"Ini terjadi karena selama proses belajar mengajar, yang terjadi hanyalah usaha terbaik yang diberikan oleh para pendidik, tanpa memikirkan imbalan dalam bentuk apa pun.

Jakarta (ANTARA News) - Ketua Yayasan Indonesia Mengajar Anies Baswedan mengajak masyarakat ambil bagian dalam menyelesaikan masalah pendidikan di Indonesia.

"Pemerintah jelas memiliki andil dalam masalah ini. Secara konstitusional ini tugas mereka, namun secara moral ini adalah tugas kita semua," ujar Anies saat membuka pameran foto bertajuk "Lagu Baru" di Jakarta, Jumat.

"Semua anak Indonesia belajar untuk meraih masa depan. Tak terkecuali anak-anak Indonesia yang berada di ujung-ujung pulau Indonesia, mereka punya cita-cita dan harapan dalam menyongsong masa depannya," kata Anies.

Lebih lanjut Anies menegaskan, bila Indonesia memiliki banyak orang yang tulus, mimpi dan harapan anak-anak di setiap pelosok negeri ini akan tercapai.

"Mimpi mereka adalah pekerjaan rumah yang berat untuk bangsa ini, untuk pemerintah, dan tentu saja untuk kita semua," tutur Anies.

Dia berpendapat, yang paling dibutuhkan untuk pendidikan di Indonesia adalah tenaga pengajar yang tulus dalam mendidik murid-muridnya.

Menurut Anies, rasa tulus yang muncul dari hati para pengajar untuk mendidik para muridnya menyebabkan proses belajar mengajar menjadi lebih berkualitas.

"Ini terjadi karena selama proses belajar mengajar, yang terjadi hanyalah usaha terbaik yang diberikan oleh para pendidik, tanpa memikirkan imbalan dalam bentuk apa pun," tegas Anies.

Dia mengingatkan bahwa ketulusan adalah hal yang sangat sulit dilakukan, bila masih ada beban yang dirasakan oleh para pendidik di Indonesia.

"Bagaimana mereka mau sepenuh hati dalam mendidik, bila gaji mereka hanya cukup untuk sepuluh hari, sementara mereka punya keluarga yang harus dinafkahi," tutur dia.

Anies menambahkan, bahwa masalah kesejahteraan para guru, merupakan salah satu akar permasalahan bagi pendidikan di Indonesia.

Anies Baswedan : Pendiri Indonesia Mengajar
SUMBER :
http://www.antaranews.com/berita/331782/anies-baswedan--kunci-mengajar-adalah-tulus

Mahfud MD : Mahkamah Konstitusi
 "Banyak pihak yang menghalalkan segala cara untuk memperoleh ijazah dan gelar akademik." 
Yogyakarta (ANTARA News) - Pendidikan yang diterapkan di Indonesia hanya mempertajam otak individu, sehingga masih banyak terjadi pelanggaran moral dan etika, kata Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mohammad Mahfud MD.

"Pendidikan di Indonesia tidak memberikan pendidikan watak dan karakter sehingga terjadi kemerosotan moral dan etika di tengah kehidupan masyarakat," ujarnya saat kuliah perdana mahasiswa baru Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada (UGM) di Yogyakarta, Senin.

Di depan 4.233 mahasiswa baru program strata dua (S2), strata tiga (S3), dan spesialis, Mahfud menyatakan, kebijakan pendidikan saat ini bukan mencerdaskan masyarakat, tetapi hanya membuat orang menjadi pandai.

"Cerdas dan pandai adalah dua hal yang berbeda. Kepandaian hanya menekankan pada kemampuan otak dalam berpikir menganalisis suatu hal secara rasional, sedangkan kecerdasan merupakan pertemuan antara ketajaman berpikir, watak, dan hati nurani," katanya.

Ia mengatakan, saat ini yang terjadi adalah pendidikan hanya membuat pandai individu sehingga banyak bermunculan limbah-limbah pendidikan yang produknya hanya membebani negara.

Dalam beberapa dekade terakhir, menurut dia, pendidikan di Indonesia cenderung hanya ditujukan untuk memberikan ijazah dan gelar akademik semata. Keduanya masih menjadi ukuran untuk mendapatkan status formal di pemerintahan.

"Oleh karena itu, tidak mengherankan jika banyak pihak yang menghalalkan segala cara untuk memperoleh ijazah dan gelar akademik. Banyak terjadi pelanggaran etika karena yang diinginkan hanya ijazah saja, bukan kecerdasan," katanya.

Ia mengatakan, setiap perguruan tinggi harus membangun norma akademik, memperkuat tradisi akademik, serta kegiatan penunjang yang dapat memperkuat profesionalitas dan etika. Ketiga hal itu merupakan faktor yang harus ada untuk memperkuat etika keilmuan dalam proses pengembangan pendidikan beretika.

"Dalam pengembangannya juga harus dilakukan sama kuat karena sumber dari berbagai permasalahan yang ada adalah penyelenggaraan pendidikan yang keluar dari nilai-nilai etika yang sudah digariskan undang-undang (UU)," kata Mahfud.

Rektor UGM, Pratikno, mengatakan bahwa pendidikan bukan hanya sebatas pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga berkaitan dengan integritas moral, etika, dan karakter kebangsaan.

Menurut dia, permasalahan pendidikan di Indonesia bukan terletak pada kurang pintarnya individu melainkan kurang pintar sebagai bangsa. Padahal, ia menilai, pendidikan seharusnya tidak hanya bersifat memintarkan individu, akan tetapi juga mencerdaskan bangsa.

