Terima kasih adalah ucapan yang paling sering kita gunakan untuk mewakili rasa kepuasan terhadap orang lain. Terima kasih juga merupakan ucapan pamungkas untuk menutup sebuah acara dan percakapan. Sehingga, dengan ucapan terima kasih tersebut semuanya menjadi senang dan bahagia. ketika ada yang mengucapkan terima kasih, maka jawabannya adalah sama-sama (terima kasih juga).

Terima dan kasih terdiri dari dua kata. Terima berarti menerima dari orang lain, entah itu berupa fisik atau pun kasat mata. Menerima bantuan, pertolongan atau apapun. Besar, kecil, dirasa, maupun tidak. Sekecil apapun yang kita terima dari orang lain, tak segan kata ini keluar dari dalam mulut kita.

Kasih artinya mengasihi. Mengasihi dalam bentuk perbuatan yang memiliki efek dan dapat dirasakan oleh siapapun. Atau sebuah perbuatan yang bersifat tanpa pamrih (tak perlu balasan). Kasih itu bisa juga berarti memberikan. Jadi, kata terima kasih itu juga berarti bisa menerima dan memberi.

Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. (QS. Al-Insan [67] : 9)

Dua kata sederhana ini sering diajarkan kepada anak-anak kecil. Mereka semenjak kecil sudah dibiasakan dan diajarkan dengan ucapan kata ini ketika menerima sesuatu dari orang lain. Dengan dilatih semenjak kecil, akhirnya anak-anak itu menjadi terbiasa.

Sudahkan kita mengucapkan terima kasih kepada mereka yang telah banyak berjasa? Terima kasih kepada orang tua, guru-guru, teman/sahabat dan 'guru kehidupan'. Rasa terima kasih ini sangat diperlukan karena ini sebagai salah satu ungkapan tak ternilai. Mungkin kita tidak sempat memberikan yang terbaik kepada mereka, tetapi lewat ucapan kata terima kasih seolah semuanya sudah mewakili.

Kenapa harus berterima kasih?
Terima kasih dalam arti yang luas yaitu bisa saja diartikan sebagai bentuk syukur. Syukur atas apa yang sudah diperoleh dari hasil campur tangan orang lain, bahkan Allah swt. Syukur atas nikmat kesehatan, kelapangan, kehidupan, dan semuanya. Sebab jika bukan karenaNya, mana mungkin semuanya bisa dinikmati begitu saja.

Syukur merupakan salah satu sifat yang harus dimiliki oleh setiap manusia. Sehingga sekecil apapun yang diperolehnya akan membawa kebahagiaan, sebab itulah jatah yang telah diusahakannya. Selain itu juga syukur mampu mengusir rasa pesimis dan kecewa. 

Apapun yang didapatkan, jumlahnya berapapun akan dikembalikan kepada sang pencipta. Terima kasih ya tuhanku, semoga dengan yang sedikit ini akan menjadi berkah. Mungkin jauh di belahan bumi nan jauh di sana masih banyak yang mengalami kesulitan dan kesusahan.

Berterima kasih merupakan tanda bahwa manusia membutuhkan bantuan dari orang lain. Ia tidak boleh sombong dan congkak atas apa yang dimilikinya atau atas apa yang diusahakannya. Menganggap bahwa orang lain tidak berperan di dalamnya, semuanya murni atas dirinya seorang. Jika ada yang seperti ini berarti ia adalah orang yang angkuh bin sombong.


Kadang ketika mendapatkan sebuah pilihan, kita akan merasa bingung. Terlebih pilihan yang ada di depan mata itu, semuanya baik dan bagus. Dilema, itulah yang akan terjadi. "Andai bisa memilih keduanya". Tetapi sayang memilih itu harus satu, diantara sekian banyak pilihan yang ada. Ketika bingung memilih yang mana, maka jalan yang paling sering diambil adalah dengan melibatkan sang pencipta; Shalat Istikharah.

Ketika menjadi objek (dipilih) lantas kita juga akan senang dan bahagia? Mungkin jika yang memilih itu orang yang sesuai dengan diharapkan, bisa saja senangnya setengah mati. Tetapi jika sebaliknya?.. yang ada hanya was-was dan ketidaktenangan. Bahkan, jurus langkah seribu untuk melarikan diri akan dijadikan langkah terakhir. 

Keduanya (memilih dna dipilih) butuh waktu dan proses yang panjang. Bagaimana ininya, itunya dan siapa saudaranya, pokoknya semua bercampur aduk di dalamnya. Sehingga semuanya akan berubah, pokoknya tidak lagi menjadi objektif. Jika sudah subjektif maka yang terjadi adalah titik temunya tidak akan pernah bisa ditemukan, karena yang menjadi objek penilaian adalah kekurangannya.

Ada dua orang sahabat, lebih tepatnya teman ketika kami duduk di bangku SLTP. Begitu lusus dari MTs, dua orang sahabat ini melanjutkan sekolahnya ke SLTA, waktu itu melanjutkan ke Madrasah Aliyah. Tetapi, salah satu dari sahabat ini orang tuanya meninggal dunia. Dengan terpaksa, ia juga harus meninggalkan sekolah barunya. Tidak ada yang membiayai sekolah, itulah alasannya. 

Sahabat yang satunya ia justru menikmati masa-masa sekolahnya dengan penuh kebahagiaan. Satu tahun berlalu, kedua sahabat ini begitu sangat berbeda. Seketika itu sahabat yang putus sekolah terkesan pasrah dan tidak memiliki masa depan, ia lebih mengubur impiannya. Sahabat yang menikmati sekolah SLTAnya seolah ia akan menjadi sosok yang berhasil dan tak jarang ia sering mengutarakan keinginannya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi.

Tetapi semua itu berubah, hanya dalam tempo dua tahun. Semuanya berbalik 180 derajat, ini di luar prediksi dan penilaian nalar manusia. Sahabat yang putus sekolah, ia memutuskan untuk menikah dengan seorang guru. Rupanya dari sana ia mendapat akses untuk mengikuti sekolah paket C, dan setelah lulus ia langsung melanjutkan daftar kuliah.

