Kau bawa diriku, ke dalam hidupmu.
Kau basuh diriku, dengan rasa sayang.
Senyummu juga sedihmu adalah hidupku.
Kau sentuh cintaku dengan lembut, dengan sejuta warna
Tentu saja kita sangat hapal dengan teks di atas. Ya, itu adalah reff lagu dari grup band kenamaan Indonesia, Gigi, yang berjudul 11 Januari. Lagu ini sempat bercokol di nomor satu hits Indonesia. Liriknya sederhana dan bila dinyanyikan sangat merdu dan syahdu di kuping. Rasanya tidak pernah bosan untuk mendengarkan lagu yang didendangkan Armand Maulana ini.
Lagu itu sangat populer. Mulai dari bapak-bapak, ibu-ibu, hingga anak-anak bisa menyanyikan lagu ini meski dengan penghayatan yang beragam. Lagu 11 Januari jelas menjadi salah satu fenomena lagu di Tanah Air.
Senyummu juga sedihmu adalah hidupku.
Kau sentuh cintaku dengan lembut, dengan sejuta warna
Tentu saja kita sangat hapal dengan teks di atas. Ya, itu adalah reff lagu dari grup band kenamaan Indonesia, Gigi, yang berjudul 11 Januari. Lagu ini sempat bercokol di nomor satu hits Indonesia. Liriknya sederhana dan bila dinyanyikan sangat merdu dan syahdu di kuping. Rasanya tidak pernah bosan untuk mendengarkan lagu yang didendangkan Armand Maulana ini.
Lagu itu sangat populer. Mulai dari bapak-bapak, ibu-ibu, hingga anak-anak bisa menyanyikan lagu ini meski dengan penghayatan yang beragam. Lagu 11 Januari jelas menjadi salah satu fenomena lagu di Tanah Air.
Kini, 11 Januari kembali
menjadi perbincangan publik. Namun kali ini bukan soal lagu yang
dipopulerkan Gigi itu. 11 Januari kali ini menjadi obrolan karena ada
acara besar di 11 Januari 2012 ini. Yaitu pelantikan pasangan Ratu Atut
Chosiyah-Rano Karno sebagai pasangan gubernur/wakil gubernur di gedung
DPRD Banten oleh Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.
Atut menjadi gubernur kedua setelah pada periode sebelumnya menjadi gubernur berdampingan dengan wakil gubernur HM Masduki. Jauh-jauh sebelumnya, Atut pernah juga menjadi wakil gubernur mendampingi gubernur (alm) Djoko Munandar. Lalu pernah menjadi pelaksana tugas (plt) gubernur hingga akhirnya menjadi gubernur. Dari sisi itu, Atut punya pengalaman bersentuhan dengan birokrasi. Jabatannya sebagai gubernur kali ini, bagi Atut adalah kali kedua yang merupakan periode terakhir Atut.
Sementara Rano Karno sebelumnya adalah Wakil Bupati Tangerang yang mendampingi Bupati Ismet Iskandar. Rano didaulat untuk mendampingi Atut pada Pilgub Banten lalu diusulkan oleh PDIP. Menjadi wakil kepala daerah, bagi Rano adalah untuk kedua kalinya. Jelas, Rano pun punya pengalaman bersentuhan dengan birokrasi meski tidak sekuat Atut.
Sebelas Januari. Harus mereka jadikan sebagai tonggak awal pencanangan tahun kerja keras. Tidak ada jeda untuk Atut dan Rano untuk berleha-leha. Tidak ada waktu untuk pasangan ini berpesta pora merayakan dirinya masing-masing seusai pelantikan.
Pasangan ini harus langsung tancap gas sejak dilantik pada 11 Januari itu. Keduanya harus berkonsentrasi memajukan Banten di berbagai sektor. Pembangunan infrastruktur di Banten Selatan harus lebih diprioritaskan karena memang di Banten Selatan ini, infrastruktur jalan, infrastruktur pendidikan, dan infrastruktur kesehatan masih buruk. Masih banyak jalan-jalan yang rusak, masih banyak gedung sekolah yang hanya asal jadi, dan masih sedikit puskesmas dibangun yang dapat melayani kesehatan masyarakat. Selain itu, masyarakat juga masih kesulitan mengakses kesehatan sehingga mereka tidak terlayani dengan baik.
Tahun kerja keras harus diawali dengan niat. Atut-Rano sejak dilantik mesti meniatkan diri untuk bekerja keras untuk memajukan Banten. Mengerahkan segenap pikiran dan kerja untuk dapat membangun Banten dari keterpurukan. Keduanya harus berani mewakafkan diri untuk Banten.
Tanpa kita ajari sekalipun, mereka sudah pasti tahu kepada siapa mereka dapat belajar tentang kepemimpinan agar dapat membawa perubahan lebih baik. Ya, siapa lagi kalau bukan kepada khulafaurasyidin (khalifah yang empat) yaitu Khalifah Abu Bakar, Khalifah Umar bin Khatab, Khalifah Ustman bin Affan, dan Khalifah Ali bin Abi Tholib.
