Setelah Ashar (25/10/13) kami berencana untuk sowan ke rumah Ustad, yang kebertulan beliau sedang short course diluar negri (Amerika). Maksud kedatangan kami yaitu untuk menyampaikan amanat kepada keluarga yang ada di rumash sekaligus menyerahkan beberapa lembar surat dari kantor pos. Sekitar pukul 17.30 kami meninggalkan Jogjakata. Kali ini kami mengambil rute ke arah jalan Solo, tepatnya yaitu ke arah Candi Prambanan.
Karena perjalanan sore hari, kemacetan pun tak dapat terelakkan. Dibeberapa titik kemacetan itu kami dapati, meskipun demikian kemacetan ini masih dalam tingkat normal. Lagi-lagi, karena waktu keberangkatan yang terlalu sore, maka kumandang adzan magrib sudah terngiang di telinga kami ketika kami dalam perjalanan. Karena tanggung sebentar lagi sampai, maka kami memutuskan untuk sholat magrib ketika sudah tiba di tempat tujuan.
Setelah tiba di perkampungan yang kami tujuan, maka kami pun menunaikan sholat magrib. Setelah selesai kami langsung melanjutkan perjalanan, ketika tiba di depan rumah kami disambut oleh dua malaikat kecil yang membuka gordeng kamar dan melihat kami dari dalam.
Seketika mereka pun berlari ke arah pintu, terdengar suara kunci yang mereka buka dari dalam, tapi karena kedua malaikat kecil itu masih kecil jadi belum bisa membuka kunci atas. Kemudian dengan refleks malaikat kecil itu membuka jendela dan berkata, "mamah masih madi, Mas Lio gak sampe, jadi gak bisa buka kunci yang atas..." dengan sepontan kami pun menjawab "oh.. ya udah gak apa-apa.. nanti saja..."
Tak berapa lama pintu rumah pun terbuka. Muncullah seorang sosok jagoan kecil, ia adalah Gus Lionel Akbar atau saya biasa memanggilnya dengan "Mas Iyo". Kami ajak bersalaman dan ngobrol sebentar. Setelah itu muncul Ibu, dan kami juga langsung menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan tersebut. Sahabat saya langsung mengeluarkan beberapa lembar kertas dari dalam ranselnya. "ini ibu.. ada titipan dari Ustadz.. dan beberapa ada yang harus ditandatangani plus diberi matrai."
Ibu pun masuk ke rumah dan tak berapa lama langsung membawa amplop berwarna cokelat dan matrai 6000. Setelah mengurus surat-surat serta menyantap roti bakar dan segelas susu jahe yang disuguhkan malam itu, maka kami pun berpamitan. Motor Honda Kharisma berpelat BE pun meninggalkan suasana pedesaan yang tak jauh dari Candi Prambanan. Pedesaan yang sangat sejuk dan pemandangannya begitu indah.
Di perjalanan, sekitar 10 menit dari tempat kami berpamitan. Sahabat saya mengajak untuk ziaroh ke makam Sunan Bayat (Sunan Pandan Aran). Sunan Bayat ialah salah satu pengikut Sunan Kalijogo yang diperintahkan untuk menyebarkan islam di daerah Bayat. Demikian informasi yang saya dapatkan dari papan sejarah ketika sudah tiba di sana.
Waktu itu, saya pun menyetujuinya. Karena sahabat saya agak sedikit lupa rute jalannya, maka kami memutuskan untuk bertanya ke salah satu penduduk yang kebetulan berada di pinggir jalan, atau sedang jualan. Dari petunjuk itulah akhirnya kami bisa tiba di tempat tujuan. Meskipun hampir mau salah jalan, dan mengambil inisiatif yang salah. Wajar, instingnya kurang gak sehebat GPS (Global Positionging System), heeeee.
Ketika tiba di sana, kami kami duduk-duduk dulu dan ngobrol sejenak. Tujuannya supaya tidak terlalu capek, sebab posisi makam berada di atas bukit dan kami harus menaiki anak tangga. Setelah dirasa cukup istirahatnya, kami pun langsung bergegas. Tak lupa, kami harus bayar 1000 rupiah untuk masuknya, dan waktu itu kami juga memutuskan untuk sholat Isya di atas saja, supaya setelah selesai sholat bisa langsung ziaroh.
Ketika menapaki anak tangga dan melihat kanan-kiri, sahabat saya melontarkan sebuah kalimat yang menggelitik pikiran. "Kenapa ya makam-makan disini kebanyakan berada di atas bukit...?" mendengar ungkapan yang demikian, lantas saya mengeluarkan sebuah kalimat yang hampir sama, "kenapa pintu Masjid Agung Cirebon dibuat kecil...?" Mungkin ada makna yang tersembunyi dari alasan ini semua.
