah huruf C. Cepat datang kalau dipanggil. Kalau kita cinta, maka ketika sang pujaan ini memanggil maka ia akan cepat menyahut dan datang secepat mungkin.

Kedua, huruf I yaitu Ingat selalu padanya, wajah dan semua yang menggambarkan tentang dirinya selalu ada dan menari-nari di atas kepala. Rasanya tak bisa lepas dari memikirkan sang pujaan hati.

Ketiga, huruf N yaitu Nikmat kalau bertemu, tidak ada yang paling mengesankan dan membahagiakan, selain moment untuk bertemu. Rasanya dunia ini hanya milik berdua, dan yang lain seperti numpang. hahaha

Keempat, huruf T yaitu Tetap setia padanya, jika memang kita cinta, dan betul-betul mencintainya maka harus setai dengan pasangan. Kalau meminjam perkataannya pak Mario tegus “setia pada pasangan itu hanya dapat dilakukan oleh orang yang pribadinya sangat luar biasa..”

Kelima, Huruf A yaitu Apa saja untuknya, jika sudah cinta segalanya hanya untuk dia seorang. Bahkan nyawapun tidak segan untuk ia korbankan demi seseorang yang sangat ia cintai. Tetapi, Cinta yang hakiki ialah cinta kepada Illahi rabbi.

Gimana, sudah pahamkan ya? Tinggal dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari, tidak mesti untuk lawan jenis, tetapi digunakan kepada sanak-saudara juga malah lebih sesuai. Allahu'alam.[]

Dua hari sebelum acara berlangsung, saya diajak oleh teman satu angkatan dan sekaligus satu jurusan juga. Saya diajak untuk menjadi salah satu panitia acara DPPM UII yaitu MONEV (monitoring dan evaluasi) DIKTI 2013. Awalnya saya merasa blank dengan acara tersebut, sebab tidak sempat diberitahukan kegiatan acara tersebut secara rinci.

Dengan bermodalkan pengalaman sebelum-sebelumnya, saya menyanggupi ajakan tersebut. Pokoknya gak sampe kepikiran yang gimana-gimana waktu itu. Tetapi begitu tahu tugas saya adalah menemani dan membersamai salah seorang profesor dari DIKTI dan seluruh peserta yang hadir adalah para dosen plus peneliti, waktu itu nyali saya hampir saja menciut.

Tetapi dengan modal pede dan berpikir positif akhirnya saya memutuskan untuk tetap tenang, santai dan rileks. Ini adalah kesempatan, jadi sayang kalau disia-siakan. Jangankan sekelas profesor, setingkat presiden pun saya gak akan menolak tawaran ini. Saya akan menjawab why not.. kalau ditawari untuk jadi panitia lagi.

Bahkan saya merasa senang dan senyum-senyum sendiri, kala ada dosen yang sempat menyangka jika saya pegawai DIKTI. “maaf mas, acara ini sampai berapa hari..? masnya dari DIKTI ya..?” Mendapati pertanyaan itu, sebagai panitia saya jawab langsung dan kemudian saya klarifikasi. “Maaf ibu, saya masih mahasiwa UII dan hanya jadi panitia disini”. Dalam hati saya mengamininya semoga bisa jadi kenyataan.

Acara ini tak jauh berbeda dengan program kepemanduan yang seirng saya lakukan. Jadi semuanya saya nikmati dan se-enjoy mungkin berada di dalam acara tersebut. Hanya saja yang membedakannya yaitu level dan tingkatannya. Kalau biasanya mahasiswa, tapi kali ini derajatnya lebih tinggi, yaitu setingkat dosen yang sudah bergelar s2 dan s3, bahkan sudah profesor.