"Untuk itu UGM juga berkomitmen tidak hanya memintarkan individu tetapi juga menjadikan bangsa yang cerdas agar menjadi bangsa yang bermartabat, berdaulat, dan dihargai di dunia," katanya menambahkan.

SUMBER : 
http://www.antaranews.com/berita/333615/pendidikan-indonesia-hanya-tajamkan-otak


Dalam perspektif teoritik, pendidikan seringkali diartikan dan dimaknai orang secara beragam,  bergantung pada sudut pandang masing-masing dan teori yang dipegangnya. Terjadinya perbedaan penafsiran pendidikan dalam konteks akademik merupakan sesuatu yang lumrah, bahkan dapat semakin memperkaya khazanah berfikir manusia dan bermanfaat untuk pengembangan teori itu sendiri.

Tetapi untuk kepentingan kebijakan nasional, seyogyanya pendidikan dapat dirumuskan secara jelas dan mudah  dipahami oleh semua pihak yang terkait dengan pendidikan, sehingga setiap orang dapat mengimplementasikan secara tepat dan benar dalam setiap praktik pendidikan.

Untuk mengatahui  definisi pendidikan  dalam perspektif kebijakan, kita telah memiliki rumusan formal dan   operasional, sebagaimana termaktub dalam UU No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS, yakni:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Berdasarkan definisi di atas, saya menemukan 3 (tiga) pokok pikiran  utama yang terkandung di dalamnya, yaitu: (1) usaha sadar dan terencana; (2) mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya; dan (3) memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Di bawah ini akan dipaparkan secara singkat ketiga pokok pikiran tersebut.

1. Usaha sadar dan terencana.

Pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana menunjukkan bahwa pendidikan adalah sebuah proses yang disengaja dan dipikirkan secara matang (proses kerja intelektual).  Oleh karena itu, di setiap level manapun,  kegiatan pendidikan harus  disadari dan direncanakan, baik dalam tataran  nasional (makroskopik),  regional/provinsi dan kabupaten kota (messoskopik), institusional/sekolah (mikroskopik) maupun  operasional (proses pembelajaran  oleh guru).

Berkenaan dengan pembelajaran (pendidikan dalam arti terbatas),  pada dasarnya setiap kegiatan  pembelajaran pun harus direncanakan terlebih dahulu sebagaimana diisyaratkan dalam Permendiknas RI  No. 41 Tahun 2007.  Menurut Permediknas ini bahwa  perencanaan proses pembelajaran meliputi penyusunan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.

2. Mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya

Pada pokok pikiran yang kedua ini saya melihat adanya pengerucutan istilah pendidikan menjadi pembelajaran.  Jika dilihat secara sepintas mungkin seolah-olah pendidikan lebih dimaknai dalam setting pendidikan formal semata (persekolahan).  Terlepas dari benar-tidaknya pengerucutan makna ini, pada pokok pikiran kedua ini, saya menangkap pesan bahwa pendidikan yang dikehendaki adalah pendidikan yang bercorak pengembangan (developmental) dan humanis, yaitu berusaha mengembangkan segenap potensi didik, bukan bercorak pembentukan yang bergaya behavioristik.  Selain itu, saya juga  melihat  ada dua kegiatan (operasi) utama dalam pendidikan: (a) mewujudkan  suasana  belajar, dan (b) mewujudkan  proses pembelajaran.

a. Mewujudkan  suasana  belajar

Berbicara tentang  mewujudkan suasana pembelajaran, tidak dapat dilepaskan dari upaya menciptakan lingkungan belajar,  diantaranya  mencakup: (a)  lingkungan fisik, seperti: bangunan sekolah, ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang BK, taman sekolah dan lingkungan fisik lainnya; dan (b) lingkungan sosio-psikologis (iklim dan budaya belajar/akademik), seperti: komitmen, kerja sama, ekspektasi prestasi, kreativitas, toleransi, kenyamanan, kebahagiaan dan aspek-aspek sosio–emosional lainnya, lainnya yang memungkinkan peserta didik untuk melakukan aktivitas belajar.

Baik lingkungan  fisik maupun lingkungan sosio-psikologis, keduanya didesan agar peserta didik dapat secara aktif  mengembangkan segenap potensinya. Dalam konteks pembelajaran yang dilakukan guru, di sini tampak jelas bahwa keterampilan guru  dalam mengelola kelas (classroom management) menjadi amat penting. Dan di sini pula, tampak bahwa peran guru lebih diutamakan sebagai fasilitator  belajar siswa .

b. Mewujudkan  proses pembelajaran

Upaya mewujudkan suasana pembelajaran lebih ditekankan untuk menciptakan kondisi dan  pra kondisi  agar siswa belajar, sedangkan proses pembelajaran lebih mengutamakan pada upaya bagaimana  mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau kompetensi siswa. Dalam konteks pembelajaran yang dilakukan guru, maka guru dituntut  untuk dapat mengelola pembelajaran (learning management), yang mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian  pembelajaran (lihat  Permendiknas RI  No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses). Di sini, guru lebih berperan sebagai agen pembelajaran (Lihat penjelasan PP 19 tahun 2005), tetapi dalam hal ini saya lebih suka menggunakan istilah manajer pembelajaran, dimana guru bertindak  sebagai seorang planner, organizer dan evaluator pembelajaran)

Sama seperti dalam mewujudkan suasana pembelajaran,  proses pembelajaran pun seyogyanya  didesain agar peserta didik dapat secara aktif  mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya, dengan mengedepankan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered) dalam bingkai model dan strategi  pembelajaran aktif (active learning), ditopang oleh peran guru sebagai fasilitator  belajar.

3. Memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pokok pikiran yang ketiga ini, selain merupakan bagian dari definisi pendidikan sekaligus  menggambarkan  pula  tujuan pendidikan nasional kita , yang  menurut hemat saya sudah  demikian lengkap. Di sana tertera tujuan yang berdimensi ke-Tuhan-an, pribadi, dan sosial. Artinya, pendidikan yang dikehendaki bukanlah pendidikan sekuler, bukan pendidikan individualistik, dan bukan pula pendidikan sosialistik, tetapi pendidikan yang mencari keseimbangan  diantara ketiga dimensi tersebut.

Jika belakangan ini gencar disosialisasikan pendidikan karakter, dengan melihat pokok pikiran yang ketiga  dari definisi pendidikan  ini  maka sesungguhnya pendidikan karakter sudah implisit dalam pendidikan, jadi bukanlah sesuatu yang baru.

Selanjutnya  tujuan-tujuan  tersebut dijabarkan ke dalam tujuan-tujuan pendidikan  di bawahnya (tujuan level messo dan mikro) dan dioperasionalkan melalui tujuan  pembelajaran yang  dilaksanakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Ketercapaian tujuan – tujuan  pada tataran operasional  memiliki arti yang strategis  bagi pencapaian tujuan pendidikan nasional.

Berdasarkan  uraian di atas,  kita melihat bahwa dalam definisi pendidikan yang  tertuang  dalam UU No. 20 Tahun 2003, tampaknya  tidak hanya sekedar menggambarkan apa pendidikan itu,  tetapi memiliki makna dan implikasi yang luas tentang  siapa sesunguhnya pendidik itu, siapa  peserta didik (siswa) itu, bagaimana seharusnya mendidik, dan apa yang ingin dicapai oleh pendidikan.

SUMBER :
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/ 

Orang mungkin memandang bahwa singkong atau ketela ini tidak memiliki kelebihan selain hanya makanan yang mengandung karbohidrat. Tetapi perlu pembaca ketahui, ada beberapa kelebihan dari makanan desa ini. Ingat jangan pernah memandang remeh makanan, apalagi mencelanya. Bahkan rasulullah mengecam orang yang berbuat demikian.

Walau singkong sering kalah pamor dengan keju, namun sebenarnya manfaat singkong untuk kesehatan amat besar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa singkong ternyata mampu membuat jantung sehat dan tulang kuat. Berikut ini antara lain manfaat dari singkong, seperti dilansir situs Nutrition and You.
  • Kandungan kalori singkong cukup tinggi, bahkan mencapai 2 kali kalori kentang. Dalam 100 gr singkong didapat 160 kalori, hingga dapat menjadi makanan alternatif sumber kalori selain nasi.
  • Kandungan lemak dalam singkong rendah, dibanding dengan kacang-kacangan dan sereal. Namun proteinnya cukup tinggi jika dibanding makanan seperti kentang, pisang dan ubi.
  • Vitamin K dalam singkong dapat menjadi nutrisi yang membantu pembentukkan massa tulang. Ini membuat resiko penyakit osteoporosis menurun dan tulang menjadi lebih kuat.
  • Vitamin K juga baik untuk pengobatan penyakit Alzheimer karena membatasi berkembangnya kerusakan syaraf otak.
  • Singkong kaya vitamin B kompleks dan B6 yang dibutuhkan dalam pembentukkan darah, hingga baik untuk pasien anemia .
Singkong yang direbus dapat membantu menurunkan kadar kolesterol jahat, hingga baik untuk menurunkan resiko sakit jantung. Selain itu, serat yang dikandung oleh singkong pun baik untuk pencegah penyakit kanker usus, membantu mengendalikan diabetes, serta stroke.

SUMBER :
http://sidomi.com/130114/singkong-bisa-bikin-jantung-sehat-dan-tulang-kuat/


Adalah  kewajiban ulama, dengan kualitas keilmuannya yang tinggi serta keteladanannya dalam mengamalkannnya,  memenuhi panggilan serta tugas historis bangsa, untuk turut membersihkan bangsa ini, dari setiap perkara yang menjadi penyakit akut dan  kangker ganas  dalam kehidupannya. Setelah Munas-Konbes NU di Pondok Pesantren Kempek, Cirebon, Jawa Barat, berjalan dari 14-17 September 2012 yang baru berlalu, isu  paling mengemuka serta menasional adalah mengenai moratorium pajak. Segera, apa yang menjadi hasil rekomendasi perhelatan akbar itu, menyedot perhatian berbagai pihak walaupun tetap mengundang berbagai spekulasi serta kontroversi.

Apa yang menjadi rekomendasi dari acara tersebut, tentu saja mereflekasikan sikap kritis NU, ketika kehidupan bangsa kita benar-benar berada di titik nadir karena masalah korupsi. Korupsi telah menjadi bahaya laten yang akan membawa bangsa ini pada tebing kehancuran serta kehidupan yang suram di masa depan. Wajarlah kalau ulama sebagai penjaga moral bangsa kemudian terlibat untuk mencari solusi terbaik, demi sebuah tugas historis menyelamatkan masa depan  bangsa ini.

