Aneh dan heran, mungkin dua kata inilah yang bisa mewakili apa yang ada dalam benakku. Pasalnya, bukan hanya sekali atau dua kali, tetapi sudah berkali-kali kualami. Misalnya pergi ke toko buku, disangka sebagai karyawan toko bukunya. Pergi ke swalayan, disangka pegawainya dan sekaligus para pengunjung meminta tolong untuk mengambilkan barang atau sekedar menanyakan jenis barang. Bersyukur sih belum ada yang menyangka tukang parkir pas ada di parkiran.

Kisah lucu yang disangka tukang parkir ada dari kawan asal Thailand. Di minggu pagi kawan-kawan Thailand pergi ke pasar dadakan, namanya Sunday Morning disingkat jadi SUNMOR dibaca "sanmor". Nah ketika sudah tiba di sanmor, mereka berpencar mencari barang yang dibutuhkan. Malang bagi salah satu kawan, ia ke-capek-an dan meneduh di tempat parkiran. Tiba-tiba, ada perempuan yang menghampirinya dan memberikan karcis parkirnya, sambil menunjukkan letak motor yang telah diparkirkannya.

Sambil mendadahkan tangannya, sang kawan ini menyangkal bahwa ia bukan juru parkir. Lalu ditunjuklah petugas parkir yang sebenarnya. Perempuan tadi pun malu, dan meminta maaf. Mendengar kisah ini sepulang dari sanmor, jelas aku ikut tertawa geli. "Haaahaaahaa.. Jauh-jauh dari Thailand ke Indonesia disangka tukang parkir.." candaku ke kawan tadi.

Paling sering kualami itu, sering ditanya oleh orang yang lewat atau kebingungan mencari alamat. Aku juga tak tahu, entah karena mukaku yang menggambarkan penduduk sekitar atau mukaku yang disangka orang baik dan tidak sombong. Nah, ketika ditanya atau dimintai petunjuk jalan dan aku tidak tahu, pasti kuarahkan untuk mencoba tanya ke tempat lain. Atau jika sedikit paham tentang daerah yang ditujunya, pasti ditanya terkait petunjuk lainnya yang memudahkan untuk sampai ke tempat yang dimaksud.

Kalau aku, disangka takmir dan Ustadz? jangan ditanya lagi soal ini mah. Kadang ada beberapa jamaah yang dari jauh dan shalat di masjid, pasti menyangkanya jika Akulah takmir atau salah satu ustadznya. Bagiku sudah tak asing jika sering disangka begini. Bahkan barusan saja, ketika tiba di masjid untuk shalat jumat, ada salah satu jamaah yang dari jauh sudah senyum. Ketika sudah dekat, langsung mengajak salaman "Assalamualaikum ustadz...", Sambil membungkukan badannya. Usianya jika kutaksir jelas lebih tua dariku juga.

Kadang risih juga sih, pasalnya masih jauh dari sangkaan itu. Meskipun sejatinya lebih baik juga, daripada disangka penjahat oleh orang lain, yang ada malah repot. Mungkin juga, bagi sebagian orang malah jadi sesuatu kebanggaan ketika disangka dengan sebutan di atas. Katanya merasa termotivasi untuk menjadi lebih baik lagi dan meningkatkan ibadah. Semoga saja, ketika sudah tekun dan meningkat ibadahnya, kemudian tidak ada yang menyebutnya dengan sebutan yang diinginkan, lantas tidak menjadikan dirinya loyo dan malas-malasan.

Terasa kaku kalau disapa dengan berlebihan, malah lebih nyaman disapa dengan sapaan orang biasa pada umumnya. Selain lebih nyaman, terkesan lebih membaur juga dengan masyarakat yang lainnya. Tidak terkesan ada jarak atau dinding pemisah yang bernama kelas sosial di masyarakat atau lingkungan tempat kita menetap. Intinya, ingin biasa saja. Allahu'alam.


--------------------

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah mampir di blog sederhana ini. Jangan lupa, biar cakep dan cantik silakan ninggalin satu atau dua patah kata. Apa pun komennya boleh, yang penting sopan dan tdk promosi.

Amir Hamzah Copyright © 2009 - 2015 | Template : Yo Koffee | Design By : Designcart | Modif By : amirisme