Biasanya yang saya pandu ialah mahasiswa baru atau mahasiswa smester dua dan tiga, bahkan sampai smester 6 (khusus mahasiswa pra KKN). Para peserta yang ikut acara sudah menerima hibah dari DIKTI dan ini bisa dikatakan sebagai laporan penelitian mereka. Kebetulan, selama dua hari ini (11-12/Nov/2013) saya ditugasi untuk membersamai Prof. Ir. Totok Agung Dwi Haryanto, MP, PhD. (silakan klik siapakah beliau sesungguhnya? DISINI dan DISINI atau DISINI)

Ini kesempatan yang luar biasa dan sekligus menjadi pengalaman yang begitu istimewa bagi saya, sebab tidak semua orang mendapatkan kesempatan seperti ini. Alangkah senang dan bahagianya pokoknya. Jarang-jarang lho bisa duduk bareng dan ngobrol – ngobrol dengan professor langsung, seolah tanpa ada skat seperti ngobrol dengan teman ngobrol saja.

Bertemu dengan seorang profesor bagi saya sangat luar biasa, apalagi bisa mengabadikan moment itu dengan jepretan kamera. Tapi sayang, selama dua hari itu tidak ada waktu yang tepat untuk bisa mengabadikannya, ditambah lagi tidak ada kamera yang bisa digunakan. Salahsatu hal yang begitu istimewa menurut saya yiatu dapat bertemu dengan orang besar. Salah satunya ialah Profesor yang satu ini.

Sekilas dari gaya dan penampilan beliau terkesan biasa, dan sederhana. Tetapi ketika melihat prestasinya tak henti-henti saya berdecak kagu kepada beliau. Tak hanya itu, ditambah lagi dengan hadirnya para peneliti sekaligus dosen yang semuanya juga luar biasa. Ide-ide penelitiannya patut diperhitungkan, sehingga wajar didanai oleh DIKTI.

Adapun skema penelitian dosen-dosen yang di MONEV diantaranya: Unggulan Perguruan Tinggi, Disertasi Doktor, Strategis Nasional, Hibah Kompetensi, Hibah Pascasarjana, Hibah Bersaing, Fundamental, dan Dosen Pemula. Adapun jumlah keseluruhan ialah 122 orang, berasal dari Universitas Swasta yang ada di Jogja dan Jawa Tengah. Sedangkan untuk reviewer-nya yaitu Prof. Totok dari UNSOED dan Prof. Haryono dari UNNES.

Karena acara ini berlangsung dua hari, maka tugas kedua profesor tersebut me-reviw hasil penelitian pada dosen, sudah sampai tahap mana, apa saja yang sudah dilakukan dan banyak lagi pertanyaan yang lain. Jatah tiap profesor, selama satu hari yaitu sekitar 30 dosen dan hari yang kedua pun sama. Adapun untuk jatah waktu, tiap dosen diberikan waktu presentasi dan Tanya jawab maksimal 20 menit.  

Saya bersyukur bisa bertemu dengan Prof. Totok, orang hebat dan masuk kedalam 104 Inovator terbaik Indonesia. Pepatah mengatakan “kalau kita berteman dengan pedagang minyak wangi pasti ketularan wanginya….” Kalau tinggal disekeliling profesor, dosen, peneliti dan pokoknya  orang-orang hebatlah semoga ketularan pintarnya. Syukur-syukur bisa menjadi seperti mereka. Amiin []


Selepas nonton pertandingan liga champions antara Real Madrid vs Juventus, (06/11/13) kami tidak beranjak dari depan televisi. Sehingga ada tayangan  dari channel TV swasta yang menyuguhkan sesuatu yang begitu spesial dan sangat berharga bagi kami (para cowok) khususnya. Khazanah, ya itulah nama acara tersebut, kali ini tema yang disampaikan ialah tentang suami idaman.

Mendengar dan menyaksikan hal tersebut, lantas kami semakin bersemangat dan tertarik untuk bisa menontonnya hingga selesai. Dengan penuh antusias dan semangat kami memperhatikan tayangan tersebut tanpa ada yang terlewatkan sedikit pun.

Ada beberapa hal yang saya dapatkan dari acara ini, pertama. Suami yang ideal adalah yang mampu memberikan kebahagiaan. Kebahagiaan ini tidak hanya untuk urusan dunia saja, melainkan akhirat juga. Sebab ketentraman hidup tidak hanya ditopang oleh materi saja, tetapi spiritual juga sangat dibutuhkan. Sehingga keduanya harus dan wajib ada pada diri seorang suami idaman.