Memang terdapat dua rekomendasi yang berkaitan satu sama lain. Terkait isu politik dan korupsi NU meminta agar presiden dapat menggunakan kewenangan secara penuh tanpa tebang pilih untuk menanggulangi korupsi. Utamanya terkait dengan aparat pemerintahan yang terlibat korupsi Mengenai permasalahan pajak, NU meminta agar pemerintah lebih transparan dalam pengelolaan dan pengalokasian uang pajak termasuk memastikan tidak ada kebocoran. Tidak hanya itu, pemerintah diminta untuk mengutamakan kemaslahatan warga negara dalam penggunaan pajak termasuk kepada fakir miskin.

Walaupun permasalahan moratorium pajak ini hanya sebagai warning dari NU untuk negara, tentu memiliki implikasi yang bermakna signifikan bagi keajegan bangsa ini. Tentu saja, kalau NU sendiri konsisten untuk terus menyuarakan keprihatinannya. Sebagai kelompok yang sangat dekat dengan akar rumput,  para ulama adalah pihak-pihak yang bisa menilai secara jernih, pengaruh dari korupsi ini yang melanda kehidupan masyarakat kecil. Bahkan mungkin warga NU sendiri.

Para ulama yang hatinya sangat dekat rakyat, tentu bisa merasakan betul kehidupan sebagian besar masyarakat yang  hidup dalam kesusahan, dan semakin melebarnya kesenjangan antara mereka yang kaya dengan kalangan rakyat jelata.  Katagori kaya di sini, tidak ditujukan pada mereka yang betul-betul mendapatkan kekayaannya dengan cara-cara yang dibenarkan agama serta negara. Tetapi kekayaan-kekayaan yang didapat dari hasil korupsi, itulah yang dikritisi oleh para pewaris Nabi tersebut sehingga kalau pemerintah mau peduli terhadap apa yang menjadi kekhawatiran meraka, akan lebih bersungguh-sungguh dalam menanggulangi korupsi dan akan membawa maslahat bagi kehidupan masyarakat.

Mengingat korupsi itu telah  terstruktur baik secara kognitif maupun sebagai fakta sosial, tentu memberi batasan satu tahun agar  bisa diberantas, tidaklah mudah untuk dapat diwujudkan. Kemewahan hidup sejumlah oknum pejabat Ditjen Bea dan Cukai serta Ditjen Pajak misalnya adalah contoh yang sangat kentara, betapa masalah korupsi itu, jutru dilakukan oleh mereka yang memiliki akses paling dekat terhadap sumber-sumber keuangan negara. Walaupun tentu masih banyak pula pejabat-pejabat di lembaga tersebut yang memiliki idealisme yang kuat untuk tidak terlibat praktek kerupsi. Pada lingkup yang lebih luas, masih banyak pula pejabat-pejabat yang ada di negara ini yang bersikap jujur, walaupun fakta-fakta tidak dapat kita pungkiri, korupsi telah menjadi budaya destruktif di setiap level kekuasaan. Kenyataan inilah sebenarnya yang membuat mesyarakat sendiri, kehilangan kepercayaan untuk membayar pajak serta para ulama adalah “penyambung” lidah umat untuk  menyampaikan kegelisahan mereka.

Pertanyaannya, kenapa kemudian korupsi itu kian mewabah? Bagi mereka yang memiliki akses terhadap kekuasaan serta keuangan negara, pola hidup dengan memilih jalan pintaslah yang tampaknya mengakibatkan korupsi itu kian menggurita. Di dalam kehidupan manusia sekarang ini, arus hedonisme demikian kuat melanda serta mencengkram setiap sisi dari kehidupan kita. Hidup manusia mengalami arus “materialisasi” sehingga yang terjadi adalah pemujaan terhadap segala hal yang terkait dengan benda serta kemewahan. Hidup secara sederhana serta wajar-wajar saja, tidak akan pernah memberi kepuasan bagi pihak-pihak yang memburu kepuasan ragawi: rumah mewah, mobil mengkilap, tanah yang dibeli di mana-mana serta semuanya hanya bisa dipenuhi dengan kantong tebal berisi uang melimpah-ruah. Karena kebutuhan akan gengsi status yang kian tinggi, maka kekuasaan dan akses merupakan jalur tepat untuk bisa mendapatkan kekayaan secara cepat. Pilihan pragmatisnya, ya korupsi itulah.

Relevan dengan tema “Kembali ke Khittah Indonesia 1945”, maka rekomendasi tentang moratorium pajak ini, bagi saya merupakan sebuah ikhtiar dari para ulama agar para pemimpin kembali pada semangat “kebersahajaan” para pendiri bangsa. Para pendiri bangsapun mungkin  tidak memiliki prediksi bahwa bangsa Indonesia, setelah para penjajah pergi dari tanah air, malah ditelikung musuh yang lebih besar dari watak agresor imperialis sendiri berupa sikap korup yang begitu laten serta ganas memakan uang rakyat. Hanya kemudian, seberapa efektifkan seruan moratorium pajak ini, bisa menekan secara efektif korupsi di tanah air?