Ada kabar, jika sahabat yang sekolah ini dibawa kabur oleh pacarnya. Keluarganya sibuk mencari dan menghubungi teman-temannya. Sayang, tak satupun yang bisa memberikan keterangan pasti. Seminggu kemudian barulah ia muncul dan datang ke rumah. Berawal dari kejadian itu, semuanya menjadi rusak, sekolahnya tidak karuan dan begitu juga dengan masa depannya. Selepas lulus dari sekolah ia langsung dinikahkan. 

Saat ini, keduanya sedang menikmati pilihan mereka masing-masing. Awalnya putus sekolah, kini mengajar di sekolah, yang sekolah malah kini mengajar di rumah (mengurus anak dan suami). Memilih dan dipilih itu tidak semuanya sesuai dengan harapan, dan semuanya bukan tidak baik, tetapi itulah kebaikan yang digariskan sang pencipta.   

Intinya, memilih dan dipilih sama tidak enaknya. Tetapi nikmatilah apa adanya, let's flow []


Manusia sebagai makhluk yang di ciptakan oleh sang khaliq untuk menyembah kepadaNYA. Menyembah Allah, bukan berarti seolah-olah Allah butuh dengan makhluknya. Bukan juga Allah egois. Melainkan ibadah tersebut adalah bukti ketaatan kita sebagai makhluk (yang diciptakan) kepada siapa yang telah menciptakan. Kepatuhan dan ketaatan itu harus disadari oleh manusia.

Bahkan ibadah tersebut pada hakikatnya akan memberikan efek yang positif bagi manusia itu sendiri. Salah satu penelitian ilmiah tentang gerakan shalat adalah bisa memperlancar jalan darah dan memfungsikan otak dengan baik. Dan yang paling penting, dengan menjalankan ibadah tersebut manusia akan mendapatkan pahala dari Allah; (merasa tenteram dan tenang), inilah yang dicari oleh manusia.

Kewajiban beribadah itu sangat pantas Allah berlakukan untuk makhluknya, karena apabila manusia itu menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala larangan nya maka allah akan memberikan ganjaran yang berupa kenikmatan di surga dan siksaan di neraka.

Proses manusia untuk mau melakukan ibadah tidak mudah, sebagai bukti nyata bahwa telah kita saksikan begitu banyak manusia yang mengaku Islam namun kesadaran untuk beribadah sangat sedikit bahkan sangat jarang. Butuh beberapa tahap ujian tingkatan manusia untuk menyadari untuk beribadah kepada sang pencipta, yaitu allah swt.

Kesadaran yang di bangun bukan hanya sekedar sadar yang biasa melainkan kesadaran yang sangat tinggi yang mampu menghantarkan kita benar-benar menyerahkan segalanya demi sang pencipta. Kesadaran ini di bangun dari kesadaran hati nurani dan dari kesadaran ‘aqal untuk merelakan semuanya.

Sadar Diri
Sadar diri sebagai makhluk berarti menyadari akan adanya sang khaliq (sang pencipta) sehingga dengan demikian mengakui bahwa dirinya bukanlah siapa-siapa, bukan malah merasa paling pintar dan paling bisa serta merasa paling benar sendiri. Sadar sebagai makhluk juga  merupakan sadar akan kelemahan yang dimilki serta keterbatasan yang mampu untuk di jangkau, karena manusia merupakan makhluk yang serba kurang. Manusia hanya makhluk yang lemah dan tempatnya salah dan lupa, yang sempurna itu hanya allah swt. Tuhan yang maha agung dan maha tinggi.

Sadar Posisi
Setelah kesadaran diri ini tertanam dengan kuat maka akan melahirkan kesadaran yang kedua yaitu kesadaran posisi. Kesadaran posisi ini merupakan implementasi dari kesadaran diri, yang mana kesadaran ini akan berkembang apabila kesadaran diri yang telah diciptakan benar-benar bagus. Akan tetapi apabila kesadaran diri ini tidak berjalan atau tidak secara bagus maka akan mempengaruhi kesadaran posisi tersebut, bahkan tidak sama sekali muncul.

Sadar posisi akan memunculkan sebuah perilaku positif bagi siapapun yang memiliki kesadaran diri yang baik, orang tersebut akan menjadi orang yang baik. Menurut hemat penulis, baik disini secara garis besarnya adalah menjalankan kewajibannya terlebih dahulu kemudian meminta haknya.

Seharusnya yang harus kita tekankan adalah bagaimana kita menjadi manusia yang bisa merasa tapi bukan merasa bisa, karena dua kalimat ini jika salah mengartikan maka akan menjadi makna yang salah pula. Kita harus berpikir terlebih dahulu sebelum berbuat dan sebelum berbicara, dan ini merupakan sebuah bentuk kehati-hatian kita dalam mengolah bagaimana kita mampu membiaasakan terlebih dahulu kemudain menjalankan, bukan ngomong dulu baru mengerjakan.[Ah]

Repost - Maret, 13/2014

Rendah itu berarti tidak tinggi. Atau bisa juga berarti sesuatu yang menyebabkan munculnya kata tinggi. Sebab jika tidak ada kata rendah, maka mustahil kata tinggi itu akan muncul. Rendah adalah sebuah posisi, letak keadaan atau sebuah ukuran pola geografis. "Gunung itu lebih tinggi dibandingkan bukit, sedangkan bukit lebih rendah dibandingkan gunung."

Rendah itu mengukurnya ke atas bukan ke samping. Kalau mengukurnya ke samping itu namanya pendek dan panjang. Sebetulnya ketika kita mengukur postur tubuh, itu lebih pas dan tepat menggunakan kata tinggi dan rendah. Sebab kalau menggunakan kata pendek pasangannya adalah panjang. Ini sekali lagi berbicara masalah kosakata bukan masalah ukurannya.

