Kak Darwati, itulah namanya. Ia satu tingkat di atasku kala kami satu sekolahan di MTs Nurul Falah Sukasari. Asalnya dari kampung Pabuaran.

Masih ingat dengan kisah/kejadian yang kuceritakan semasa sekolah dasar dulu? (Bagi yang belum tahu, bisa discrool ke bawah ya, pasalnya ada diupdetan beberapa hari yang lalu). Nah, ternyata apa kualami semasa SD, ternyata berulang lagi ketika di masa MTs.

Adapun perbedaannya dari kejadian waktu Mts dan SD itu, di antaranya: 1. Darwati itu perempuan, sedangkan yang dulu laki-laki. 2. Tempatnya di dalam ruangan, kalau dulu di alam terbuka. 3. Pakai perantara alat, dulu tanpa alat. 4. Tahu perkembangan pasca kejadian, dulu gak tahu-menahu sama sekali.

Kisah singkatnya begini! Sekolah sedang direhab (diperbaiki), semua kelas dialihkan ke majelis talim yang ada di samping masjid kampung Sukasari. Di Majelis Talim ini, kami belajar sampai gedung sekolah selesai dan siap digunakan kembali.

Kebiasaan di kelas yang biasanya harus bersepatu, kini berubah. Sepatu harus dicopot dan diletakan di luar. Biasa duduk di kursi, berubah jadi lesehan dan malah bisa sambil tengkurap dan tidur-tiduran.
Papan tulisnya yang biasa di atas, nempel di dinding, berubah ada di bawah dan cukup disandarkan ke tiang majelis. Jika tidak salah ingat, pembatas kelas yang satu dengan yang lainnya juga, pakai sekat dari bahan kain.

Karena belajarnya di majelis, maka kami pun sering mainnya di masjid. Ngobrol, bercanda, lari-larian, semuanya hampir di sana. Tetapi tetap kebanyakan siswa lainnya, ketika waktunya istirahat mereka banyak menghabiskan di luar majelis.

Awal mulanya bagaimana, sudah lupa. Tapi ketika itu, kayak main kucing-kucingan. Kak Darwati berlindung di tiang majelis yang ada papan tulisnya. Sehingga, kalau mau ditangkap harus muter dulu.
Menangkap dengan posisi si target berada dalam kondisi seperti ini, jelas sulit untuk di dapatkan. Ujung-ujungnya, muter-muter terus.

Ditengah keputusasaan inilah, kutemukan jurus baru. Karena di hadapanku ada sapu, maka ide itu muncul begitu saja dengan sendirinya.

Sapu itu kuambil. Lalu aku jatuhkan ke lantai. Sambil kuinjak sapunya, dan digerak-gerakan maju mundur dengan menggunakan kaki kanan. Setelah pengetesan ini dirasa cukup, barulah jurus ini kugunakan.

Sapu tadi kudorong ke arah tempat yang kira-kira akan Darwati lewati, lalu kukejar Ia dari arah yang lain (tentunya berlawanan), agar bisa mengarahkan sang target ke rencana yang tadi dibuat.
Ternyata jurusnya berhasil. Seratus persen dan malah melebihi ekspektasi. Sang target tidak hanya terjatuh tetapi kakinya juga sampai menendang pintu majelis dengan kuatnya.

Alhasil, Darwati kesakitan dan terpincang-pincang. Nah, esok paginya ia tak bisa masuk sekolah. Ternyata, kakinya keseleo sampe bareuh, tahukan ya apa itu bareuh? Bareuh artinya membengkak.
Tepat di bagian ibu jarinya yang membiru. Kalau tidak salah, sampai tiga hari lebih Darwati gak masuk sekolah, sehingga teman-teman sekelasnya datang untuk menjenguk.

Tak tahu apa yang ia sampaikan ke temannya itu. Entah gara-garaku atau ia membuat alibi lain. Tapi yang jelas, saat itu rasa bersalah itu ada. Permintaan maaf secara langsung, tak pernah kulakukan, tapi rasa-rasanya kami jadi saling introspeksi diri masing-masing dan mengakui bahwa itu adalah sebuh kesalahan yang tak perlu diulangi lagi.

Bercanda boleh, asal tidak berlebihan. Lagi pula, ketika itu tujuanku cuma satu. Menangkap dirinya dan kegiatan kucing-kucingan itu selesai. Adapun berakhir hingga demikian, jelas itu di luar dugaan.
Semoga dirinya sudah tidak ingat akan kisah ini. Atau kalau masih ingat, semoga yang diucapinnya kayak gini: “Maafin sudah, tapi lupa mah enggak…” Semoga!
__ 
--------------------

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah mampir di blog sederhana ini. Jangan lupa, biar cakep dan cantik silakan ninggalin satu atau dua patah kata. Apa pun komennya boleh, yang penting sopan dan tdk promosi.

Amir Hamzah Copyright © 2009 - 2015 | Template : Yo Koffee | Design By : Designcart | Modif By : amirisme