"Mir iraha balik...? " (Mir kapan pulang...) Demikian isi pesan singkat yang masuk ke hape Nokia jadulku. Pesan tersebut berasal dari kakak pertama. Karena waktu itu belum jelas dan belum tahu mau balik tanggal berapa, dengan datar kujawab dengan datar. "Ncan nyaho ke irahana..." (belum tahu kapan pulangnya). Padahal aku tahu bagaimana perasaan mereka (keluarga) di sana, pastinya mereka khawatir.

"Anu lain mah lebaran baralik, kumpul kabeh di imah, iyeu mah teu balik..." (yang lain juga pada pulang, kumpul semua di rumah bersama keluarga, ini malah gak pulang). Kalimat ini yang biasa aku dengar dari keluarga yang saban kali menelepon dan menanyakan kepulangan ku. Lagi-lagi mereka khawatir dengan keadaan ku yang tidak bisa mudik.

Mudik itu sebenarnya siapa sih yang gak pengen? kembali ke kampung halaman, berkumpul dengan sanak famili tentu harapan semua orang. Nostalgia dengan masa-masa kecil dulu, reunian dengan sahabat-sahabat sekolah dulu, dan makan-makan bareng dengan teman-teman sekolah SMA itu rasanya indah dan sulit untuk dilupakan.

Lagi-lagi masalah mudik itu kan hanya dua. Pertama, kendaraan. Kendaraan yang digunakan ketika menjelang mudik biasanya penuh, sumpek dan bejubal. Pokoknya gak kebayang deh kalau ada anak kecil yang menangis di dalam bis karena kepanasan. Biar mudiknya nyaman, harus jauh-jauh hari pesan tiket dan pulang sebelum musim mudik tiba.

Kalau pesannya telat dan baru ada duit (pesan pas sudah mepet), jangan harap dapat kendaraan atau kereta. Semuanya pasti sudah penuh. Biasanya tetap ada sih tapi harganya itu lho gak ketulungan. Ditengah ketidakstabilan itulah perasaan sulit dikontrol, cemas dan bingung, sehingga harga tiket yang selangit itu biasanya tetap dibeli.

Kalau orang dewasa, ketika kepanasan paling mencari kipas atau buka jendela. Jika tidak menemukan itu, biasanya mencari apapun bendanya asal bisa dijadikan kipas. Semuanya tidak ada, baru deh ngomel dan ngomong aneh-aneh dibarengi dengan nada kesal biasanya.

Kedua ongkos atau biaya. Apalagi kalau tempatnya jauh, maka mau mudik harus mikir-mikir dan jauh-jauh hari sudah dipersiapkan. Sebab niat saja tidak cukup, masalah keuangan pun harus diperhitungkan dengan matang. Tapi bagi mereka yang punya rezeki yang lebih mudik tak menjadi soal, mau kapan pun jadi.

Pagi-pagi setelah shalat subuh ada teman yang sibuk dengan laptopnya. Sesekali ia menelepon temannya untuk konfirmasi. Rupanya ia sedang sibuk mengecek persediaan tiket kereta online. Semua kereta yang dipesan harganya mahal. Belum lagi, tanggal keberangkatan yang diinginkan sudah hampir mau habis. Kalau sudah kehabisan bisa-bisa acaranya gagal.

Kendala yang ia hadapi yaitu satu, harga tiketnya selangit. Mau tidak mau meski mahal tetap diambil juga. Padahal harga tiket yang ia pesan lebih mahal ketimbang biaya hidupnya selama satu bulan. Memprihatinkan bukan? Namanya juga orang hidup pas-pasan, sudah terbiasa dengan "gali lubang tutup lubang".

Catatan sebelum mudik... | 25/07/14
sambil bola balik ke WC karena sakit perut 

--------------------

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah mampir di blog sederhana ini. Jangan lupa, biar cakep dan cantik silakan ninggalin satu atau dua patah kata. Apa pun komennya boleh, yang penting sopan dan tdk promosi.

Amir Hamzah Copyright © 2009 - 2015 | Template : Yo Koffee | Design By : Designcart | Modif By : amirisme