Jumat, (01/05/15). Hari pertama berangkat ke prambanan hanya bertiga, Aku, Iqbal dan Bagus. Tujuannya sih hanya sekedar mengantarkan brosur dan spanduk untuk TK/RA NU Al-Madina yang beralamatkan di Jetis, Kotesan, Prambanan. Ketika itu kami berangkat sekitar pukul sepuluh pagi. Tujuan kedua selain mengantarkan brosur itu, ya jalan-jalan sore ajah, katanya sih mau ke Candi Ijo.

Sekitar tiga puluh menit kami menempuh perjalanan Jogja-Prambanan. Jarak yang kami tempuh agak lama dikarenakan ada perbaikan Jalan Solo, sehingga arusnya lumayan padat dan menyebabkan kemacetan. Harusnya perjalanan yang kami tempuh lima belas menit, ini menjadi dua kali lipatnya.

Udara yang terasa begitu berbeda ketika kami memasuki kawasan Kotesan. Ketika melewati rel kereta api dan disambut dengan hamparan pesawahaan yang begitu hijau nan cantik, membuat suasana dan udara begitu sejuk dan nyaman. Terasa begitu asri dan jauh dari kebisingan kendaraan yang berlalu-lalang.

Setelah menikmati beberapa suguhan pesawahan yang hijau dan para petani yang sedang berada di sawah, akhirnya kami pun tiba di tempat tujuan. Karena desa yang kami tuju itu berada diujung perkampungan, maka rumahnya pun menghadap tepat ke hamparan sawah nan hijau serta bukit yang hijau kebiruan di ujung sana.

Semakin ditatap, maka semakin indah bukit-bukit itu. Apalagi setelah diamati jumlah bukit itu tampak berjajar dengan warna yang berbeda-beda. Mulai dari hijau, hingga kebiru-biruan. Yang tak bisa dilupakan yaitu suasana desa dan udara pesawahannya yang begitu sejauk dan menentramkan hati. Jauh dari kebisingan dan kegaduhan suara kendaraan yang berlalu-lalang. Sesekali suara kereta terdengar dari tempat kami ngobrol, menambah kesan pedesaan yang begitu indah.

Semua berkumpul di gedung baru, gedung sekolah yang akan digunakan untuk TK/RA NU dan sudah resmi dibuka 1 Mei 2015. Dinding depan sudah dipenuhi dengan gambar-gambar pegunungan, aneka buah-buahan dan warana-warni cat yang menghiasinya. Diniding gedung itu terasa begitu hidup dan terkesan ramai. Kata pakdhe sykeh itu hasil karya dan coretannya sendiri. Meskipun sempat tak percaya, tetapi setelah melihat hasinya, aku langsung percaya.

Begitu ibu menyuguhkan kami minuman dan beberapa toples kue, brosur dan spanduk langsung kami serahkan. Sebelum dipasang, Pakde Syekh bilang tanggung, nanti saja setelah jumatan. “nanti saja, tanggung, ini sudah mau jumatan….” Menyadari hal itu, maka kami pun langsung mengiyakan dan langsung siap-siap. Kami dan ditemani lionel serta Pakdhe Syekh langusng menuju masjid yang ada di dusun jetis.

Sepulangnya dari sana, kami langusng memasang spanduk. Beruntung, setelah kami pasang spanduk, hujan baru turun. Sehingga ketika hujan turun, kami sedang menyantap mie rebus dan nasi serta berlaukkan tempe goreng. Sedap banget dweh pokoknya…  selepas menyantap makan siang, kami ngobrol kesana-kemari sambil menunggu hujan reda.

Setelah hujan reda, Aku dan Bagus memilih memancing di jembatan. Iqbal sengaja kami tinggalkan karena sedang bertelephone ria, dan pakdhe syekh sedang tidur siang. Setelah mencari umpan dan tak menemukan, maka kami pun memilih menggunakan umpan ulat daun pisang. Predikisiku sih memang tak akan berhasil, sebab ulat tersebut tak memiliki bau amis, jadi ya ikan-ikan tidak akan mau mencicipinya.

