Kala itu saya menyaksikan sebuah acara televisi swasta. Disana ada salah satu penyanyi idola saya, suaranya begitu indah dan merdu. Saya suka lagu-lagunya, terutama yang berjudul aku bertahan; gue banget deh…. hahahah. Siapa lagi kalau bukan Rio Febrian, yang kini resmi menjadi suami dari bintang pemain Tawa Sutra; Sabrina. Pasangan yang cocok, meski beda keyakinan. Semoga terus bertahan seperti judul lagu yang saya sukai.

Ketika ditanya soal makanan, Rio (panggilan akabnya) blak-blakan. Rio tak segan-segan mengakui jika dirinya sangat suka dengan makanan yang banyak “dibenci” orang, yaitu jengkol. Bahkan kata-kata Rio sering saya pinjam dan saya kutip dalam beberapa tulisan, terutama disini. Rio mengatakan kalau makan jengkol itu lebih enak dari makan daging sekali pun. Kalau ada jengkol yang lain lewatttttt………. akunya.

Dari situ, saya bukan hanya kagum sama lagu-lagunya tetapi sama kepribadiannya. Suka dengan jengkol bukan berarti harus malu, kita harus apa adanya dan angapan yang suka makan jengkol itu rendahan, bagi saya hanya mindset saja. Saya sepakat jika perkataan Rio, malah saya tambahin kalimat itu. Jika ada jengkol atau pete ditambah lalapan dan ikan asin yang lain lewatttttttt….. heheehe.

Alhamdulilah di rumah, kami punya kebun, kebetulan ada pohon jengkol yang tiap tahu berbuah. Saya suka jengkol mentah dari mulai yang masih muda, setengah tua, atau yang sudah sangat tua sekali pun. Mentahnya saja suka, apalagi masakanya.. pastilah semuanya suka. Boleh dikatakan saya ini penggila jengkol berat. Saya lebih senang jika hidangan di rumah dengan masakan yang sederhana (ala kampung) dengan menu ikam asin, sayur asaem, ditambah lalapan dan sambal. Makanan sederhana ini bagi saya begitu jauh lebih nikmat, ketimbang makan daging seperti hodangan di hari raya.

Meski harga jengkol naik, saya tak khawatir. Tetapi hanya menyayangkan pemerintah yang mengurus masalah pangan. Kenapa hal seperti ini harus terjadi dan berimbas kepada makanan yang sejatinya banyak orang bilang makanan orang miskin. Kemarin harga bawang yang selangit, kini harga jengkol naik seratus persen… ini yang salah dimananya..? kok bisa..?  Jika karena kelangkaan, hal ini wajar dikarenakan pohon jengkol hanya berbuah satu tahun sekali. Bahkan di kampung saya, tidak semua kebun ada pohon jengkolnya juga.

Harapannya pemerintah bisa belajar dari kenaikan harga bawang. Sehingga bisa lebih “dewasa” lagi dalam hal pangan. Harapan yang selanjutnya, semoga kita bisa belajar kepada Rio Febrian, salah satu artis yang suka dengan jengkol dan berani buka-bukaan. Tiap orang punya lidah yang berbeda, sehingga punya cita rasa yang berbeda kala menikmati sebuah makanan terutama makan jengkol dan pete. Jengkol adalah makanan ornag rendahan, itu hanyalah mindset semata.

Pesan terakhir yang ingin saya sampaikan bagi penikmat jengkol dan pete diseluruh dunia sekalipun. Jangan pernah takut untuk makan jengkol dan pete, apalagi hanya gara-gara dilabeli dengan makanan rendahan. Selama kita bisa menghilangkan bau yang menyengat setelah “makan ria” dengan jengkol, bagi saya tak masalah. Banyak hal yang bisa digunakan untuk menghilangkannya, salah satu yang saya gunakan adalah dengan memakan bubuk kopi setelahnya.

Semoga bermanfaat…. dan selamat pagi para pembaca yang budiman.


--------------------

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah mampir di blog sederhana ini. Jangan lupa, biar cakep dan cantik silakan ninggalin satu atau dua patah kata. Apa pun komennya boleh, yang penting sopan dan tdk promosi.

Amir Hamzah Copyright © 2009 - 2015 | Template : Yo Koffee | Design By : Designcart | Modif By : amirisme