Tugas NU pun tentu tidak sebatas memberi seruan moral, tetapi, pertama,  bekerja sama dengan seluruh komponen bangsa untuk menjadikan koruptor itu sebagai musuh bersama. Mereka menggerogoti serta menjadi musuh NKRI serta dasar negara Pancasila. Kedua, mesti mengawal seruan moral tersebut dengan mengefektifkan berbagai bentuk kampanye serta gerakan penggalangan anti korupsi lewat berbagai media, baik cetak, dunia maya, media audio visual dan sarana-sarana yang lain, serta ketiga, memberikan penyadaran pada para koruptor bahwa di negeri Pancasila ini, di negeri yang menjadikan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama dari dasar negaranya, bahwa kehidupan koruptor itu bukan hanya akan terhina di dunia, namun akan diminta pertanggungjawabannya di hadapan Tuhan Yang Maha Esa di akhirat sana. Bukankah sikap korup adalah musuh bangsa yang religius! (*)

Dodo Widarda
Dosen di Jurusan Aqidah Filsafat Fakultas Ushuluddin
UIN Sunan Gunung Djati Bandung, aktivis Nahdlatul Ulama

SUMBER : 
http://www.radarbanten.com/beta/opini/5580-nu-dan-moratorium-pajak 

Oleh: Ramadhan Batubara

BAU tak sedap soal pendaftaran haji sebenarnya sudah terendus sejak lama. Ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta agar pendataran haji dimoratorium, orang baru tersengat karena hitung-hitungan dana yang mengendap jumlahnya amat fantastis.

Bayangkan, ada 1,6 juta orang yang masuk daftar antrean selama 12 tahun, dan dana yang dikumpulkan mencapai Rp38 tiliun, dengan bunga sekitar Rp1,7 triliun. Ke mana bunga sebesar itu mengalir? Ini yang dipertanyakan oleh KPK. Kata Buysro Muqoddas, Wakil Ketua KPK, aliran bunga sebesar itu bisa berujung pada tindak pidana korupsi karena tak ada transparansi.

Penjelasan Menteri Agama Suryadharma Ali, bunga sebesar itu dikembalikan lagi untuk meningkatkan pelayanan calon haji. Namun dalam temuan KPK, bunga itu digunakan untuk biaya operasional yang sebenarnya sudah dialokasikan dalam APBN.

Transparansi, itu yang tak terlihat. Para pendaftar yang harus mengantri dan membayar uang pendaftaran Rp25 juta tak dapat penjelasan ke mana uang itu mengalir.

KPK menganggap Kementrian Agama mengada-ada, membuat alasan yang tak transparan dan tak bisa dipertanggungjawabkan manajerialnya. Mereka tetap bersikukuh bahwa sistem antrean lebih baik dari buka-tutup yang diusulkan Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (PP IPHI),  Kurdi Mustafa. Sistem buka-tutup artinya setiap tahun Kemenag membuka pendaftaran sesuai kuota yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.

Sistem antrean ini membuat daftar antri semakin panjang dari tahun ke tahun. Rata-rata Pemerintah Arab Saudi hanya memberi kuota 211 ribu calon jamaah, sementara orang yang mendaftar setiap tahunnya 400-500 calon jamaah. Itulah yang membuat antrean sampai 8-12 tahun dan jumlah uang yang terkumpul mencapai 38 triliun.

Artinya lagi, dengan sistem antrean, ada dana yang mengendap yang masuk dalam deposito dan berbunga besar, sementara sistem buka-tutup tak ada dana sebesar itu yang mengendap dan bisa dikelola. Maka, masalahnya sudah cukup jelas: uang.

Inilah yang ditelusuri KPK sehingga muncul usulan untuk moratorium tersebut. Sebab, jika uang 25 juta tersebut disimpan di bank selama 10 tahun, misalnya, dengan bunga rata-rata 6 persen per tahun, maka sang pendaftar yang mengantri akan mendapat bunga sekitar 15 juta.

Maka, uangnya akan bertambah menjadi 40 juta. Tetapi ternyata jumlah uang yang disetorkan tak berubah, tetap 25 juta.  Alasan Kemenag, bunga uang itu digunakan untuk biaya paspor, akomodasi selama di embarkasi, dan keperluan lainnya. Namun ketika dihitung, jumlahnya tak sebesar itu.

Sudah menjadi rahasia umum, ibadah haji sudah menjadi ladang basah bagi Kementrian Agama hingga Kanwil di provinsi. Banyak Jamaah Calon Haji (JCH) yang mengeluh dengan banyaknya pungutan di luar besaran yang sudah ditentukan. Namun, karena mereka telah berniat ibadah dan dibekali “ilmu ikhlas”, mereka merelakan apapun perlakuan yang didapat.

Sebab, kalau tak ikhlas, takut hajinya tak mabrur. Dan parahnya, kondisi ini dimanfaatkan oleh oknum atau malah lembaga Kemenag untuk mencari keuntungan. Tak takut dengan dosa? Entahlah, sebab kalau sudah berurusan dengan uang, semuanya sudah terlupakan. Termasuk mencari keuntungan memanfaatkan ibadah. Padahal, ini urusannya bukan hanya dunia, tapi akhirat.***

http://www.hariansumutpos.com/2012/09/42246/bau-tak-sedap-di-sistem-pendaftaran-haji



Oleh : Ramadhan Batubara

Kementerian Agama menyatakan, tahun ini Indonesia tidak mendapatkan tambahan kuota haji dari pemerintah Arab Saudi. Dengan demikian, calon jamaah haji yang diberangkatkan tahun ini mencapai 220 ribu orang.

Pada akhir Agustus lalu Kementerian Agama menyebutkan terdapat kelebihan kuota haji sekitar 10 ribu kursi.

Kuota ini diperoleh dari pembatalan keberangkatan calon jamaah haji karena faktor usia, kesehatan, hamil, kemampuan melunasi biaya perjalanan ibadah haji, dan uzur lainnya.

Kelebihan kuota ini setiap tahun ada dan jumlahnya tidak dapat ditentukan. Penggunaannya diserahkan kepada kebijakan menteri agama.