Setelah berjalan beberapa lama dan lumayan jauh, kami pun tiba di jembatan. Semuanya langusng disiapkan dan pancingan siap dilemparkan. Setelah dilempar, beberapa waktu sudah berlalu tetapi umpan kami tak kunjung ada yang memakannya. Karena taka da respon dari ikan, maka mancing pun kami akhiri. Kami kembali ke tempat semula dan siap-siap untuk pulang. Tak lupa kami mampir ke sawah yang ada di depan ruamh, ceritanya mau mencari belut, siapa tahu ada lubangnya.

Setelah mencari dan melihat tekstur tanah sawahnya, memang belut tak suka dengan tanah seperti ini. Karena tak menemukan lubang belut, aku memutuskan meminta Bagus untuk mengambil gambar dengan bacakgrund bukit dan sawah yang denga hijau. Hasilnya keren banget. Karena ada Lionel dan Zahra yang ikut, maka kami pun foto bareng.

@@@

Minggu (03/05/15) kami mengantarkan balngko formulir pendaftaran dan beberpa surat rincian uang pendaftaran TK/RA NU AL-MADINA. Kali ini kami berangkat empat orang, ditambah dengan Priyo Sudibyo. Kali ini tujuan kami tak hanya memancing, tetapi wisata candi Ijo. Setelah surat diserahkan, kami berangkat untuk memancing. Lagi-lagi iqbal kami tinggalkan sendirian, karena sedang ngbrol dengan ibu.

Setelah memancing dan hanya dapat satu (itu pun ikannya kecil) kami memutuskan untuk langung berangkat ke candi ijo. Setelah shalat ashar kami langusng tancap gas. Ndilalah baru beberapa menit meninggalkan kotesan, motor yang Iqbal dan aku tumpangi mengalami bocor ban. Mau tidak mau maka kami harus menepi, dan mereka (priyo dan Bagus) juga meunggu kami. Waktu terus bergulir dan sudah semakin sore, bahkan ketika ban sudah normal, tak berapa lama suara adzan magrib sudah berkumandang.

Ketika menunggu ban bocor ditambal, kami memutuskan untuk menunda keberangkatan menuju candi ijo. Selain kesorean, cuaca juga tidak mendukung. Kondisi cuaca mendung dan menyebabkan sunset yang kami inginkan ketika di candi ijo tak akan berhasil kami dapatkan. Kami memutuskan untuk mengunjunginya lain kali saja.

Jauh sebelum Rene Descartes mencetuskan jargon cogito ergo sum atau “Aku berpikir maka Aku ada”, Rasulullah SAW telah menyatakan bahwa pusat eksistensi manusia yang menentukan kualitas kediriannya adalah Qalb. Acuan Descartes kepada aktivitas berpikir (cogito) sebagai penanda keberadaannya, sebenaranya telah membatasi potensi kecerdasan manusia pada wilayah kecerdasan intelektual semata.

Definisi cerdas dan berpikir pada sosok manusia hanya dibatasi oleh bekerjanya simpul-simpul syaraf di otak berdasarkan premis-premis logika yang dipostulatkan sebagai kebenaran. Sementara manusia memiliki potensi qolb untuk merenung, menyadari, menghayati, memilih mana yang baik dan buruk, bahkan menembus hijab kediriannya sendiri.

Sir Prancis Galton pelopor studi IQ (Intelligence Quotient) dalam bukunya Heredity Genius (1869), yang disempurnakan oleh Alferd Binet dan Simon dengan mengukur kemampuan pengetahuan praktis, daya ingat, daya nalar, pembendaharaan kata, dan pemecahan masalah. Teori ini dipatahkan oleh Daniel Goleman yang memperkenalkan EQ (Emotional Quotient) dalam bukunya Working with Emotional Intelligence (1999) dengan menunjukan penelitian bahwa orang yang memiliki iq tinggi tika menjamim hidupnya akan sukses. Tetapi orang yang memiliki eq memegang peran kunci disana.