Rendah memiliki arti paling bawah. Jika ditambah dengan akhiran an maka berubah artinya. Apalagi jika di depannya ada kata benda yang menemaninya, sudah dipastikan bahwa benda tersebut tidak memiliki nilai (dianggap tidak memiliki harga lagi). 

Misalnya 'perempuan rendahan' artinya perempuan yang biasa dan suka dimainkan atau ditukar dengan uang,  Contoh yang lain, karyawan rendahan. Artinya ia bekerja di kantor, tetapi posisinya hanya sebagai office boy atau lainnya yang setara dengan itu. 

Jika ditambah dengan awalan di dan akhiran an, maka siapapun yang mendapatkan kata ini tidak akan tinggal diam. Sebab siapapun, tidak rela dirinya dihina dan dijatuhkan. Direndahkan merupakan perlakuan yang semena-mena dan jelas-jelas menjatuhkan harga diri. Tak sedikit kasus mutilasi yang terjadi, hanya gara-gara direndahkan.

Kenapa manusia memiliki sifat dan kegemaran untuk men-judge seseorang. Dengan adanya judge-men-judge seolah ada pengakuan diri bahwa dirinya hebat dan tidak sebanding dengan orang lain. Padahal tidak ada yang demikian. Jelas-jelas dalam ajaran Islam yang mampu menjadikan diri kita berbeda dengan yang lainnya adalah karena ketaatan dan kepatuhan.

Ketaatan dan kepatuhan ukurannya adalah perilaku dan tindakan nyata serta disertai dengan amalan ibadah yang lainnya. Tidak peduli status kepemilikannya seperti apa, kondisi fisiknya bagaimana, ksesehariannya di mana dan dengan siapa. Indikatornya adalah melaksanakan perintah dari Allah atau tidak. 

Jiak kepemilikan yang dijadikan ukuran, jelas aturannya akan lain. Rendah dan tinggi itu hanyalah ukuran untuk sebuah benda mati, jangan digunakan untuk mengukur manusia. Sebab manusia itu makhluk yang fana, tidak kekal dan akan mengalami jatah kematian. Sejatinya kita sama, dan saling mengingatkan dalam kebaikan itu lebih utama. Khairunnas anfa'uhum linnas []

#sehari300kata 


Terik matahari siang ini begitu hangat. Aku sudah siap dengan pakaian batik, kopiah, dan sarung. Tak ketinggalan sandal jepit menjadi pelengkap kepergianku untuk menunaikan shalat jum’at. Sebagai muslim yang taat dan meyakini kewajibannya, maka shalat jum’at merupakan sebuah momen spesial. Bahkan, selalu saja ada ‘oleh-oleh’ yang bisa dibawa pulang dari masjid. Inilah kenapa aku selalu semangat jika berangkat untuk shalat jum’at.

Jujur ya, yang aku cari adalah khatibnya. Tetapi kebanyakan teman-teman itu lebih memilih masjid yang lebih cepat keluarnya. Aku juga dulu kepikiran seperti itu, tetapi cara berpikir seperti itu sudah aku buang jauh-jauh. Sebab yang ada rugi.

Bayangkan saja, ikut pengajian enggak pernah, kumpul di masjid mendengarkan ceramah enggak pernah. Kapan lagi menggunakan momentum yang baik ini untuk menuntut ilmu di masjid, minimal satu minggu sekali. Lumayan bukan? Ketimbang tidak sama sekali. Jadi, selama satu minggu dapat pencerahan atau nasihat tentang agama.
***

Nasihat untuk siang ini yaitu bagaimana kita memilih teman yang baik dan seharusnya mendekati teman yang shalih. Sebab teman yang baik dan shalih itu kekal, tidak hanya di dunia saja menjadi teman, tetapi kelak ketika di akhirat pun akan bersama-sama. Tetapi jika berteman yang tidak baik, hanya sebatas di dunia saja, di akhirat berpisah.

Memilih teman itu harus, selektif dalam memilih teman sangat dianjurkan. Terutama untuk teman-karib. Diusahakan yang memiliki ketaqwaan, sebab sahabat yang taqwa akan kekal dan tidak akan menjadi musuh. “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS: Az-Zukhruf Ayat: 67).

Firman Allah subhanallahu wa ta’ala, di atas menyampaikan pesan bahwa semua pertemanan dan persahabatan yang bukan karena Allah akan menjadi permusuhan pada hari Kiamat, kecuali persahabatan yang dilandasi niat karena Allah subhanallahu wa ta’ala, sebab persahabatan seperti itu akan kekal selamanya.

Kadang kita dekat dengan seseorang karena jabatannya, hartanya, karena bentuk fisiknya atau karena lainnya. Maka teman yang seperti itu hanya akan menjadi musuh di akhirat kelak. Sebab mereka menjadi teman karena ada embel-embelnya, ada daya tarik yang lain. Mencari teman yang baik parameternya adalah keshalihan dan ketaqwaan.

Jika didasarkan kepada keshalihan dan ketaqwaan, akan berimplikasi kepada siapa yang menajdi temannya. Temannya tukang minyak wangi akan kebagian wanginya, sedangkan orang yang berteman dengan tukang besi, bisa kebagian apinya atau malah mungkin terbakar juga. Jadi memilih dan mencari teman yang baik itu sangat dianjurkan.

Aku? Masih bisa dihitung dengan jari. Teman-teman yang kuanggap baik hanya beberapa, itupun tidak dan jarang berkomunikasi. Semoga dengan nasihat yang diberikan oleh khatib siang ini bisa kuaplikasikan dengan segera. Komunikasi yang sudah vakum bisa dibangun kembali. Harapannya semoga akan menjadi lebih baik. []

#Sehari300kata

Doraemon mau tidur

Nobita Malas

Nobita besar

Sizuka besar

Doremon dan Nobita yang lagi senang

Sizuka pamit/izin karena esok akan menikah dengan Nobita

Wejangan dari sang ayah untuk Sizuka

Setelah diberi wejangan ayah

Nobita setelah kembali dari masa depan dan berjanji kepada Sizuka.
"Aku ingin membatalkan pernikahan.." teriak Sizuka sambil bersimpuh di depan ayahnya.