Sering kali para wanita tertipu dengan kekayaan dunia semata, sehingga tidak memperhatikan aspek spiritual sang lelaki tersebut, sehingga pada akhirnya ada “kekosongan jiwa”. Inilah yang saat ini kebanyakan terjadi, secara materi mereka berkecukupan tetapi sejatinya mereka mengalami kegundahan atau tidak merasa bahagia dan tentram.

Banyak sekali di sosial media yang menuliskan “bahagia itu sederhana…”. Sejujurnya saya tidak tahu konsep yang mereka maksudkan, tetapi dari kalimat tersebut saya bisa menarik garis merahnya. Ya bahagia itu sangat mudah dan simpel, tetapi sebagai manusia yang tidak pernah merasa puas dan cukup kemudahan dan sesuatu yang simpel itu menjadi sangat sulit dan runyam.

Bahagia itu tetap bisa tidur nyenyak meski harga barang-barang naik. Bahagia itu adem ayem dan rukun bersama anak, dan isteri. Bahagia itu.. jika semua badan sehat, jasmani maupun rohani. Bahagia itu tetap sabar dan selalu berpikir jauh kedepan. Dan buah dari ini semua ialah merasa cukup dengan apa yang sudah allah berikan dan mensyukuri apa yang sudah dimiliki.

Kedua, suami yang baik adalah suami yang baik terhadap istrinya. Saling menghormati dan menyayangi dalam hubungan antar suami dan istri sangat dianjurkan. Tujuannya ialah supaya tercipta hubungan yang harmonis dan saling memahami sifat maupun sikap antar keduanya. Sehingga dengan demikian akan tercipta hubungan yang ideal.

Jika berbicara kebaikan suami, maka kembali kepada kedewasaan suami itu sendiri. Jika suami sudah betul-betul dewasa tentu akan labih bisa mengontrol semua emosi yang ada pada dirinya. Semua manusia dianugerahi dengan siifat marah, tetapi bagaimana mengolah atau menjaga kemarahan itu hanya bisa dilakukan oleh orang yang sudah betul-betul dewasa.

Dalam keluarga tentu konflik-konflik yang kecil itu pasti ada. Saya kira itu sangat wajar dan siapapun pasti akan mengalaminya. Disinilah sebetulnya ujian itu. Keburukan dan kejelekan antar keduanya akan terbongkar secara blak-blakan. Sifat asli suami dan istri akan mencuat ke permukaan.

Sebesar dan sesulit apapun masalah itu, pasti ada jalan keluarnya. Kuncinya ialah bagaimana mencari sisi baiknya. Jika masalah sudah betul-betul memuncak dan sangat sulit diredakan, maka kembalilah pada masa lalu, ketika waktu itu memutuskan untuk menikah maka harus disertai dengan keputusan untuk menerima dia dengan apa adanya, termasuk kekurangan yang ada dalam dirinya.

Mencintai istri sama halnya mencintai diri sendiri, jaga dan rawatlah dengan sebaik-baiknya, jangan pernah menyakiti hati apalagi fisiknya. Berikan kasih sayang terbaik kita (sebagai seorang suami) kepada istri tercinta. Berikan keyakinan padanya, bahwa ia tidak salah dan tidak kecewa karena sudah memiliki suami terbaik seperti anda.

Ketiga, memberikan teladan dan nafkah yag terbaik. Sudah menjadi tugas seorang suami sebagai kepala rumah tangga dan mencari nafkah bagi istri dan anak-anaknya. Peran yang sifatnya wajib ini tidak boleh diabaikan apalagi disepelekan. Sebab akibatnya bisa fatal, dan berujung kepada ‘keretakan’.

Seorang suami merupakan imam bagi istrinya, maka jadilah imam yang dapat mengarahkan, membimbing, menuntun, menasehati, dan menyadarkan makmumnya. Dengan kata lain, suami itu dituntut untuk bertu-betul perfect dalam segala hal. Sebetulnya tidak ada suami yang sempurna, tetapi ialah yang lebih menonjol dalam hal kebaikannya.

Memberikan nafkah adalah perintah Allah, jika diabaikan maka berdosa hukumnya. Bagaimanapun istri adalah bagian dari hidup (belahan jiwa) seorang suami, maka sudah menjadi kewajiban bagi suami untuk memberikan nafkah yang terbaik. Berikan nafkah lahir dan batin yang paling terbaik untuknya.

