“
Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (Karena) bagi lelaki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan juga ada bagian dari yang mereka usahakan, dan bermohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. al-Nisa’ [4]: 32)
Setiap wanita memiliki daya tarik atau kelebihan masing-masing. Akan tetapi, di antara sekian banyak wanita, barangkali hanya ada segelintir wanita yang memiliki kepribadian kuat dan, lebih dari itu, ia tidaklah perlu bersengaja menebarkan pesona kepada setiap orang namun pesona itu terlihat dari tingkah laku dan tutur katanya yang penuh arti dan kecantikannya terpancar dari dalam dirinya (
inner beauty). Lebih tepatnya, dalam hal ini sosok semacam itu kemudian penulis sebut sebagai wanita shalihah.
Memang pada kenyataannya, terlalu mudah bagi kita pada zaman yang serba fashionable ini untuk menjumpai wanita yang berpenampilan menarik bila dilihat dari luarnya. Ia senantiasa menebarkan pesona kepada setiap orang yang ditemuinya baik itu dengan kemolekan paras tubuhnya atau dengan kecantikan wajahnya atau dengan gaya bicaranya yang dibuat-buat. Memang banyak orang terutama lawan jenis yang bergegas mendekatinya untuk menjadi kawan ataupun kekasihnya, namun dalam waktu yang tidak berlangsung lama, seiring dengan memudarnya kecantikan dan kemolekan tubuhnya, satu demi satu orang-orang dekatnya akan tidak segan-segan beringsut menjauhinya. Orang-orang yang menjauh tersebut beralasan bahwa mereka hanya menyukai tampilan luar wanita tersebut. Dan ketika tampilan luar tadi hilang dari dirinya, maka hilang pula rasa suka dan kecintaan mereka padanya.
Beda dengan sosok wanita shalihah. Kehadirannya dinantikan banyak orang karena keberadaannya akan memberikan kesejukan dan kenyamanan bagi setiap orang lain. Dengan kepribadiannya yang kokoh, ia senantiasa bersiteguh menjaga norma-norma etika yang berlaku dalam masyarakat namun tidak meninggalkan idealisme keberagamannya yang tinggi: membela hal-hal yang disucikan dan menjauhi hal-hal yang diharamkan Allah SWT. Sebagai contoh, saat bepergian atau di mana pun dan kapan pun di tempat umum ia berada, ia tidak pernah lupa untuk selalu menutupi auratnya dan menjaga pandangan matanya dari melihat, dengan sengaja, hal-hal yang dilarang agama (
ghodul bashar). Meskipun begitu, wanita jenis ini tidak mau ketinggalan dengan kemajuan zaman: ia terus membekali dirinya dengan ilmu pengetahuan, baik umum maupun terlebih agama secara mendetail.
Wanita Shalihah Mengantarkan Keluarga ke Surga
Pada zaman sekarang ini, tak jarang kita jumpai keretakan hubungan dalam hidup berumah tangga (
broken home). Banyak pasangan suami istri—terlebih umumnya keluarga selebritas—yang pisah ranjang dan akhirnya bercerai. Akibatnya, antara lain, anak mereka mengalami goncangan jiwa yang begitu dahsyat dan kemudian berimbas kepada perkembangan psikologis dan emosinya.
Semua ini berawal dari ketidaksiapan para pasangan untuk menjalani hidup berumah tangga dan terlebih disebabkan oleh kekosongan spiritual serta krisisnya keimanan mereka. Untuk itu, dalam hal ini, sosok wanita yang shalihah dalam keluarga menjadi suatu keniscayaan. Sebab, wanita adalah pondasi keluarga. Jika keimanannya ringkih, maka ringkih pula keluarganya sehingga mudah terombang-ambing oleh badai yang datangnya dari luar ataupun dalam keluarganya sendiri.
Dalam hidup berumah tangga, seorang wanita yang shalihah akan tahu apa saja yang mesti dilakukannya. Dan biasanya, ia akan melakukannya dengan sebaik-baiknya, baik ketika menjadi istri bagi sang suami maupun ketika menjadi ibu bagi anak-anaknya. Seorang wanita yang shalihah akan selalu berupaya untuk menciptakan suatu suasana keluarga yang sakinah (bahagia, damai, dan tenteram). Tak dapat dipungkiri, wanita yang shalihah adalah madrasah (sekolah) bagi suami dan anak-anaknya.
Menjadi Istri Teladan
Sebagai istri, dalam kesehariannya, wanita shalihah akan senantiasa tanggap dengan masalah yang dihadapi suaminya. Apabila ia merasa mempunyai kemampuan untuk membantu memecahkan masalah yang mengeruhkan pikiran dan menyempitkan dada suaminya, maka ia segera melakukannya. Karena sikap seperti ini banyak meringkankan beban suaminya. Karenanya, suaminya akan merasakan bahwa di dalam rumahnya terdapat permata yang berharga, bahkan jauh lebih berharga daripada permata mana pun yang ada di dunia. Subhanallah.
Tatkala sang suami hendak bepergian, istri yang shalihah akan menyisakan waktu untuk berhias bagi suaminya (tidak mesti harus mempercantik diri dengan menggunakan alat kosmetik-terutama saat repot mengurusi anaknya). Hal ini dimaksudkan agar ketika suami berangkat, yang terakhir dilihatnya adalah wajah istri yang cantik dan menyejukkan.