"Kenapa? " tanya ayahnya..

"Ayah.." Sizuka menarik nafas panjang.

"Ayah akan kehilangan aku bila aku pergi..." Lanjut Sizuka.

"Tentu saja demikian..." timpal ayahnya lagi.

"Ayah dan ibu sudah merawatku dengan baik, tapi aku.... belum lakukan sesuatu untuk membalas budi." Ucap Sizuka sambil tersedu.

"Jangan konyol, kau memberi kami banyak hal indah.." Jawab sang ayah menenangkan Sizuka.

"Aku takut, Apakah kami akan baik-baik saja? " Keluh Sizuka pelan.

"Tentu kalian akan baik-baik saja, yakinlah pada Nobita kau tepat untuk memilihnya. Dia orang biasa tanpa bakat istimewa, tapi dia ingin membahagiakan orang lain dan bisa merasakan kesediahan orang lain. Itulah ciri sosok orang yang baik. Aku yakin dia akan membuatmu bahagia. Aku bangga padamu karena telah memilih dia. Jangan cemas, semuanya akan baik saja." Mendapatkan wejangan ini dari Ayahnya, Sizuka pun merasa tenang.
***
Nonton film ini seru dan kocak. Tapi ingat, film ini bukan untuk anak-anak, karena ceritanya khusus orang dewasa. Ini hanya flashbacak Doraemon dan Nobita saja. Jadi anak-anak tidak diperkenankan untuk nonton film ini. Beberapa adegan di film ini tidak pantas dilihat oleh anak-anak.

Jika kita mau jeli dengan film ini, banyak unsur yang tidak baiknya. Mana ada anak seumuran Nobita yang mengemis kepada Doraemon untuk mengetahui, dengan siapa ia akan menikah. Bahkan Nobita juga tidak memikirkan pelajaran sekolah, tetapi yang dipikirkan hanyalah Sizuka, perempuan yang dicintainya.

Sekali lagi film ini bagus, tetapi tidak untuk anak-anak.[]


Membuat logo itu gampang-gampang susah. Gampangnya ya apapun bisa dibuat, terserah yang empunya maunya seperti apa. Susahnya ya itu, mencari ide dan menyatukan ide dengan logo yang akan dibuat, selalu saja mentok dan akhirnya tidak ketemu. Belum lagi, sisi lain dari logo yang dibuat selalu banyak persepsi.

Logo yang sudah dibuat, menurut creator bagus tetapi belum tentu menurut orang lain, atau juga malah sebaliknya. Logo itu elek, tapi dibilang bagus. Jadi bingungkan? apa yang buat yang enggak tahu seni, atau si penilai yang kagak ngerti seni?.

Dari beberapa coretan akhirnya iseng-iseng logo ini saya buat. Selain mengisi kekosongan, ide ini juga terinspirasi dari tulisan jepang dan korea yang unik dan simpel tetapi menyimpan banyak makna.

Logo ini sebetulnya terdiri dari dua huruf, yaitu huruf A dan H. Dsainnya sengaja dibuat seperti ini supaya terkesan mirip huruf korea dan hiragana. Entahlah kalau diartikan kebahasa mereka, apakah ada artinya atau tidak. Pilihan warna merah dan putih menjadi pilihan utama, karena dua warna ini sangat kontras.

Selain saya suka dengan dua warna ini, yang paling saya angkat adalah lambang bendera negeri kita. Miris dan kecewa, itulah yang saya rasakan. Terutama dengan kasus perpolitikan indonesia yang tak kujung selesai. Ditambah lagi dengan permasalahan KPK vs Polri yang tak kunjung ditangani oleh presiden.

Masalah selesai, jika presiden langsung memutuskan permasalahan ini. Tetapi nyatanya apa? penakut dan kenegaraannya NOL besar. Presiden itu kepala dan punya hak dalam memutuskan hal ini, kalau memang punya ketegasan.  Jika kita bandingkan dengan presiden sebelumnya, nyaris sangat telak. Kalau menurut saya pribadi nilainya 9 untuk presiden sebelumnya. Kalau untuk yang sekarang 4.

Dinilai dari beberapa sisi, tak ada yang bisa diunggulkan. Kalau ada yang bisa, mananya? tolong kabari dan kasih tahu saya.

Kembali ke logo di atas. Logo ini belum final, tidak menutup kemungkinan akan mengalami perubahan dan diganti dengan yang lain. Saat ini ide yang saya miliki masih mentok dan tidak bisa berkembang lagi. Sudah lemah, kehabisan ide. Semoga ide yang lain cepat datang dan lebih baik tentunya.[]

#menulis300kata

Hampir setiap hari, berita ditelevisi menyiarkan kasus pelecehan seksual, pelakunya bisa dilakukan oleh tetangga, guru, bahkan oleh orang tuanya sendiri. Tak hanya itu, kasus pembunuhan anak juga mulai ramai disiarkan oleh televisi dan menjadi tontonan khalayak ramai. Miris, prihatin, marah, itulah yang penulis rasakan ketika menyaksikan kabar berita ini. Dalam lubuk hati yang paling dalam rasanya suara hati ini ingin berteriak “kapan semua kejahatan ini akan lenyap.. STOP KEJAHATAN.

Memang setiap orang tidak bisa lepas dari masalah, dan setiap orang memiliki masalah dalam hidupnya. Ketika memiliki masalah, maka hidup seseorang dikatakan normal. Dengan masalah justru bertambah dewasa, bertambah pengalaman, bertambah kuat mentalnya dan lain sebagainya. Jadi, setiap orang hidup itu idealnya memiliki masalah.