Banyak dalam buku-buku yang mengupas tentang kepemimpinan, mengambil contoh model keteladanan kepemimpinan dari empat khalifah itu. Sebab empat khalifah itu memimpin dengan nurani. Tidak melakukan korupsi seperserpun. Mereka lebih mengutamakan kepentingan publik ketimbang kepentingan keluarga dan kerabat mereka. Bahkan kalaupun ada sanak keluarga mereka yang mencuri, maka mereka siap untuk menghukumnya dengan hukuman setimpal. Lebih dari itu, empat khalifah ini juga memiliki rasa empati yang kuat kepada masyarakat. Mereka rela turun dan membawa makanan untuk masyarakatnya.
Belajar dari empat khalifah itu, maka Atut-Rano, jangan terjebak kepada kepentingan sesaat dan kepentingan parpol. Saat mereka sudah menjadi gubernur dan wakil gubernur, maka keduanya tidak lagi secara intens mewakili parpol. Mereka sudah punya rakyat Banten secara keseluruhan. Karena itu, kerja mereka fokus untuk kepentingan rakyat. Bukan untuk kepentingan parpol, kerabat, segelintir elite, dan teman dekat yang dulu bekerja sebagai mesin tim sukses pada Pilgub 2011.
Untuk dapat fokus pada kepentingan rakyat itu, maka Atut-Rano harus saling mendukung. Saling bekerja sama. Saling menguatkan satu sama lain dan saling menopang. Ibaratnya, bila ada yang satu pincang, maka yang lain harus menunjang dengan sekuat tenaga. Model kepemimpinan mereka harus seperti satu tubuh. Bila ada bagian tubuh yang sakit, maka sakit pula bagian tubuh yang lain. Bila ada satu bagian tubuh yang terluka, maka bagian tubuh yang lain merasakan kepedihannya.
Masyarakat tentu tidak ingin melihat keharmonisan Atut-Rano hanya berumur jagung. Publik tidak menginginkan menyaksikan kemesraan mereka hanya di menit-menit pelantikan saja. Publik berharap keduanya terus mesra dan bergandengan tangan sampai habis masa jabatan.
Kasus wakil kepala daerah mengundurkan diri di tengah jalan jangan sampai terjadi di Banten. Kasus Wakil Gubernur Jakarta Prijanto dan Wakil Bupati Garut Dicky Chandra yang mengundurkan diri sebelum habis masa jabatannya, jelas tidak baik terjadi di Banten. Nah, untuk menjaga kekompakan itu, penting kiranya Atut-Rano merenung sejenak. Bahwa mereka dipilih rakyat untuk bekerja demi kepentingan rakyat bukan untuk membidik kepentingan politis yang kadang-kadang tersembunyi.
Atut menjadi gubernur kedua setelah pada periode sebelumnya menjadi gubernur berdampingan dengan wakil gubernur HM Masduki. Jauh-jauh sebelumnya, Atut pernah juga menjadi wakil gubernur mendampingi gubernur (alm) Djoko Munandar. Lalu pernah menjadi pelaksana tugas (plt) gubernur hingga akhirnya menjadi gubernur. Dari sisi itu, Atut punya pengalaman bersentuhan dengan birokrasi. Jabatannya sebagai gubernur kali ini, bagi Atut adalah kali kedua yang merupakan periode terakhir Atut.
Sementara Rano Karno sebelumnya adalah Wakil Bupati Tangerang yang mendampingi Bupati Ismet Iskandar. Rano didaulat untuk mendampingi Atut pada Pilgub Banten lalu diusulkan oleh PDIP. Menjadi wakil kepala daerah, bagi Rano adalah untuk kedua kalinya. Jelas, Rano pun punya pengalaman bersentuhan dengan birokrasi meski tidak sekuat Atut.
Sebelas Januari. Harus mereka jadikan sebagai tonggak awal pencanangan tahun kerja keras. Tidak ada jeda untuk Atut dan Rano untuk berleha-leha. Tidak ada waktu untuk pasangan ini berpesta pora merayakan dirinya masing-masing seusai pelantikan.
Pasangan ini harus langsung tancap gas sejak dilantik pada 11 Januari itu. Keduanya harus berkonsentrasi memajukan Banten di berbagai sektor. Pembangunan infrastruktur di Banten Selatan harus lebih diprioritaskan karena memang di Banten Selatan ini, infrastruktur jalan, infrastruktur pendidikan, dan infrastruktur kesehatan masih buruk. Masih banyak jalan-jalan yang rusak, masih banyak gedung sekolah yang hanya asal jadi, dan masih sedikit puskesmas dibangun yang dapat melayani kesehatan masyarakat. Selain itu, masyarakat juga masih kesulitan mengakses kesehatan sehingga mereka tidak terlayani dengan baik.
