Sudahkah kita bersyukur hari ini?
Sudahkah kita bersyukur hari ini? Ya pertanyaan itu pantas ditanyakan kepada diri kita masing-masing. Apkah bersyukur ataukah malah kufur atas nikmat Allah tersebut. Secara tidak sadar mungkin lebih condong kepada tidak mensyukuri nikmat ketimbang mensyukuri nikmat. Misalnya saja kita diberikan kesehatan, tetapi dengan kesehatan tersebut malah digunakan untuk bermaksiat atau melaksanakan hal-hal yang dilarang oleh agama. Naudzubilah...
Bersyukur merupakan gambaran mu’min sejati. Karena syukur merupakan gambaran diri seseorang yang mampu menerima keadaan secara ikhlas, ridha serta tawakkal. Allah berfirman dalam al-Qur’an (QS. Ibrahim : 7-8 ) Artinya : dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". dan Musa berkata: "Jika kamu dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari (nikmat Allah) Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
Janji Allah pada ayat diatas menjelaskan bahwa jika kita bersyukur maka kenikmatan tersebut akan Allah tambah, tetapi jika sebaliknya yaitu ingkar dan malah kufur nikmat maka balasannya adalah azab yang sangat pedih. Azab tersebut berlaku di dunia atau diakhirat kelak, kita tidak tahu azab itu kapan ditimpakan. Wallahu’alam
Mensyukuri hidup
Hidup itu adalah sebuah perjalanan dari masa ke masa, dengan berbagai lika-liku yang ada didalamnya. Dalam hidup ini kita biasa menemukan orang yang menjabat sebagai direktur, manager, karyawan, office boy, tukang parkir dan lain sebagainya. Semua jabatan itu dalam kacamata agama islam adalah berupa amanat dan tanggung jawab. Ditakdirkan menjadi orang miskin bukanlah musibah, tetapi disyukuri serta dijalani. Se-miskin apapun tidak syogyanya mencari rizki dengan cara yang diharamkan. Rizki Allah sangat luas, asalkan mau mencarinya dan tidak mudah putus asa.
Kaya atau miskin sebetulnya hanyalah status sosial, jika diberikan kemiskinan seyogyanya menikmati kemiskinan layaknya orang kaya yang menikmati ke kayaan nya. Tidak menyesali nasib yang dijalani, tetapi menerimanya dengan ridha kepada Allah dengan penuh ketegaran. Orang yang kaya bersyukur itu sudah seharusnya, tetapi orang yang hidup dalam kemiskinan kemudian ia bersyukur atas kemiskinannya adalah orang yang luar biasa di mata Allah bahkan kedudukanya lebih mulia.
Allah melarang setiap hambanya untuk berkeluh kesah, apalagi sampai menyalahkan Allah swt atas takdir yang diberikan kepada kita. Seharunya menganggap semua ini sebagai ujian agar lebih dekat dengan Allah dan merasa ada ketergantungan dengan Allah sebagai penolong dalam hidup. Hingga kita meyakini bahwa tidak bisa hidup tanpa pertolongan yang diberikan-NYA.