Tingkat Masalah
Setiap orang memiliki tingkat masalah yang berbeda-beda, ada yang sedang, biasa, bahkan paling sulit. Karena tingkat masalahnya sangat sulit, akibatnya seseorang menjadi stres, gelap mata, bahkan tidak bisa mengontrol dirinya sendiri. Akhirnya terjadilah perilaku yang berakibat fatal dan menyebabkan dirinya harus mempertanggungjawabkan perbuatan dirinya di meja hukum.

Lain halnya dengan orang yang memiliki masalah yang sedang, mungkin hanya dengan beberapa tindakan masalah itu dapat diatasinya.

Tidak semua masalah dapat diselesaikan, tetapi setiap masalah dapat dikendalikan. Dikendalikan ke arah yang positif atau ke arah yang negatif, tergantung sikap yang diambil dalam memutuskannya. Kebanyakan sih ketika tidak bisa menyelesaikan masalah, solusinya lari dari maslah.

Mensikap Masalah
Masalah sebesar dan seberat apapun jika disikapi dengan kepala dingin pasti dapat dikontrol. Ungkapan bijak yang sering penulis dengar misalnya “sikapilah semuanya dengan kepala dingin” dengan begitu apapun masalahnya bisa dikendalikan. Menyelesaikan masalah itu bukan dengan perasaan, tetapi menggunakan kepala.

Rata-rata kaum perempuan lebih mengedepankan perasaan dibandingkan dengan kepalanya. Mungkin sudah kodratnya kali ya. Sehingga yang muncul adalah sifat depresi, galau, dan akhirnya melamun. Repot kalau masalah itu dipendam dan tidak dikeluarkan, bisa menyiksa batin.

Carilah seseorang yang dianggap pantas dan bisa memberikan solusi yang saat ini kita hadapi, jika tidak mampu menyelesaikannya. Penulis kira itu adalah jalan yang paling baik. Sebab permasalahan itu tidak harus diselesaikan sendirian, kadang perlu campur tangan orang lain, masukan dan saran dari orang lain.

Bahkan ketika masalah dihadapi dengan banyak orang, akan terasa ringan. Beban yang dihadapi semakin sedikit dan banyak masukan untuk dijadikan sebagai opsi dalam menyelesaikannya.[]


"Yani.." demikian biasa kami (sekeluarga) memanggilnya. Meskipun awalnya tidak tahu pasti nama lengkapnya siapa (termasuk saya pribadi, tidak tahu nama lengkapnya juga) dan baru tahu ketika Yani akan menikah dengan perempuan idamannya. Adapun perempuan yang beruntung itu berasal dari Yogyakarta.

Ahyani salah satu keluarga dari garis bapak. Ia cucu dari kakak bapak, atau dengan kata lain cucuknya Uwa. Bapak dan Uwa memang berasal dari ibu yang berbeda, tetapi semenjak kecil sudah diurus olen nenekku, sebab Ibunya Uwa sudah wafat, demikian ibuku mengisahkannya dulu.

Sebetulnya bukan kali ini saja kami (saya dan Yani) ketemuan di Jogja. Dulu sekitar tahun 2010 kalau tidak salah, kita juga pernah ketemuan di Jogja. Hanya saja beda momennya. Dulu, Bapaknya Rere (calon mertua) Yani, meninggal dunia. Dan dikebumikan di Jogja, Yani waktu itu ikut menemani dan mengantar jenazah sampai ke Jogja.

Saya juga sudah lupa awal-awal pertemuan. Hanya sebentar menemani Yani, karena ada kuliah di pesantren dan kuliah di kampus juga. Tapi waktu itu, (kalau tidak salah) sempat ikut ke pesantren UII dan mandi, terus sekalian dikasih kemeja, karena dari Jakarta tidak bawa pakaian ganti.

Sempat mampir dan dikenalkan dengan keluarganya Rere, tapi karena masih baru tinggal di Jogja jadinya tidak terlalu akrab. Sehingga kenangan itu lupa blas, yang diingat hanya satu, rumahnya sebrang Lotte Mart.

Di penghujung 2014 Yani kembali ke Jogja, tapi kali ini tujuannya untuk meminta izin atau restu dari keluarga Rere yang ada di Jogja. Tak hanya itu, tujuan yang lainnya adalah memberitahu secara lisan kepada saudara-saudara yang ada di Jogja, bahwa pernikahan mereka akan dilaksanakan bulan depan.

Di sinilah saya mulai mengenal lebih dekat dan meraba-raba memori yang sudah terlupakan. Karena sudah lama di Jogja, begitu ketemu dengan orang tua Rere, adiknya, bude, dan bule pun sudah tidak se-canggung ketika awal-awal tinggal di Jogja. Ini keluarga baru saya di Jogja.

Info terbaru (17/02/14) bahwa Rere kini sedang mengandung anak pertama. Usia kandungannya sudah berumur 4 bulan. Semoga Ibu dan bayinya, diberikan kesehatan serta keselamatan ketika lahir ke dunia ini. Semoga juga menjadi anak yang soleh/ah, dan tentunya berguna bagi agama, sesama, nusa dan bangsa.

#sehari300kata

Kala itu, ketika menemui seorang teman di sebuah hotel. Ia baru saja pulang dari korea selatan. Asep Budianto (21) merasa malu ketika harus mengajak teman-teman dari Korsel untuk berkeliling di indonesia. Pasalnya jalanan yang dilewati penuh dengan kemacetan ditambah lagi dengan tumpukan sampah dimana-mana. Hatinya merasa terenyuh malu seakan ia bingung mau ditaruh mana mukanya, tutur Asep. Padahal ketika ia di Korsel tak ada sampah ataupun kemacetan yang ia temui selam tinggal di sana.

"Oleh-oleh” dari Asep tersebut sejenak menyadarkan kita dan menyentil secara halus kebiasaan orang-orang indonesia saat ini. Jika ditanya siapa yang harus disalahkan, tentu tidak ada yang mau disalahkan, karena semuanya merasa benar. Apakah sejauh ini kita peduli terhadap lingkungan sekitar kita? Kenapa sampah disana-sini numpuk tidak karuan?