Menteri Agama biasanya menyerahkan kuota ini untuk calon haji yang berusia lanjut berikut satu pendampingnya. Tahun ini batas usia yang dapat mengusulkan percepatan keberangkatan haji ditetapkan 87 tahun. Usia tertinggi calon jamaah haji yang berangkat tahun ini adalah 116 tahun.
Kita mengharapkan Kementerian Agama transparan dan lebih adil dalam menetapkan percepatan keberangkatan ibadah haji.

Kita mendukung calon jamaah haji lansia mendapat prioritas keberangkatan daripada calon jamaah haji yang lebih muda. Pertimbangannya, kesempatan yang lebih muda dianggap lebih panjang daripada jamaah lansia.

Namun, ke depan Kementerian Agama, tampaknya, perlu membatasi usia calon jamaah haji. Usul ini memang riskan dengan anggapan pemerintah membatasi hak asasi setiap muslim untuk menunaikan ibadah wajib bagi yang mampu ini.

Namun, Kementerian Agama perlu mempertimbangkan kelancaran ibadah haji yang harus diakui akan lebih baik bila jamaah berusia muda. Di bawah 65 tahun misalnya.

Pertimbangan lain, pembatasan usia akan memangkas antrean calon jamaah haji. Kita tahu, antrean jamaah saat ini rata-rata enam tahun.
Di beberapa wilayah, antrean mencapai 16 tahun! Kementerian Agama juga perlu memperketat jamaah haji yang telah berulang-ulang melakukan ibadah haji, dengan mendahulukan jamaah yang belum pernah menunaikan ibadah haji.

Salah satu jamaah di salah satu kabupaten di Jawa Tengah, misalnya, mendaftar sejak 2008 melalui jalur BPIH biasa. Namun, hingga kini dia belum diberangkatkan meski kondisi kesehatannya memburuk.

Ironisnya, tetangganya dalam lima tahun terakhir telah dua kali berangkat haji melalui jalur BPIH khusus yang antreannya tidak sepadat BPIH biasa.
Kementerian Agama juga harus konsisten memangkas antrean haji yang disebabkan penggunaan dana talangan haji dan arisan haji.

Bila dikembalikan pada syarat kemampuan, orang yang berutang dan orang yang sepuh tentu kurang memenuhi syarat dibandingkan yang mampu secara ekonomi dan mampu secara fisik.

Penerapan aturan tersebut harus segera diberlakukan untuk mendidik umat muslim menggunakan kelebihan hartanya untuk membantu duafa atau kemaslahatan umat lain, dibandingkan berhaji berkali-kali demi kepuasan pribadi.***

SUMBER :
http://www.hariansumutpos.com/2012/09/42157/pembatasan-usia-calon-jamaah-haji
Kekuatan terbesar dalam hidup, bukan karena memiliki kekuatan super atau pun bisa berubah bentuk menjadi manusia jagoan, seperti dalam film-film, misalnya saja superman, spiderman, batman, dan lain sebagainya. 

Hakikat dari kekuatan terbesar terdapat dalam diri manusia itu sendiri, yaitu ketika ia mampu memaafkan kesalahan orang lain. Hal ini dicontohkan langsung oleh Rasulullah kepada sahabat dalam kehidupan sehari-hari.

Rasulullah saw adalah manusia biasa, sama seperti manusia yang lainnya. Hanya saja Rasulullah memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh manusia lain, yaitu memperoleh wahyu dan mukjizat dari Allah SWT. Sebagai pemimpin umat dan manusia pilihan, Rasulullah sangat rendah hati, sederhana, dan pribadi yang sangat lembut. Salah satu teladan yang banyak dilupakan oleh umatnya adalah dalam hal memaafkan. Bagaimana Rasulullah ketika dihina, dicaci, dan diusir oleh penduduk mekah, ketika berdakwah menyampaikan risalah Allah. Tapi, Raslullah tidak pernah marah apalagi merasa dendam terhadap mereka.

Kenyataan dalam kehidupan sehari-hari memang sulit dihindarkan. secara teori memaafkan sangatlah mudah, tetapi ketika kasusnya menimpa diri kita maka tersa sangat sulit untuk melakukannya. Masalah sepele saja dibesar-besarkan, merasa tidak terima, tidak puas dengan keputusan orang lain dan lain sebaginya, sehingga malah menimbulkan perasaan "gondok" dan rasa dongkol di dalam hati.

Padahal permasalahan sebesar apapun, jika kita mampu memaafkan pastilah masalah itu selesai. Tetapi sering kali yang dilakukan adalah dengan mengedepankan keegoisan masing-masing, sehingga yang timbul adalah merasa paling benar sendiri. Jika sudah timbul perasaan seperti ini, maka yang timbul selanjutnya adalah bagaimana membela diri dan mencari dalih untuk mengatakan bahwa dirinya berada pada posisi yang benar. Saya teringat dengan sebuah ungkapan seorang tokoh filsafat :
 
"Kita tidak melihat segala sesuatu apa adanya. tetapi kita melihatnya sesuai dengan persepsi kita". [Socrates]

Apa yang dikatakan oleh Socrates memang benar adanya. Dalam menghadapai masalah misalnya, tentu yang lebih dikedepankan adalah sisi egois, marah dan bla..bla..... Jika masalah itu ditanggapi dengan berbagai sudut pandang, dari berbagai sisi, tentu masalah sebesar apapun tidak akan berarti.