Semoga kita termasuk calon-calon suami terbaik dan mereka (istri), tidak menyesal telah memilih kita. Tunjukan bahwa kita bisa menjadi suami yang terbaik, dapat memberikan kebahagiaan yang terbaik, merawat anak-anak yang super, pendidikan yang terbaik, penjagaan yang terbaik, dan kasih sayang yang terbaik. Buatlah mereka bangga.. sampai mereka (istri) berkata dalam hatinya “aku bangga memiliki sosok suami seperti diri mu….”.

Suami ideal menurut saya dan yang ada dalam mindset saat ini ialah, ia yang penuh santun pada istri, kata-katanya lemah lembut, memanggil dengan panggilan yang disukai, menjaga perasaan istri, ikut membantu pekerjaan rumah, mengasuh dan memberikan pendidikan agama pada anak, menyayangi istri sama halnya menyayangi dirinya, selalu sabar, menyelesaikan masalah dengan kepala dingin.

Tak hanya itu, marahnya ditunjukan dengan cukup diam dan hanya sebentar, memberikan kecukupan bagi kebutuhan keluarga, meski ada tugas atau pergi keluar kota tetap menjaga kehormatan keluarga, dan yang paling penting yaitu pandai membahagiakan istri dan menghiburnya kala sedang gelisah…

Wahai istriku, bidadariku, cintaku, sayangku,…. “aku ingin mengajak dirimu masuk kedalam syurganya Allah…. Semoga kelak kita bisa bertemu di sana”. []

Rasanya gatal sudah beberapa hari tidak memposting tulisan di blog tercinta. Selain jawdal yang penuh, padat dan aktivitas yang begitu variatif sehingga saya kesulitan untuk mengambil tema dari 'perjalanan' kisah hidup ini untuk ditulis. Dengan kecewa, semua pengalaman yang berharga ini saya biarkan mengalir seperti air, biar waktu yang menjjawabnya saja, ah gimana ntar aja......

Dimulai dengan pesantrenisasi, kemudian nganter teman untuk mengurusi prosesi pernikahan dan akad nya di Banjarnegera, serta tak ketinggalan ngurusin yang satu ini, apalagi kalau bukan tugas akhir (skripsi). Selain karena gak mood dan banyak malas, ditambah lagi dengan berita duka, sehingga lengkap lah sudah perjalanan hidup saya selama beberapa hari ini.

Tak hanya itu, batin saya juga mulai goyah dan berusaha mencari cara yang jitu untuk mengobatinya.  Mulai dari mendengarkan musik SID (superman is dead), Afgan, Mak Ijah ingin naik haji (soundtrek film), dan sampe ke sholawatannya Gusdur (syiir tanpo wathan). Rasanya hati ini belum bisa tenang dan seolah masih ‘dihantui’ dengan kegundahan.

Bahkan saya sempat bertanya ke salah seorang sahabat, “dulu puasa Daud berapa lama?? Jujur dalam hati ini saya ingin mencari ketentraman dan ketenangan dengan cara berpuasa dan lebih mendekatkan diri kepada yang mahakuasa. Butuh kerja keras dan tekad yang kuat memang, tapi ini harus saya lakukan dari sekarang juga, sebab mau kapan lagi??

Di tahun yang baru ini, saya juga berniat untuk terus menambah amunisi dan lebih giat untuk terus menjalankan amalan-amalan yang wajib maupun sunah untuk dikerjakan diawal waktu. Semoga apa yang saya niatkan ini bisa terus terjaga dan menjadi amalan yang istiqamah. Al-Istiqamatu khairun min alfi al-karamah….. (istiqamah itu lebih baik dari pada seribu karamah) demikian kata Ust. Roy Purwanto.

Harapan saya juga, semoga tahun yang kemarin menjadi bahan refleksi untuk menjadi lebih baik dan terus baik selamanya. Sejatinya, orang yang baik ialah bukan orang yang tak pernah salah. Orang yang baik ialah orang yang mau terus belajar dari kesalahannya sehingga berubah menjadi lebih baik dan selamanya menjadi orang yang terbaik.

