KALA itu ketika saya masih duduk di bangku sekolah Madrasah Aliyah. Jauh-jauh hari saya dan teman-teman sekelas sudah mengikuti try-out, bimbel dan segala macam untuk menghadapi ujian nasional (UN). Wajar saja, kala itu nilai standar UN akan dinaikkan grade-nya oleh menteri pendidikan. Hari demi hari seolah menjadi momok, tak enak makan tak enak tidur. Pokoknya yang ada hanyalah kecemasan dan kegelisahan.
Pasalnya, kami tidak ada embel-embel keringanan sama sekali. Jika tidak lulus UN, taruhannya mengulang tahun depanatau harus ikut paket C. Perasaan seperti inilah yang ada dalam benak saya. Sehingga hari-hari kami di sekolah tak ada hari tanpa les, bimbingan, dan try-out. Soal-soal ujian menjadi bahasan kami sehari-hari di kala waktu senggang dan istirahat.
Perubahan yang begitu pesat sangat saya rasakan saat itu, itulah dampak positifnya. Tak ada malas-malasan dalam belajar, jika tidak ingin menyesal kemudian. Jangan seperti kakak kelas, dia harus menanggung malu karena tidak lulus UN. Hal inilah yang memacu saya untuk terus belajar dalam menghadapi UN, saya tidak ingin mengecewakan semua pihak, terutama keluarga dan sekolah.
Alhamdulillâh, dengan kesabaran dan ketekunan akhirnya UN pun dapat kami jalani dengan baik. Tentunya dengan persiapan yang baik dan ditunjang dengan sikap optimistis pula. Semuanya dapat kami lewati dengan cukup lancar, meski banyak kekurangan. Alhasil, semuanya lulus dengan nilai yang baik, meskipun tidak mendapatkan nilai tertinggi.
Jadi, walaupun UN sebentar lagi akan dilaksanakan, pesan saya hanya satu yaitu jangan dijadikan beban. Kalau dijadikan beban, yang ada malah kecemasan, ketidaktenangan, dan tidak fokus. Nah, justru hal seperti inilah yang berbahaya. Nanti malah “menyerah sebelum bertanding.” Artinya, menyerah sebelum mengikuti ujian disebabkan karena salah menyikapinya.
Nur Aprillia Noviani
Mahasiswi Psikologi
UIN Sunan Gunung Djati, Bandung
sumber tulisan DISINI
--------------------
Pasalnya, kami tidak ada embel-embel keringanan sama sekali. Jika tidak lulus UN, taruhannya mengulang tahun depanatau harus ikut paket C. Perasaan seperti inilah yang ada dalam benak saya. Sehingga hari-hari kami di sekolah tak ada hari tanpa les, bimbingan, dan try-out. Soal-soal ujian menjadi bahasan kami sehari-hari di kala waktu senggang dan istirahat.
Perubahan yang begitu pesat sangat saya rasakan saat itu, itulah dampak positifnya. Tak ada malas-malasan dalam belajar, jika tidak ingin menyesal kemudian. Jangan seperti kakak kelas, dia harus menanggung malu karena tidak lulus UN. Hal inilah yang memacu saya untuk terus belajar dalam menghadapi UN, saya tidak ingin mengecewakan semua pihak, terutama keluarga dan sekolah.
Alhamdulillâh, dengan kesabaran dan ketekunan akhirnya UN pun dapat kami jalani dengan baik. Tentunya dengan persiapan yang baik dan ditunjang dengan sikap optimistis pula. Semuanya dapat kami lewati dengan cukup lancar, meski banyak kekurangan. Alhasil, semuanya lulus dengan nilai yang baik, meskipun tidak mendapatkan nilai tertinggi.
Jadi, walaupun UN sebentar lagi akan dilaksanakan, pesan saya hanya satu yaitu jangan dijadikan beban. Kalau dijadikan beban, yang ada malah kecemasan, ketidaktenangan, dan tidak fokus. Nah, justru hal seperti inilah yang berbahaya. Nanti malah “menyerah sebelum bertanding.” Artinya, menyerah sebelum mengikuti ujian disebabkan karena salah menyikapinya.
Nur Aprillia Noviani
Mahasiswi Psikologi
UIN Sunan Gunung Djati, Bandung
sumber tulisan DISINI
wew.... masuk okezon ternyata..
BalasHapus