Misal, melihatnya dari sisi pendidikan. Masalah itu justru membuat kita tambah dewasa, mengerti dan lebih kuat bukan? dengan masalah itu justru kita bisa jadi lebih baik lagi dan terus belajar baik. Seperti pepatah yang mengatakan : Orang yang baik itu bukanlah orang yang baik hidupnya, tetapi orang yang baik ialah mereka yang mau belajar ketika mendapatkan sebuah masalah.   

Hikmah dan kunci yang saya dapatkan dari sebuah masalah yaitu, mengalah dan memaafkan. Akan tetapi sudah siapkah kita mengalah, sudah bisakah kita memaafkan? karena rasa ego yang ada di dalam diri kita masih sangat kuat, sehingga sama-sama ingin menang dan merasa benar sendiri. Meski sulit, mari kita coba dan kita lihat apa yang terjadi.....

Yogyakarta, 18/09/12


Dialog antar akal dan wahyu merupakan perdebatan yang panjang, dan tidak menemui titik temu antar keduanya. Kita dapat mengidentifikasinya melaui perdebatan antara agama dan sains, dari keduanya tidak menemui titik temu secara pasti tetapi, terkesan jalan sendiri-sendiri. Keduanya memiliki ranah yang berbeda dan tidak bisa disatukan, keduanya diibaratkan air dan minyak yang tak bisa menyatu jika disatukan.

Akal memiliki pandangan empiris dan materialis, kebenaran yang diterima adalah kebenaran yang bisa dibuktikan dengan mata, akal dan panca indera. Sedangkan wahyu adalah sesuatu yang sifatnya mutlak dan datangnya dari tuhan melalui manusai pilihan yang tuhan kehendaki.

Setiap manusia memiliki akal, tetapi tidak semua akal yang dimiliki oleh manusia memiliki kesamaan dalam menggunakanya. Itulah sebabnya banyak perbedaan dalam memutuskan sesuatu hal. Akal sifatnya terbatas dan tidak mampu memikirkan sesuatu diluar jangkauan dari apa yang tidak dapat dipikirkan. Proses berfikir itu terjadi bilamana ada stimulus yang ditangkap oleh indera kemudian otak meresponnya kemudian timbulah sebuah tindakan. Proses berfikir yang panjang disebabkan proses stimulus yang sulit ditangkap oleh indera, sehingga otak sulit untuk mewujdkannya kedalam sebuah tindakan.

Manusia pilihan yang dikehendaki oleh tuhan adalah mereka yang memiliki kriteria tertentu, dari segi ketaatan, kesabaran, dan faktor-faktor lain. Kriteria tersebut sudah pasti memiliki tingkat diatas rata-rata orang pada umumnya. Wahyu tersebut adalah sebagai bukti dan petunjuk bagi siapa yang dikehendaki oleh tuhan, agar tidak ada keraguan dan menambah keimanan terhadap tuhan.

PEMBAHASAN
1.    Akal
Akal adalah suatu peralatan rohaniah manusia yang berfungsi untuk membedakan yang salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu yang kemampuannya sangat tergantung luas pengalaman dan tingkat pendidikan, formal maupun informal, dari manusia pemiliknya. Jadi, akal bisa didefinisikan sebagai salah satu peralatan rohaniah manusia yang berfungsi untuk mengingat, menyimpulkan, menganalisis, menilai apakah sesuai benar atau salah. 

Namun, karena kemampuan manusia dalam menyerap pengalaman dan pendidikan tidak sama. Maka tidak ada kemampuan akal antar manusia yang betul-betul sama. Akal berasal dari bahasa Arab 'aql yang secara bahasa berarti pengikatan dan pemahaman terhadap sesuatu. Pengertian lain dari akal adalah daya pikir (untuk memahami sesuatu), kemampuan melihat cara memahami lingkungan, atau merupakan kata lain dari pikiran dan ingatan. Dengan akal, dapat melihat diri sendiri dalam hubungannya dengan lingkungan sekeliling, juga dapat mengembangkan konsepsi-konsepsi mengenai watak dan keadaan diri kita sendiri, serta melakukan tindakan berjaga-jaga terhadap rasa ketidakpastian yang esensial hidup ini.

Setiap manusia memiliki kepala, didalam kepala tersebut terdapat sebuah otak yang terdiri daro otak kecil dan otak besar, otak kanan dan otak kiri. Fungsi otak itu adalah untuk berfikir dan menimbang-nimbang piliahan, menentukan masa depan (merencanakan sesuatu).

Akal dapat mempertimbangkan sesuatu setelah sesuatu itu direkam lewat indera pendengaran dan penglihatan. Karena pendengaran dan penglihatan hanya mampu menangkap sesuatu yang bersifat empirik, maka kemampuan akal terbatas pada hal-hal yang bersifat empirik pula.

Dalam sebuah otak terdapat gelombang otak, salah satunya adalah yang disebut dengan gelombang beta. Gelombang beta mempunyai frekuiensi antara 13-30 hz, frekuensi rendah menerminkan kondisi kesadaran normal. Pada kondisi ini kita biasanya kita dappat mealkukan berpikir dam berkreativitas. Tetapi jika gelombang beta cepat dengan frekuensi yang tinggi, itu menandakan bahwa kita sedang dalam kondisi stres dan cemas yang tinggi pula.  