Tak lupa saya mengucapkan, mohon maaf yang tak terhingga dan dengan segala kerendahan hati ini saya menyadari dan mengakui kesalahan-kesalahan yang salama ini saya perbuat. Untuk itu saya pribadi memohon kesediaannya bagi para rekan, sahabat, teman, kakak, adik dan semua orang yang pernah saya sakiti (dengan sengaja ataupun tidak sengaja) sekali lagi saya mohon dimaafkan.

Mari kita mulai dengan lembaran baru dan hari yang baru. Tak ada dosa dan kesalahan yang mengganjal dalam hati kita. Kini kita kembali suci dan sama-sama bersih seputih gunung salju. Lembut, selembut sutera. Indah, seindah ciptaanNya yang mahaindah.

Selamat tahun baru Hijriyah yang ke 1435 kawan!! Semoga lebih konsisten, istiqamah dan diberikan kemudahan oleh Allah, serta selalu berada dijalanNya yang lurus. Amiin.[]

Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada  sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (Karena) bagi lelaki ada bagian dari apa  yang  mereka usahakan, dan bagi perempuan juga ada bagian dari yang mereka usahakan, dan bermohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. al-Nisa’ [4]: 32)

Setiap wanita memiliki daya tarik atau kelebihan masing-masing. Akan tetapi, di antara sekian banyak wanita, barangkali hanya ada segelintir wanita yang memiliki kepribadian kuat dan, lebih dari itu, ia tidaklah perlu bersengaja menebarkan pesona kepada setiap orang namun pesona itu terlihat dari tingkah laku dan tutur katanya yang penuh arti dan kecantikannya terpancar dari dalam dirinya (inner beauty). Lebih tepatnya, dalam hal ini sosok semacam itu kemudian penulis sebut sebagai wanita shalihah.

Memang pada kenyataannya, terlalu mudah bagi kita pada zaman yang serba fashionable ini untuk menjumpai wanita yang berpenampilan menarik bila dilihat dari luarnya. Ia senantiasa menebarkan pesona kepada setiap orang yang ditemuinya baik itu dengan kemolekan paras tubuhnya atau dengan kecantikan wajahnya atau dengan gaya bicaranya yang dibuat-buat. Memang banyak orang terutama lawan jenis yang bergegas mendekatinya untuk menjadi kawan ataupun kekasihnya, namun dalam waktu yang tidak berlangsung lama, seiring dengan memudarnya kecantikan dan kemolekan tubuhnya, satu demi satu orang-orang dekatnya akan tidak segan-segan beringsut menjauhinya. Orang-orang yang menjauh tersebut beralasan bahwa mereka hanya menyukai tampilan luar wanita tersebut. Dan ketika tampilan luar tadi hilang dari dirinya, maka hilang pula rasa suka dan kecintaan mereka padanya.

Beda dengan sosok wanita shalihah. Kehadirannya dinantikan banyak orang karena keberadaannya akan memberikan kesejukan dan kenyamanan bagi setiap orang lain. Dengan kepribadiannya yang kokoh, ia senantiasa bersiteguh menjaga norma-norma etika yang berlaku dalam masyarakat namun tidak meninggalkan idealisme keberagamannya yang tinggi: membela hal-hal yang disucikan dan menjauhi hal-hal yang diharamkan Allah SWT. Sebagai contoh, saat bepergian atau di mana pun dan kapan pun di tempat umum ia berada, ia tidak pernah lupa untuk selalu menutupi auratnya dan menjaga pandangan matanya dari melihat, dengan sengaja, hal-hal yang dilarang agama (ghodul bashar). Meskipun begitu, wanita jenis ini tidak mau ketinggalan dengan kemajuan zaman: ia terus membekali dirinya dengan ilmu pengetahuan, baik umum maupun terlebih agama secara mendetail.

Wanita Shalihah Mengantarkan Keluarga ke Surga
Pada zaman sekarang ini, tak jarang kita jumpai keretakan hubungan dalam hidup berumah tangga (broken home). Banyak pasangan suami istri—terlebih umumnya keluarga selebritas—yang pisah ranjang dan akhirnya bercerai. Akibatnya, antara lain, anak mereka mengalami goncangan jiwa yang begitu dahsyat dan kemudian berimbas kepada perkembangan psikologis dan emosinya.