Asumsi Daniel dikuatkan oleh Dannah Zohar yang memplopori munculnya Kecerdasan Spiritual atau SQ (spiritual quotient) dalam bukunya Spiritual Intelligence-The Ultimate Intelligence (2000).

Di Indonesia ada sosok Ary Ginanjar yang memulai dari rukun islam dan rukun iman maka lahirlah ESQ (emotional spiritual quotient). Sedangkan Toto Tasmara menggagas kecerdasan ruhaniyah (transcendental intellegence) yang bertumpu pada ajaran cinta. Cinta di sini bukan komoditas, tetapi sebuah kepedulian yang sangat kuat terhadap moral dan kemanusiaan.

Jika kita mengupas kecerdasan dari kaca mata agama, sudah sangat jelas, bahwa kecerdasan yang hakiki adalah kecerdasan yang tidak hanya berpusat kepada daya pikir atau otak, melainkan lebih kepada gerak hati atau dalam bahasa di atas disebut dengan qalb. Kecerdasan otak hanya berfungsi dalam urusan kerja otak, tetapi secara aplikasinya semua yang ada di dunia ini lebih kepada bagaimana kita mengendalikan hati.

Hati yang baik akan membawa ke arah yang baik pula, tetapi otak yang baik belum bisa demikian. Sebab cara kerja otak yang tidak melihatkan hati itu hanyalah nafsu, dan datangnya bisa dari bisikan syetan. Tetapi jika melibatkan hati tentu akan disaring terlebih dahulu, apakah baik atau buruk. Nafsu yang tidak dibentengi oleh pengendali tentu akan menjadi liar dan buas, sehingga akan mengakibatkan pemiliknya tidak dapat mengontrol diri bahkan bisa mengakibatkan kerusakan moral. Jika sudah demikian, perbuatan yang demikian akan terus diulangi dan dinikmati.

*dikutip dari buku Pak Hamdani.
Alhamdulilah, meski daftarnya paling terakhir tetapi kesampean juga. Hasil posternya belum bagus, tapi mencoba dan ikut berpartispasi dalam rangka memeriahkan lomba #milad72UII kali ini, sudah lebih dari cukup. Ini hasil karya saya yang sederhana dan lumayan memutar otak dalam membuat gambar ini. Dan akhirnya terciptalah kedua gambar di bawah ini. #MILAD72UII

Sengaja memilih kedua tokoh di bawah ini, karena mereka adalah alumni UII yang kredibilitas dan kapabelitasnya sudah tidak diragukan lagi. Keunggulan poster ini yaitu harus dilihat dari jarak jauh (3 atau lima meter) suapaya kelihatan lebih jelas. Buka juga di Twitter: @AmirTwin #MILAD72UII.



#MILAD72UII - 1 @AmirTwin

#MILAD72UII - 2 @AmirTwin

Ya Allah berikanlah kami keberkahahan di bulan Rajab, dan Syaban, 
serta pertemukan/sampaikanlah kami dengan Bulan Ramadhan…

Bulan Rajab adalah bulan yang agung yaitu bulan yang ketujuh dalam hitungan bulan hijriyah. Pada bulan ini Allāh swt. telah membuka mata umat kaum musrikin yang pada masa zaman jahiliyah. Betapa tidak, pada bulan yang mulia ini Allāh swt. memperjalankan hambanya yang bernama Muhamad bin Abdullah dari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha pada waktu malam hari. Allah swt berfirman dalam alquran :

Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (QS. Al-Israa [17] : 1)

Perjalanann ini merupakan sebuah gambaran umum bagi kita semua bahwa urusan-urusan yang bersifat sosial kemanusiaan (Hablun Min al-naas) harus terlebih dahulu dibangaun, agar terciptanya sebuah kedamaian dan kesejahteraan. Jika hal ini telah terbentuk, maka aspek yang lain akan mudah dilakukan. Kita tidak boleh mengesampingkan ibadah yang bersifat horizontal, karena justru ibadah ini juga bisa berpengaruh.