Begitu pula ketika suami pulang: istri yang shalihah akan menyambut dengan baik kedatangan suaminya. Ia tidak akan ikut larut dengan keadaan suaminya manakala menjumpai suaminya dalam keadaan murung atau lelah. Bahkan sebaliknya, ia akan bersegera menyambutnya dan memenuhi segala keinginannya dalam keadaan apa pun, tanpa menanyakan penyebab kesempitan atau kelelahannya begitu suami sampai di rumah. Sebab bila seorang suami telah tenang dan menanggalkan pakaian kerjanya dan kemudian mengenakan pakaian rumahnya, biasanya ia langsung mengadukan keluhannya kepada sang istri penyebab kekeruhan pikirannya.
Namun jika suaminya tetap diam saja dan tidak menceritakan kondisi yang dialaminya, maka sang istri akan mencoba menanyainya dengan nada yang menunjukkan bahwa ia sangat memperhatikan keadaan suaminya yang pulang dalam keadaan seperti itu.
Sebenarnya, tentang bagaimana perilaku istri yang baik, para wanita dapat merujuk kepada wanita-wanita shalihah zaman Rasulullah SAW Kenapa harus zaman Rasulullah? Karena pada zaman ini, para wanita mendapat bimbingan dan wejangan langsung dari Rasulullah SAW ketika mereka mendapatkan suatu persoalan dalam rumah tangganya. Dan kalau kata-kata tersebut dari Rasulullah r, maka tak dapat diragukan lagi bahwa itu adalah mashlahat (kebaikan).
Buku-buku sejarah telah menyebutkan dari Fathimah Az-Zahra binti Rasulullah bahwa ia sering menahan lapar selama beberapa hari. Pada suatu hari suaminya, yaitu Ali bin Abi Thalib melihat istrinya bermuka pucat, lalu ia bertanya: “Wahai Fathimah, apakah gerangan yang engkau alami?” Fathimah menjawab: “Sejak tiga hari kami tidak menemukan suatu makanan pun di dalam rumah.” Ali berkata: “Mengapa engkau tidak menceritakannya kepadaku?” Fathimah menjawab: “Sesungguhnya ayahku, Rasulullah SAW, telah berpesan kepadaku pada malam pernikahanku: “Wahai Fathimah, jika Ali datang kepadamu dengan membawa suatu makanan, makanlah ia. Akan tetapi, jika ia tidak membawa sesuatu pun, janganlah engkau memintanya.”
Begitu mulia sikap Fathimah. Alangkah indahnya jika sikap tersebut dimiliki oleh setiap istri dalam keluarga. Akan tetapi, kebanyakan wanita, diakui atau tidak, mempunyai keahlian khusus dalam mengosongkan kantong-kantong suami mereka. Ada yang di antara mereka tidak dapat menahan diri bila melihat sejumlah uang dalam kantong suaminya, maka saat itu ia langsung menimbulkan keadaan darurat di dalam rumah dan masih belum rela sebelum dapat menguras semua uang yang ada dalam kantong suaminya.
Menjadi Ibu yang Baik bagi Anak-anaknya
Anak merupakan amanat di tangan kedua orangtuanya dan kalbunya yang masih bersih merupakan permata yang sangat berharga. Jika ia dibiasakan untuk melakukan kebaikan niscaya ia akan tumbuh menjadi baik dan menjadi orang yang bahagia di dunia dan akhirat. Sebaliknya, jika ia dibiasakan dengan keburukan serta ditelantarkan seperti hewan ternak, niscaya ia akan menjadi orang yang celaka dan binasa. Keadaan fitrahnya akan senantiasa siap untuk menerima yang baik atau yang buruk dari orangtua atau pendidiknya.
Dalam perannya sebagai ibu bagi anak-anaknya, wanita yang shalihah akan tahu apa yang harus diperbuat baik di saat sebelum memiliki anak, waktu anaknya masih dalam kandungan, atau ketika anaknya lahir. Lebih dari itu, ia tahu bagaimana harus mendidik dan mengasuh anaknya dengan baik sebagaimana yang pernah dilakukan oleh para muslimah teladan zaman Rasulullah SAW.
Seorang ibu yang baik akan selalu mendoakan kebaikan untuk anak-anaknya baik mulai dari ketika ia masih berupa nuthfah dalam rahim sang ibu hingga ia sudah meninggal sekalipun. Dalam kesehariannya, ibu yang baik akan menghargai keberadaan anak-anaknya, memperlakukan mereka dengan adil tanpa membedakan laki-laki atau perempuan. Selain itu, dengan ungkapan tegas lagi lembut dan kemudian diwujudkan dengan contoh yang baik, ia mengajarkan budi pekerti dan tauhid serta akidah kepada anak-anaknya. Maka dari itu, keberadaan ibu yang shalihah akan terasa menyejukkan dan menenteramkan anak-anaknya sehingga mereka nantinya akan menjadi generasi yang tahan dengan goncangan (teruji) dan bisa diandalkan di masa-masa yang akan datang, generasi yang bahagia di dunia dan di akhirat.
Walhasil, beruntunglah bagi setiap lelaki yang memiliki istri shalehah, sebab ia bisa membantu memelihara akidah dan ibadah suaminya. Rasulullah SAW bersabda, ”
Barangsiapa diberi istri yang shalehah, sesungguhnya ia telah diberi pertolongan (untuk) meraih separuh agamanya.” (H.R. Thabrani dan Hakim). Bagi mereka yang tengah mencari pasangan, setidaknya tulisan ini bisa menjadi “acuan” sebelum meminang, tanpa menafikan sebuah ungkapan bijak yang berbunyi: Pria baik-baik (shalih) adalah untuk wanita baik-baik (shalihah) pula. Begitu juga sebaliknya.
Wallahua’lam.[]
Sumber : http://alrasikh.uii.ac.id/2013/11/01/mencari-wanita-shalihah/