Tahun kerja keras harus diawali dengan niat. Atut-Rano sejak dilantik mesti meniatkan diri untuk bekerja keras untuk memajukan Banten. Mengerahkan segenap pikiran dan kerja untuk dapat membangun Banten dari keterpurukan. Keduanya harus berani mewakafkan diri untuk Banten.
Tanpa kita ajari sekalipun, mereka sudah pasti tahu kepada siapa mereka dapat belajar tentang kepemimpinan agar dapat membawa perubahan lebih baik. Ya, siapa lagi kalau bukan kepada khulafaurasyidin (khalifah yang empat) yaitu Khalifah Abu Bakar, Khalifah Umar bin Khatab, Khalifah Ustman bin Affan, dan Khalifah Ali bin Abi Tholib.
Banyak dalam buku-buku yang mengupas tentang kepemimpinan, mengambil contoh model keteladanan kepemimpinan dari empat khalifah itu. Sebab empat khalifah itu memimpin dengan nurani. Tidak melakukan korupsi seperserpun. Mereka lebih mengutamakan kepentingan publik ketimbang kepentingan keluarga dan kerabat mereka. Bahkan kalaupun ada sanak keluarga mereka yang mencuri, maka mereka siap untuk menghukumnya dengan hukuman setimpal. Lebih dari itu, empat khalifah ini juga memiliki rasa empati yang kuat kepada masyarakat. Mereka rela turun dan membawa makanan untuk masyarakatnya.
Belajar dari empat khalifah itu, maka Atut-Rano, jangan terjebak kepada kepentingan sesaat dan kepentingan parpol. Saat mereka sudah menjadi gubernur dan wakil gubernur, maka keduanya tidak lagi secara intens mewakili parpol. Mereka sudah punya rakyat Banten secara keseluruhan. Karena itu, kerja mereka fokus untuk kepentingan rakyat. Bukan untuk kepentingan parpol, kerabat, segelintir elite, dan teman dekat yang dulu bekerja sebagai mesin tim sukses pada Pilgub 2011.
Untuk dapat fokus pada kepentingan rakyat itu, maka Atut-Rano harus saling mendukung. Saling bekerja sama. Saling menguatkan satu sama lain dan saling menopang. Ibaratnya, bila ada yang satu pincang, maka yang lain harus menunjang dengan sekuat tenaga. Model kepemimpinan mereka harus seperti satu tubuh. Bila ada bagian tubuh yang sakit, maka sakit pula bagian tubuh yang lain. Bila ada satu bagian tubuh yang terluka, maka bagian tubuh yang lain merasakan kepedihannya.
Masyarakat tentu tidak ingin melihat keharmonisan Atut-Rano hanya berumur jagung. Publik tidak menginginkan menyaksikan kemesraan mereka hanya di menit-menit pelantikan saja. Publik berharap keduanya terus mesra dan bergandengan tangan sampai habis masa jabatan.
Kasus wakil kepala daerah mengundurkan diri di tengah jalan jangan sampai terjadi di Banten. Kasus Wakil Gubernur Jakarta Prijanto dan Wakil Bupati Garut Dicky Chandra yang mengundurkan diri sebelum habis masa jabatannya, jelas tidak baik terjadi di Banten. Nah, untuk menjaga kekompakan itu, penting kiranya Atut-Rano merenung sejenak. Bahwa mereka dipilih rakyat untuk bekerja demi kepentingan rakyat bukan untuk membidik kepentingan politis yang kadang-kadang tersembunyi.
Periode Emas
Bagi Atut, periode 2012-2017 adalah periode emas yang harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Sebab periode itu adalah periode terakhir kali Atut sebagai kepala daerah. Pada Pilgub Banten berikutnya, sesuai dengan undang-undang, Atut tidak boleh mencalonkan diri lagi sebagai kepala daerah karena sudah dua kali menjabat sebagai gubernur.
Pembatasan jabatan ini yang harus dimanfaatkan Atut. Dia harus dapat mengerahkan segala kemampuannya untuk fokus kepada rakyat. Fokus membangun membangun untuk Banten. Kalau bukan periode sekarang, kapan lagi! Inilah kesempatan emas yang sangat baik untuk berbuat bagi Banten. Jadi kesampingkan dulu kepentingan keluarga, kerabat, parpol, dan tim sukses yang kadangkala merepotkan.
Bila Atut dapat memanfaatkan kesempatan emas yang diberikan Tuhan ini, tentu sejarah akan mencatat namanya baik di mata publik. Sebaliknya, bila Atut gagal memanfaatkan momentum emas ini, tentu akan menambah kekecewaan publik kepada trah Atut.
Akhirnya, kita ucapkan selamat kepada pasangan Atut-Rano yang dilantik 11 Januari ini. Dan di akhir tulisan ini ada baiknya kita hayati lirik 11 Januari milik Gigi ini, Sebelas Januari bertemu, menjalani kisah cinta ini, naluri berkata engkaulah milikku, bahagia selalu dimiliki, bertahun menjalani bersamamu, kunyatakan bahwa engkaulah jiwaku.(*)
Oleh : AHMAD LUTFI
Jurnalis Radar Banten.