Rasulullāh mengajarkan bagaimana kita semua untuk hidup berdampingan dengan tetangga dan bagiamana seharusnya kita bersikap dengan tetangga, bahkan rasul menyatakan dengan tegas tidak akan masuk syurga bagi siapa yang membuat resah tetangganya. Inilah gambaran betapa pentingnya hubungan antar sesama manusia (Hablun Min al-naas)

Setelah diisrakan oleh Allah swt. Muhamad bin Abdullah melaksanakan mi’raj atau naik ke langit, dari masjidil Aqsha di Palestina menuju sidratul muntaha. Hal ini menggambarkan dengan jelas bahwa berhubungan kepada Allah swt. (Hablun Minallah) harus dibangun berdasarkan kekokohan secara menyeluruh, yaitu ibadah mu’amalah dahulu dikuatkan setelah itu barulah ke urusan syariah yang dibangun.

Jika ibadah mu’amalah tersebut masih belum tertata rapi kemungkinan ibadah tersebut tidak sampai kepadaNYA. Allah swt tidak menerima ibadah seseorang apabila dihatinya ada riya, iri dan dengki. Inilah gambaran secara jelas bahwa amalam mu’amalah kita harus baik dan berusaha untuk menghindari mu’amalah yang tidak baik.

Dari perjalanan mi’raj Nabi Muhamad saw kita disadarkan dengan hubungan secara horizontal dan vertikal dan sempurna. Pesan yang disampaikan dalam peristiwa nabi tersebut adalah bahwa kedua hubungan ini dapat disatukan dan harus ada dalam diri orang-orang muslim. Jika keduanya tertata dengan baik, dan bisa dijalankan secara besama-sama maka itulah yang disebut dengan sebaik-baiknya manusia; ahsanu taqwim.

Hitungan bulan yang selanjutnya, setelah bulan rajab adalah hitungan bulan kedelapan yaitu bulan syaban. Pada bulan ini amalan-amalan  kita akan dilaporkan dan dibukukan, oleh karena itu maka rapor/rapot yang akan kita serahkan harus memiliki nilai baik. Jika nilai rapor sekolah siswa ada yang tidak memenuhi standar maka guru akan memberikan teguran kepada siswa dengan berupa memenggilnya dan kemudian memberikan nasihat kepadanya. Akan tetapi Allah memiliki cara yang sungguh sangat baik dan bijak ketika memberikan teguran kepada hambanya.

Jika kita tidak ingin rapor itu memiliki nilai yang buruk maka jangan berbuat pelanggaran. Adapun rumusnya sebetulnya sangat mudah, hanya taat dan patuh saja. Akan tetapi manusia terbawa oleh hawa nafsunya, sehingga ketaaan tersebut bisa tertutupi oleh nafsu lawwamah dan ammarah. Sehingga untuk bisa taat dalam menjalankan perintah Allah sangat berat, ketimbang melaksanakan sebuah keburukan.

Pesan Untuk Ramadhan
“Ya Allah berikanlah kami berkah dibulan Rajab, dan Syaban, serta pertemukan/sampaikanlah kami dengan bulan ramadhan…” Do’a yang yang sering kita panjatkan ini, selain sebagai bentuk perasaan rindu akan keagungan bulan ramadhan akan tetapi ini juga berarti meminta kepada Allah agar di dua bulan sebelum ramadhan ini untuk diberikan berkah supaya dapat mempersiapkan diri dalam menyambut bulan yang agung.

Adapun berkah di dua bulan pra ramadhan adalah, pada Bulan Rajab kita dianjurkan mensucikanan ibadah dengan baik dan benar, sedangkan pada Bulan Syaban kita dianjurkan untuk memyucikan nafsu dari segala bentuknya agar ketika menghadapi Bulan Ramadhan semuanya sudah betul-betul matang dan siap.