Hendaknya optimisti dalam menjalani kehidupan ini, dengan tetap berusaha semaksimal mungkin. Tidak melalaikan perintah Allah ketika berusaha, sehingga hasil akhir semuanay diserahkan kepada-NYA karena Dia-lah yang tahu apa yang terbaik bagi kita. Dengan demikian kita tidak akan pernah berputus ada menghadapi kehidupan ini, dengan segala kondisi apapun. Allah berfirman : dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-Ankabut : 69)
Nabi bersabda : “kana al-faqru an yakuna kufran” artinya kefakiran lebih dekat kepada kekufuran. Apa yang disampaikan oleh nabi Muhamad memang begitu adanya. Seseorang yang kekurangan harta (miskin) sangat rentan untuk menukar keimanan mereka dengan uang. Bahkan ada selintingan yang bahwa agama ditukar dengan satu dus mie. Naudzubillah
Hidup dalam kekurangan memang berat, tetapi harus dilandasi dengan sikap tawkkal kepada allah, janji allah di dalam al-Qur’an “dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.”(QS. At-Talaq :3)
Umar bin khatab mengatakan bahwa Rasulullah bersabda : “seandainya engkau bertawakkal kepada Allah swt, niscaya ia akan memberimu rezeki seperti Ia memberi rezeki kepada burung, dimana burung itu terbang di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali lagi dalam keadaan kenyang”
Syukur dan Tawakal
Diriwayatkan bahwa ketika ditanyakan tentang sesuatu yang paling mengagumkan dari rasulullah saw, ‘Aisyah, dengan mengelurakan air matanya, seraya berkata, “manakah yang tidak mengagumkan dari beliau?” lalu ia menceritakan, “suatu malam, aku tidur bersama rasulullah saw di tempat tidur. Namun, belum lama kami tidur, tiba-tiba beliau membangunkan ku seraya berkata,’wahai putri abu bakar! Izinkanlah aku bangun untuk beribadah kepada tuhanku!’ aku jawab, “sebenarnya aku senang kau tetap berada disampingku, tapi kau labih mendahulukan keinginanmu.’ Maka bangunlan beliau dari tidurnya, lalu berwudhu’ dengan sempurna, dan akhirnya melaksanakan shalat malam. Malam itu beliau shalat sampai subuh, dan selama melaksanakan shalat itu, aku lihat beliau menitikan air matanya hingga basah bajunya. Aku bertanya ‘apakah gerangan yang menyebabkan engkau menangis, wahai rasulullah? Bukankan allah telah mengampuni semua dosamu, baik yang telah lalu maupun yang akan datang? Rasulullah menjawab,’tidak bolehkah aku menjadi seorang hamba yang bersyur?”
Abu utsman berkata, “syukurnya orang-orang awam adalah syukurnya terhadap nikmat makanan, minuman, dan pakaian. Sedangkan syukurnya orang yang khusus adalah syukurnya mereka terhadap nikmat ketakwaan didalam hatinya” ketika nabi idris mendengar kabar gembira tentang diampunkan segala dosa-dosanya, baliau memohon kepada allah swt agar dipanjangkan umurnya. “mengapa sampai demikian?” tanya orang-orang kepadanya. Beliau menjawab, “agar aku berkesempatan untuk bersyukur kepada-Nya. Sebab, selama ini aku hanya beramal untuk mendapatkan ampunan dari-Nya.”
Tawakkal adalah menyerahkan urusan kepada Allah, dan meyakini bahwa apa pun yang Allah berikan kepadanya tidak akan berpindah kepada orang lain, atau sebaliknya yang tidak menjadi jatahnya tidak mungkin ia terima. ...... dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman".(QS. Al-Maidah : 23) Tawakkal itu bertingkat-tingkat, pertama tawakkal yakni bertwakkal terhadap janji-janji allah. Kedua, adalah taslim, yakni bertawakkal terhadap ilmu-Nya dan yang ketiga adalah tafwid, yakni bertwakkal terhadap takdir-Nya.
Dikatakan bahwa tawakkal merupakan permulaan dari tawakkal, taslim adalah pertangahannya, sedangkan tafwid adalah klimaksnya. Ada juga yang mengatakan bahwa tawakkal adalah sikapnya orang-orang awam, taslim adalah sikapnya orang-orang khusus sedangkan tafwid adalah sikapnya orang-orang yang lebih khusus lagi. Abu ali ar-Rudzbari berkata, “ada tiga tingkatan tawakkal, yaitu : pertama, bersyukur jika diberi, dan bersabar jika tidak diberi. Kedua, tetap bersyukur, baik ketika diberi maupun tidak. Ketiga, lebih menyukai tidak diberi karena tahu bahwa ia ada hikmah dari Allah bagi dirinya.”
Jika ditanya siapakah yang paling bersyukur dan bertawakkal? Jawabannya adalah Rasulullah saw. Walau sudah mendapat jaminan pengampunan dosa dari Allah beliau tetap bersyukur. Walau rasulullah sebagai seorang pemimpin tetapi beliau hidup dalam kesederhanaan, hartanya digunakan untuk kepentingan dakwah islamiyah, semuanya beliau serahkan kepada Allah. Jadi, jika ditanya siapakah yang pantas menjadi panutan kita dalam bersyukur dan bertawakkal maka Rasulullah saw adalah jawabannya. Wallahu’alam []
Hamzah Albantani
Divisi Pendidikan
Lembaga Pengabdian Masyarakat