Semua ini berawal dari ketidaksiapan para pasangan untuk menjalani hidup berumah tangga dan terlebih disebabkan oleh kekosongan spiritual serta krisisnya keimanan mereka. Untuk itu, dalam hal ini, sosok wanita yang shalihah dalam keluarga menjadi suatu keniscayaan. Sebab, wanita adalah pondasi keluarga. Jika keimanannya ringkih, maka ringkih pula keluarganya sehingga mudah terombang-ambing oleh badai yang datangnya dari luar ataupun dalam keluarganya sendiri.

Dalam hidup berumah tangga, seorang wanita yang shalihah akan tahu apa saja yang mesti dilakukannya. Dan biasanya, ia akan melakukannya dengan sebaik-baiknya, baik ketika menjadi istri bagi sang suami maupun ketika menjadi ibu bagi anak-anaknya. Seorang wanita yang shalihah akan selalu berupaya untuk menciptakan suatu suasana keluarga yang sakinah (bahagia, damai, dan tenteram). Tak dapat dipungkiri, wanita yang shalihah adalah madrasah (sekolah)  bagi suami dan anak-anaknya.

Menjadi Istri Teladan
Sebagai istri, dalam kesehariannya, wanita shalihah akan senantiasa tanggap dengan masalah yang dihadapi suaminya. Apabila ia merasa mempunyai kemampuan untuk membantu memecahkan masalah yang mengeruhkan pikiran dan menyempitkan dada suaminya, maka ia segera melakukannya. Karena sikap seperti ini banyak meringkankan beban suaminya. Karenanya, suaminya akan merasakan bahwa di dalam rumahnya terdapat permata yang berharga, bahkan jauh lebih berharga daripada permata mana pun yang ada di dunia. Subhanallah.

Tatkala sang suami hendak bepergian, istri yang shalihah akan menyisakan waktu untuk berhias bagi suaminya (tidak mesti harus mempercantik diri dengan menggunakan alat kosmetik-terutama saat repot mengurusi anaknya). Hal ini dimaksudkan agar ketika suami berangkat, yang terakhir dilihatnya adalah wajah istri yang cantik dan menyejukkan.

Begitu pula ketika suami pulang: istri yang shalihah akan menyambut dengan baik kedatangan suaminya. Ia tidak akan ikut larut dengan keadaan suaminya manakala menjumpai suaminya dalam keadaan murung atau lelah. Bahkan sebaliknya, ia akan bersegera menyambutnya dan memenuhi segala keinginannya dalam keadaan apa pun, tanpa menanyakan penyebab kesempitan atau kelelahannya begitu suami sampai di rumah. Sebab bila seorang suami telah tenang dan menanggalkan pakaian kerjanya dan kemudian mengenakan pakaian rumahnya, biasanya ia langsung mengadukan keluhannya kepada sang istri penyebab kekeruhan pikirannya.

Namun jika suaminya tetap diam saja dan tidak menceritakan kondisi yang dialaminya, maka sang istri akan mencoba menanyainya dengan nada yang menunjukkan bahwa ia sangat memperhatikan keadaan suaminya yang pulang dalam keadaan seperti itu.

Sebenarnya, tentang bagaimana perilaku istri yang baik, para wanita dapat merujuk kepada wanita-wanita shalihah zaman Rasulullah SAW  Kenapa harus zaman Rasulullah? Karena pada zaman ini, para wanita mendapat bimbingan dan wejangan langsung dari Rasulullah SAW ketika mereka mendapatkan suatu persoalan dalam rumah tangganya. Dan kalau kata-kata tersebut dari Rasulullah r, maka tak dapat diragukan lagi bahwa itu adalah mashlahat (kebaikan).