Dengan demikian akal tersebut memiliki keterbatasan, misalnya saja untuk menggambarkan syurga, pastilah akal tidak dapat menjangkau hal itu. Apalagi jika akal dipaksa untuk memikirkan sang pencipta yaitu Allah. Untuk itu allah memberikan rambu-rambu kepada hambanya untuk tidak memikirkan diri/dzat tuhan melainkan yang dipikirkan adalah ciptaan-ciptaannya.

a)    Batasan menggunakan akal
Meskipun islam sangat memperhatikan dan memuliakan akal, tetapi tidak menyerahkan segala sesuatu kepada akal, bahkan islam membatasi ruang lingkup akal sesuai dengan kemampuannya, karena akal terbatas jangkauannya, tidak akan mungkin bisa menggapai hakikat segala sesuatu .

Maka Islam memerintahkan akal agar tunduk dan melaksanakan perintah syar’i walaupun belum sampai kepada hikmah dan sebab dari perintah itu. Kemaksiatan yang pertama kali dilakukan oleh makhluk adalah ketika Iblis menolak perintah Allah untuk sujud kepada Adam karena lebih mengutamakan akalnya yang belum bisa menjangkau hikmah perintah Allah tersebut dengan membandingkan penciptaannya dengan penciptaan Adam, Iblis berkata: ”Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah..” (QS.Shaad ; 76).

Karena inilah islam melarang akal menggeluti bidang-bidang yang diluar jangkauannya seperti pembicaraan tentang Dzat Allah, hakekat ruh, dan yang semacamnya, Rasulullah bersabda, ”Pikirkanlah nikmat-nikmat Allah, janganlah memikirkan tentang Dzat Allah. Allah berfirman, “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah,”Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (QS. Al Isra’ : 85). 

2.    Wahyu
Kata Wahyu memiliki dua kata dan menunjukan dua pengertian dasar, yaitu tersembunyi dan cepat. Oleh sebab itu maka dikatakan bahwa wahyu itu adalah pemberitahuan secara tersembunyi dan cepat, yang khusus ditujukan kepada orang yang diberitahu tanpa diketahui orang lain. 

Wahyu menurut Muhamad Abduh didalam Risalah Tauhid dijelaskan bahwa pengetahuan yang didapati seseorang dari dalam dirinya dengan disertai keyakinan pengetahuan itu datang dari allah, baik dengan melalui perantara ataupaun tidak; yang melalui suara terjelma dalam telinganya atau tanpa suara sama sekali. Wahyu merupakan bimbingan tuhan kepada hamba-hamba pilihan yang berisi sebuah ajaran sebagai pedoman hidup yang harus dilaksanakan, sebagaimana yang telah tuhan sampaikan kepada nabi-nabi sebelumnya.

Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma'il, Ishak, Ya'qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. dan Kami berikan Zabur kepada Daud. Dan (kami telah mengutus) Rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan Rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung . (an-Nisa [4] : 163-164)

Isi dari wahyu berupa sebuah ketetapan mutlaq, absolut dan berupa doktrin tektual maupun rahasia gaib. Wahyu tidak dapat dijangkau oleh akal manusia, sekalipun manusia berkumpul seluruh alam raya ini tidak akan mampu memikirkannya. Wahyu merpakan ranah mistis, ketahidan, keimanan/keyakinan (rukun iman). Sehingga kebenarannya tidak dapat terbantahkan walaupun tidak dapat dibuktikan secara empirik dan dirasakan oleh panca indera.

KESIMPULAN  
Akal manusia itu terbatas, sepintar apapun, sehebat apapun, akal itu memiliki kelemahan. Ketika akal meyakini tubuh manusia terdiri dari jasmani dan ruhani, tetap saja akal tidak dapat membuktikan keruhaniani itu berada dimana dan bagaimana. Akal manusia itu hanya sebagian kecil dari komponen tubuh manusia yang digunakan untuk memilah dan memilih, berpikir, bertindak dan merencanakan.

Dalam kehidupan ini, ada beberapa aspek yang tidak bisa dijangkau oleh akal, tetapi kebenaran tersebut telah diyakini keberadaanya, tanpa harus dibuktikan (prostat).  Ranah dari akal ini hanya berupa sesuatu yang nampak, empirik, dapat dibuktikan dan dirasakan dengan panca indera dan tidak bertentangan dengan akal.

Wahyu merupakan bimbingan tuhan kepada hamba-hamba pilihan yang berisi sebuah ajaran sebagai pedoman hidup yang harus dilaksanakan, sebagaimana yang telah tuhan sampaikan kepada nabi-nabi sebelumnya. Yang mana ajarannya adalah sebuah ketetapan yang didukung oleh kebenran absolut, mutlaq, atau kebenran tekstual yang tedapat dalam kitab-kitab Allah.

DAFTAR PUSTAKA
Achar Chalil. Pembelajaran Berbasis Fitrah. Balai Pusataka. Jakarta . 2008
Al-Qur’an digital di window ultimate, microsoft word 2010
Manna Khalil al-Qattan. Studu Ilmu-Ilmu Quran. Cetakan ke-6, Litera Antarnusa. Jakarta. 2001
Prof. Dr. Achmadi. Ideologi Pendidikan Islam Paradigma Humanisme Teosentris. Pustaka Pelajar.Yogyakarta, 2005
Toto Tasmara. Kecerdasan Ruhaniah (Transendental Intelligence).Gema Insani Press. Jakarta. 2001
http://faqihmuhammad.wordpress.com/2012/04/23/akal-dari-pandangan-islam/
http://id.wikipedia.org/wiki/Akal
Amir Hamzah Copyright © 2009 - 2015 | Template : Yo Koffee | Design By : Designcart | Modif By : amirisme