Kebersihan jika dijaga dengan baik tentu keindahan yang akan didapatkan, tetapi jika sebaliknya maka keindahan tersebut hanya sebuah angan-angan belaka. Kebersihan bukan tanggung jawab pemerintah pusat, daerah, kota, apalagi RT dan RW. Tugas menjaga kebersihan itu merupakan tanggung jawab diri sendiri, alangkah baiknya jika dipelihara secara bersama-sama.

Peran agama, khususnya Islam sangat menganjurkan kebersihan. “kebersihan itu sebagian dari iman..” jadi, siapapun yang tidak menjaga kebersihan berarti orang tersebut imannya lemah, atau bisa dikatakan juga imannya tidak utuh. Boleh saja keimanannya kepada yang lain kuat tetapi ketika tidak melaksanakan kebersihan sama saja imannya pincang.

Tak hanya disitu, dalam ilmu fiqih kajian yang pertama dibahas adalah bab tharah/bersuci Bersuci disini sangat luas. Bersuci dari najis/kotoran, hadas, dan lain sebagainya. Contoh kecil, ketika akan melaksanakan sholat maka badan, pakaian dan tempat harus benar-benar bersih. Sudah sangat jelas bahwa agama Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk melaksanakan kebersihan.

Kebiasaan Buruk
Perilaku membuang sampah sembarangan memang sudah merajalela. Tak hanya di kota-kota besar saja tetapi di lingkungan perkampungan pun budaya kebiasaan buruk ini masih melekat jelas. Hal ini terlihat ketika ada festival besar atau acara pasar dadakan pastilah sampah itu bisa dijumpai dimana-mana berserakan. Jika ini tetap dibiarkan maka selamanya tidak akan ada perubahan, seolah ajaran agama hanya menjadi simbol hiasan belaka.

Menjaga dan merawat lingkungan tidak lah mudah, butuh kerja keras serta kerja sama antar semua lapisan masyarakat, dari lingkungan keluarga, masyarakat hingga kepada pejabat pemerintahan. Ibu kota Jakarta, jika memiliki pengelolaan lingkungan dan sampah yang baik tentulah akan terbebas dari banjir.

Sebelum semuanya terlambat mari semuanya diperbaiki, jangan menunggu seperti kota jakarta dulu, jika mampu menyelamatkan lingkungan sedari dini kenapa harus menunggu lain hari. Toh sudah banyak bukti dan contoh yang bisa dijadikan referensi. Jika memang merasa sebagai orang yang betul-betul sadar maka sadarilah lingkungan yang sudah mulai rusak ini. Selamatkan lingkungan ini dari sampah, limbah dan mulailah menjaga kebersihan.

Langkah awal yang paling konkrit adalah menanamkan kebersihan lingkungan di lingkup keluarga. Jika kebersihan mampu dilaksanakan dengan baik otomatis lingkungan sekitar akan terinspirasi dan bisa jadi contoh bagi tetangga yang lain. Perbuatan yang baik akan menghasilkan kebaikan pula, dan begitu juga dengan perbuatan buruk maka akan menghasilkan keburukan pula, tergantung manakah yang akan dipilih. Semuanya sudah ada konskuensinya masing-masing.


Awalnya tidak sengaja membaca tulisan di blognya. Lama-kelamaan bahasanya mengalir dan enak banget, bahkan lebih enak dari coklat. Mungkin lebih mirip seperti minum kopi di pagi hari dengan ditemani makanan khas kampung yang masih panas. Rasanya gimana gitu, perpaduan antara kopi panas dan rasa kue kampung terasa lezat dan tidak ada duanya.

Begitulah yang saya rasakan ketika membaca tulisan yang ia tulis di blognya. Tulisannya banyak yang menanti, bahkan murid SMA sebut saja namanya Anggi, begitu antusias dan semangat ketika mendengar nama tersebut. Termasuk saya pribadi selalu update menyimak dan membaca hasil coretan tangannya.

Selalu saja ada rasa penasaran dan menyentuh hati jika membacanya. Saya yakin yang membaca tulisan di blognya itu bisa merasakan dan seolah menjadi tokoh utama dalam cerita tersebut. Cerita yang ditulis olehnya dikemas secara rapi dan baik. 

Sampai saat ini saya belum tahu siapa dia dan seperti apa bentuk wajah dan penampilannya. Dari beberapa informasi yang saya dapatkan, katanya sih masih duduk di bangku sekolah. Tetapi ada juga yang bilang kini ia menjadi mahasiswi di Universitas Indonesia. 

Pokoknya dari sekian banyak informasi itu tidak saya percayai. Tetapi yang ada dalam benak saya pribadi, kenapa ia melakukan ini? Coba kita main logika, setiap penulis pemula pasti yang pertama kali dilakukan adalah menjual nama. Mempopulerkan namanya setinggi langit, sehingga akan terkenal.

Apa yang dilakukan oleh penulis ini tidak normal. Bisa jadi ia memang keturunan dari seorang penulis (anak penulis terkenal). Bisa juga penulis lama, tetapi hanya ganti nama, atau ada sebuah EO yang secara khusus ingin membuat penasaran pembaca. Semakin penasaran, maka buku-bukunya akan banyak dicari. 

Sekali lagi ini hanya asumsi saya. Penulis yang saya maksudkan adalah DWITASARI. Ini blognya dwitasari.blogspot.com. []



Setiap manusia akan mengalami satu masa, dimana ia akan kembali kepada penciptaan awalnya. Manusia lahir dalam keadaan lemah, dan tidak mengenal siapa pun di diunia ini. Begitu pula nanti, saat masa itu tiba semuanya begitu nyata dan pasti. Setiap manusia yang diberikan umur panjang, tidak bisa menolak apalagi menentangnya. Karena itu adalah ketetapan dan sunatullah yang ada di alam dunia ini.