Buku-buku sejarah telah menyebutkan dari Fathimah Az-Zahra binti Rasulullah bahwa ia sering menahan lapar selama beberapa hari. Pada suatu hari suaminya, yaitu Ali bin Abi Thalib melihat istrinya bermuka pucat, lalu ia bertanya: “Wahai Fathimah, apakah gerangan yang engkau alami?” Fathimah menjawab: “Sejak tiga hari kami tidak menemukan suatu makanan pun di dalam rumah.” Ali berkata: “Mengapa engkau tidak menceritakannya kepadaku?” Fathimah menjawab: “Sesungguhnya ayahku, Rasulullah SAW, telah berpesan kepadaku pada malam pernikahanku: “Wahai Fathimah, jika Ali datang kepadamu dengan membawa suatu makanan, makanlah ia. Akan tetapi, jika ia tidak membawa sesuatu pun, janganlah engkau memintanya.”

Begitu mulia sikap Fathimah. Alangkah indahnya jika sikap tersebut dimiliki oleh setiap istri dalam keluarga. Akan tetapi, kebanyakan wanita, diakui atau tidak, mempunyai keahlian khusus dalam mengosongkan kantong-kantong suami mereka. Ada yang di antara mereka tidak dapat menahan diri bila melihat sejumlah uang dalam kantong suaminya, maka saat itu ia langsung menimbulkan keadaan darurat di dalam rumah dan masih belum rela sebelum dapat menguras semua uang yang ada dalam kantong suaminya.

Menjadi Ibu yang Baik bagi Anak-anaknya
Anak merupakan amanat di tangan kedua orangtuanya dan kalbunya yang masih bersih merupakan permata yang sangat berharga. Jika ia dibiasakan untuk melakukan kebaikan niscaya ia akan tumbuh menjadi baik dan menjadi orang yang bahagia di dunia dan akhirat. Sebaliknya, jika ia dibiasakan dengan keburukan serta ditelantarkan seperti hewan ternak, niscaya ia akan menjadi orang yang celaka dan binasa. Keadaan fitrahnya akan senantiasa siap untuk menerima yang baik atau yang buruk dari orangtua atau pendidiknya.

Dalam perannya sebagai ibu bagi anak-anaknya, wanita yang shalihah akan tahu apa yang harus diperbuat baik di saat sebelum memiliki anak, waktu anaknya masih dalam kandungan, atau ketika anaknya lahir. Lebih dari itu, ia tahu bagaimana harus mendidik dan mengasuh anaknya dengan baik sebagaimana yang pernah dilakukan oleh para muslimah teladan zaman Rasulullah SAW.

Seorang ibu yang baik akan selalu mendoakan kebaikan untuk anak-anaknya baik mulai dari ketika ia masih berupa nuthfah dalam rahim sang ibu hingga ia sudah meninggal sekalipun. Dalam kesehariannya, ibu yang baik akan menghargai keberadaan anak-anaknya, memperlakukan mereka dengan adil tanpa membedakan laki-laki atau perempuan. Selain itu, dengan ungkapan tegas lagi lembut dan kemudian diwujudkan dengan contoh yang baik, ia mengajarkan budi pekerti dan tauhid serta akidah kepada anak-anaknya. Maka dari itu, keberadaan ibu yang shalihah akan terasa menyejukkan dan menenteramkan anak-anaknya sehingga mereka nantinya akan menjadi generasi yang tahan dengan goncangan (teruji) dan bisa diandalkan di masa-masa yang akan datang, generasi yang bahagia di dunia dan di akhirat.

Walhasil, beruntunglah bagi setiap lelaki yang memiliki istri shalehah, sebab ia bisa membantu memelihara akidah dan ibadah suaminya. Rasulullah SAW bersabda, ”Barangsiapa diberi istri yang shalehah, sesungguhnya ia telah diberi pertolongan (untuk) meraih separuh agamanya.” (H.R. Thabrani dan Hakim). Bagi mereka yang tengah mencari pasangan, setidaknya tulisan ini bisa menjadi “acuan” sebelum meminang, tanpa menafikan sebuah ungkapan bijak yang berbunyi: Pria baik-baik (shalih) adalah untuk wanita baik-baik (shalihah) pula. Begitu juga sebaliknya. Wallahua’lam.[]

Sumber : http://alrasikh.uii.ac.id/2013/11/01/mencari-wanita-shalihah/

Amir Hamzah Copyright © 2009 - 2015 | Template : Yo Koffee | Design By : Designcart | Modif By : amirisme