Pada bulan Rajab ibadah harus betul-betul dipersiapkan, dan hubungan muamalah sesame manusia harus diperbaiki. Itulah kenapa dalam tradisi orang Banten ada istilah mengunjungi sauadara dan membawakan hidangan untuk mereka istilah ini disebut dengan “nganteuran”. Tujuannya adalah sebagai menjalin tali silaturahmi dan meminta maaf jika ada salah dan dosa. Intinya adalah memperbaiki muamalahnya, siapa tahu selama ini belum benar, terutama dengan saudara sendiri.

Adapun pada bulan Syaban yang diperbaiki adalah urusan batin (hati). Setelah urusan muamalah selesai, maka kita dituntut untuk memperbaiki dan menata hati. Urusan hati inilah yang menentukan manusia baik dan buruk, tetapi sayang yang mengetahui hal itu hanya dirinya dan Allah saja. Karenanya banyak sekali amalan-amalan baik, tetapi karena hatnya tidak baik akhirnya pahala itu malah berbuah dosa. Puasa ramadhan adalah amalan yang dikerjakan oleh manusia, tetapi yang mampu mengetahui kualitas puasanya hanya Allah dan hatinya saja.

Nafsu Manusia
Alquran membagi nafsu itu menjadi tiga, yaitu nafsu amarah, nafsu lawwamah dan nafsu mutmainnah.  Nafsu ammarah adalah nafsu yang selalu mendorong kepada kejahatan Allah berfirman “ dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (QS. Yusuf [12] : 53).

Nafsu lawwamah adalah nafsu yang selalu membuat seseorang tidak puas dengan apa yang telah diperolehnya dan berusaha untuk sesuatu yang lebih baik dari yang sudah dimilikinya. Nafsu ini disebut juga sebagai “merasa tidak cukup”. Jika ketidakpuasan ini dijadikan untuk hal yang positif tentu sangat dianjurkan, misalnya kita diharuskan mencari ilmu dan jangan puas dengan ilmu yang telah kita miliki.

Sedangkan nafsu yang terakhir adalah nafsu mutmainnah, yaitu nafsu yang tenang dan patut dimiliki harus terus dijaga oleh setiap diri manusia. Nafsu mutmainnah selalu mendorong pemiliknya untuk menjadi manusia yang seutuhnya. Memiliki kesadaran, jati diri, dan mampu memaknai arti hidup dan kehidupan serta arti kebahagiaan. Siapa saja yang memiliki nafsu ini, janji Allah adalah surga sebagai balasannya. “…. Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku.”

Ihtitam
Setiap perubahan itu membutuhkan waktu, dan waktu yang butuhkan tergantung manusia itu sendiri. Dalam hal ii, tiga bulan  adalah waktu yang paling efektif. Bulan pertama memperbaiki muamalah dengan sesama manusia, sedangkan bulan kedua adalah menata hati. Disamping menata hati, dibiasakan juga latihan menahan lapar dan perbanyak membaca al-Quran. Jika persiapan ini sudah betul-betul dipersiapkan, ketika bula ramadhan datang sudah betul-betul mantap.

Saat ini kita berada di bulan rajab, sebentar lagi kita memasuki bulan syaban. Alangkah baiknya kita mencuci ulang dan introspeksi dengan amalan-amalan yang telah kita lakukan pada bulan-bulan sebelumnya agar amalan tersebut terseleksi dengan benar, yang baik terus dipertahankan dan yang tidak baik ditinggalkan.

Setiap Bulan Ramadhan, ada satu malam yang paling ditunggu dan dinanti, yaitu malam yang lebih baik dari seribu bulan (lail al-Qadar) atau disebut juga malam kemuliaan. Jika persiapan ini sudah dimulai dari jauh-jauh hari, serta sudah dipersiapkan dengan baik. Maka bukan tidak mungkin jika rahasia malam kemuliaan itu akan dapat kita jumpai, Amiin. Allahu’alam.[]

Amir Hamzah
Belajar di UII
diterbitkan buletin alrasikh.uii.ac.id /Mei 2015

Amir Hamzah Copyright © 2009 - 2015 | Template : Yo Koffee | Design By : Designcart | Modif By : amirisme