Ketetapan yang demikian ini sudah Allah SWT tulisakan dalam surat yasin dan sering kita baca bersama : (QS. Yāsiin [] : ).

Sebelum masa itu tiba, hal yang paling sering kita lihat dan kita rasakan adalah fungsi-fungis anggota tubuh sudah tidak senormal dahulu ketika masih muda. Pandangan sudah mulai rabun, rambut sudah mulai beruban, kerutan di wajah sudah terlihat, pendengaran demi sedikit melemah, dan yang paling terasa adalah kondisi badan tidak gagah lagi. Sedikit-sedikit sakit dan kecapekan.

Apalagi bagi yang sering mengkonsumsi makanan cepat saji. Atau makanan yang mengandung banyak bahan kimia. Bisa menyebabkan tubuh lebih tua sebelum waktunya, meskipun tidak terasa nyata, tetapi ini adalah faktanya. Bagi yang sering mengkonsumsi makanan yang memiliki kimia badanya tidak sekuat orang yang makan yang  alami.

Baik-buruk atau sebaliknya
Manusia yang hidup di dunia ini beragam jenis, watak, dan kebudayaan. Dari sekian banyak perbedaan tersebut tetntu ada kesamaan. Semua manusia yang jumlahnya miliaran tersebut kedudukaannya sama di mata allah, kecuali orang-orang yang bertaqwa. Yaitu menjalanakan semua perintah allah dan meninggalkanya larangannya. Dalam artian ia taat terhadap ajaran yang dibawa oleh nabi Muhammad saw.

Baik dan buruk adalah sebuah peroses. Misalnya saja sahabat rasul yang empat (khulafa al-rasyidun). Semuanya memiliki jejak yang buruk dan perangainya luar biasa bertentangan dengan ajaran islam. Tetapi ketika rasulullah Muhammad saw berdakwah dan perlahan mereka pun berubah menjadi baik dan menjadi pemegang ajaran islam yang begitu kuat.

Kisah sebaliknya, misalnya saja cerita tentang Barsiso yang begitu taat dan menjalakan perintah alalh dan jumlah murdinya yang begitu banyak. Tetapi apa yang terjadi dengan barsiso di penghujung hayatnya? Ia malah mati dalam keadaan murtad (keluar dari islam). Naudzubillahi min dzalik.



"Ya Tuhan kami, anugerahkan kepada kami, pasangan hidup dan keturunan kami sebagai penyejuk hati kami, dan jadikanlah kami sebagai pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa". (QS. Al-Furqan [25] : 74)
Ketika mengikuti perkuliahan di kampus, banyak karakter dosen pemberi mata kuliah yang berbeda-beda. Dosen A seperti ini, dosen B beda dari A, bahkan dosen C berbeda dari A dan B. Banyak sekali karakater perbedaanya, terutama cara mengajar, menyampaikan materi yang diajarkan, dan ketika ngobrol di luar kelas.

Dari sekian banyak dosen yang mengajar di kelas, tidak sedikit yang sudah sampai menempuh gelar doktor, dengan kata lain sudah dan sedang menempuh strata tiga (s3). Kenapa harus ada gelar yang dijadikan acuan dan tolak ukur seorang dosen. Sebab gelar itu merupakan pencapaian tertinggi yang pernah ditempuh ketika menjalani studinya.

Tak heran jika suatu ketika ada dosen yang jelas-jelas mengatakan bahwa penulisan, peletakan, gelar untuk dirinya tidak boleh salah. Sebab kalau salah, maka nilai Ujian Tengah Semester (UTS) maupun Ujian Akhir Semester (UAS) tidak akan keluar. Sebagai mahasiswa kami merasa takut dan manut saja, toh gelar itu memang buah kerja keras, tidak salahnya kita menghargai kerja keras tersebut.

Tidak bisa dipungkiri bahwa kebanyakan orang (mesti tidak semuanya) ketika memilih melanjutkan ke jenjang perkuliahan yang pertama kali dicari yaitu untuk mendapatkan gelar. Perjuangan untuk mendapatkan gelar itu tidak mudah, butuh waktu, perjuangan dan konsentrasi tingkat tinggi.

Oleh karenanya, maka gelar tersebut adalah reward atau hadiah dari kerja keras yang sudah ditempuh selama bertahun-tahun. Tidak salah memang ketika ada dosen yang meminta dan begitu mempersoalkan gelar yang sudah diraihnya tersebut. Kerja keras yang sudah dijalaninya harus dihargai dan diapresiasi.

Dalam kisah lain, tapi masih seputar tentang dosen juga. Cerita singkatanya kurang lebih seperti ini. Kala itu salah seorang sahabat (boleh disebut teman dekatlah) yang meminta bantuan untuk dibuatkan dsain sertifikat acara pelatihan. Kebetulan sahabat ini juga sebagai panitia inti dalam acara tersebut.

Setelah dsain dibuat dan dikirim, sahabat tadi mengirimkan balasan. Inti tulisannya adalah meminta supaya gelar dosen yang menjadi pimpinan di kantornya tersebut meminta dihapus. Padahal gelar yang sudah dituliskan tidak bermasakah dan sesuai dengan semestinya. Ketika dikonfirmasi langsung, “katanya buat apa sih pake gelar-gelar segala, tidak terlalu penting”. Demikian jawaban yang saya terima dari salah seorang sahabat.

Gelar Sesungguhnya
Prof. Komarudin Hidayat (mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) pernah menyampaiakan dalam tausiaH. Inti dari tasusiahnya adalah : sebuah kesuksesan itu sebetulnya bukan terletak pada sesuatu yang dimiliki. Sebab sesuatu yang dimiliki itu menyangkut kepada sesuatu yang melekat. Sesuatu yang melekat itu tidak selamanya bisa kita bawa, dalam artian suatu saat akan kita lepaskan.

Pada hakikatnya sesuatu yang saat ini kita miliki bukanlah sebuah kesuksesan. Jabatan, gelar, dan apapun itu hanyalah tempelan semata. Kelak itu akan kita tinggalkan kala jasad dengan ruh telah berpisah. Gelar keduniaan tidak lagi menjadi berarti, tetapi gelar akhiratlah yang paling dicari.

Khusnul khatimah (meninggal dalam keadaan baik) adalah harapan kita, terutama bagi seluruh umat islam (muslim). Hanya saja, ketika mengikuti peroses penjelajahan menapaki khusnul kahtimah, banyak sekali duri, naik turun, tikungan tajam dan lain sebagainya. Sehingga banyak yang akhirnya tersesat bahkan salah jalan.

Perangkap yang ada di dalamnya begitu sulit untuk dibedakan. Jalan kebaikan terasa begitu berat dan susah untuk dijalani ketimbang jalan keburukan yang terkesan lebih mudah dan terbuka lebar. Akhirnya banyak yang memilih jalan keburukan, karena terasa lebih nyaman, enak, dan ada juga karena sudah terlajur jatuh di dalamnya.

Ketika sudah di batas penghujung jatah kehidupan, banyak yang menyesal dan ingin mengubah jalan hidupnya. Kata-kata penyesalan tak lagi berarti, sebab maut sudah datang di depan mata, waktu tak bisa bergulir lagi mengulang masa lalu. Semua keluarga sudah berkumpul dan tak sedikit menangisi. Tetangga berkumpul untuk berta’ziah dan siap mengantakan ke liang lahat. Saat itulah gelar almarhum/ah telah sah kita dapatkan.

Tetapi yang menjadi pertanyaan selanjutnya, apakah gelar almarum/ah itu mendapatkan indeks prestasi cumlaude atau tidak? Ketika semasa hidupnya banyak melaksanakan amal shalih maka predikat cumlaude bisa diterimanya. Tetapi jika sebaliknya, banyak bolosnya, indeks prestasinya hanya 2,0 predikat itupun belum bisa diraihnya.

Taqwa 
Suatu ketika dalam sebuah kelas, seorang sahabat bertanya dengan lantang di depan teman-teman yang lainnya. Siapa yang tau gelar paling tinggi di atas orang yang bertaqwa? Semua teman-teman terdiam dan tak ada yang memberikan jawaban. Salah seorang teman yang duduk di belakang menjawab tidak ada gelar yang paling tertinggi di atas ketaqwaan.

Karena hanya satu orang yang merespon, akhirnya sahabat ini pun menjelaskan kepada teman-teman yang lainnya. Sebetulnya gelar yang paling tinggi di atas orang yang bertaqwa adalah imamnya orang yang bertaqwa. Sebagaimana dalam bait doa yang sering kita memohon kepada Allah SWT.

Rabbanā hablanā min azwajinā wa durriyatinā qurrata’ayun waj;alnā lil muttaqina imamā "Ya Tuhan kami, anugerahkan kepada kami, pasangan hidup dan keturunan kami sebagai penyejuk hati kami, dan jadikanlah kami sebagai pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa". (QS. Al-Furqan [25] : 74)

Taqwa itu menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya. Inilah makna taqwa yang sudah sangat kita dengar ketika khutbah jum’at. Tapi secara aplikasinya belum tentu bisa dengan mudah. Butuh perjuangan dan tantangan, untuk bisa mencapai tingkatan taqwa yang sebenarnya. Ketaqwaan seseorang terhadap tuhannya tidak bisa ditawar-tawar. Tapi bagi siapa yang betul-betul bertaqwa maka ia balasannya adalah pahala syurga dan rizkinya tidak akan pernah putus.

Makna taqwa yang menurut Sayyidina ‘Ali ra lebih spesifik. Takut akan Allah, Menjalankan isi al-Quran. Qanaah dengan rizqi meskipun sedikit, dan yang terakhir adalah mempersiapkan diri untuk kehidupan masa depan yang lebih kekal (akhirat). Dari keempatnya ini manakah yang sudah betul-betul kita amalakan?

Ihtitam
Banyak yang dibuai oleh gemerlap dunia. Matanya silau dan tak mampu membedakan mana yang betul-betul baik untuk dirinya hingga jangka panjang atau hanya sesaat saja. Dunia ini membuatnya menjadi terbalik dan orientasinya sudah berubah 180 derajat dibandingkan ketika ia masih duduk di bangku pesantren.

Status seseorang bukan jaminan untuk menjadikannya baik atau malah sebaliknya. Banyak yang awalnya baik, taat dan begitu haus dengan keagamaan, tetapi ketika sudah jatuh kedalam masalah keduniaan semuanya lepas begitu saja. Seperti anak panah yang dilepaskan dari busurnya. Tak sedikit pula yang awalnya menentang, menolak bahkan terang-terangan menghina agama, nyatanya kini ia menjadi seorang muslim yang taat.

Gelar manusia yang diberikan oleh allah adalah khalifah/pemimpin yang dipasrahi alam dunia untuk dijaga dan dirawat sebaik mungkin. Tapi dengan gelar itu pula ternyata mansuia merusak dan mengeksploitasi anamat yang sudah Allah berikan. Gelar khalifah yang sudah Allah berikan jelas-jelas disalahgunakan, apalagi gelar yang hanya disematkan oleh manusia. Makhluk tempatnya salah dan lupa.

Oleh karena itu, gelar yang disematkan oleh manusia jika dioptimalkan dengan baik dan digunakan untuk menjalankan, mentaati dan mengimani gelar yang sudah Allah berikan maka bukan tidak mungkin predikat cumlaude itu akan didapatkan. Allahu’alam. [Zah]

--------
Terbit di buletin alrasikh.uii.ac.id edisi/Jum'at, 06 Feb 2015

Amir Hamzah Copyright © 2009 - 2015 | Template : Yo Koffee | Design By : Designcart | Modif By : amirisme