Bisa jadi karena orang-orang yang berilmu itu posisinya memang harus berada di atas, demikian ungkapan sahabat saya. Saya menimpali, lebih tepatnya mungkin biar penziaroh bisa berolahraga dan nanti badannya sehat. Atau, untuk menjadi seorang yang luar biasa itu ada tahapan dan prosesnya, gak jadi begitu saja. Harus bener-bener menyerahkan semuanya karena Allah, istiqamah dan amalan-amalan yang lainnya.
Waktu menunjukan pukul 21.30, tapi para pengunjung yang ingin berziaroh selalu saja ramai. Meski demikian, kami tetap bisa mencari posisi yang strategis dan PW. Sehingga ketika yang lain selesai, barulah kami bisa gantian. Pokoknya dua malam ini berturut-turut sungguh luar biasa. Kamis malam ke Gunung Pring di Magelang, dan jum'at malamnya ke Sunan Bayat.
Luar bisa dan di luar ekspektasi saya pokoknya...! Perjalanan ini kira-kira kami tempuh sekitar 40 menitan. Mungkin karena baru saja (pengalaman pertama naik motor) dan belum tahu jalan, jadi terasa lama. Tapi ketika sudah selesai dan pulang, malahan terasa dekat. Kami pun kembali ke Jogja malam itu juga. []
Karena perjalanan sore hari, kemacetan pun tak dapat terelakkan. Dibeberapa titik kemacetan itu kami dapati, meskipun demikian kemacetan ini masih dalam tingkat normal. Lagi-lagi, karena waktu keberangkatan yang terlalu sore, maka kumandang adzan magrib sudah terngiang di telinga kami ketika kami dalam perjalanan. Karena tanggung sebentar lagi sampai, maka kami memutuskan untuk sholat magrib ketika sudah tiba di tempat tujuan.
Setelah tiba di perkampungan yang kami tujuan, maka kami pun menunaikan sholat magrib. Setelah selesai kami langsung melanjutkan perjalanan, ketika tiba di depan rumah kami disambut oleh dua malaikat kecil yang membuka gordeng kamar dan melihat kami dari dalam.
Seketika mereka pun berlari ke arah pintu, terdengar suara kunci yang mereka buka dari dalam, tapi karena kedua malaikat kecil itu masih kecil jadi belum bisa membuka kunci atas. Kemudian dengan refleks malaikat kecil itu membuka jendela dan berkata, "mamah masih madi, Mas Lio gak sampe, jadi gak bisa buka kunci yang atas..." dengan sepontan kami pun menjawab "oh.. ya udah gak apa-apa.. nanti saja..."
Tak berapa lama pintu rumah pun terbuka. Muncullah seorang sosok jagoan kecil, ia adalah Gus Lionel Akbar atau saya biasa memanggilnya dengan "Mas Iyo". Kami ajak bersalaman dan ngobrol sebentar. Setelah itu muncul Ibu, dan kami juga langsung menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan tersebut. Sahabat saya langsung mengeluarkan beberapa lembar kertas dari dalam ranselnya. "ini ibu.. ada titipan dari Ustadz.. dan beberapa ada yang harus ditandatangani plus diberi matrai."
Ibu pun masuk ke rumah dan tak berapa lama langsung membawa amplop berwarna cokelat dan matrai 6000. Setelah mengurus surat-surat serta menyantap roti bakar dan segelas susu jahe yang disuguhkan malam itu, maka kami pun berpamitan. Motor Honda Kharisma berpelat BE pun meninggalkan suasana pedesaan yang tak jauh dari Candi Prambanan. Pedesaan yang sangat sejuk dan pemandangannya begitu indah.
Di perjalanan, sekitar 10 menit dari tempat kami berpamitan. Sahabat saya mengajak untuk ziaroh ke makam Sunan Bayat (Sunan Pandan Aran). Sunan Bayat ialah salah satu pengikut Sunan Kalijogo yang diperintahkan untuk menyebarkan islam di daerah Bayat. Demikian informasi yang saya dapatkan dari papan sejarah ketika sudah tiba di sana.
Waktu itu, saya pun menyetujuinya. Karena sahabat saya agak sedikit lupa rute jalannya, maka kami memutuskan untuk bertanya ke salah satu penduduk yang kebetulan berada di pinggir jalan, atau sedang jualan. Dari petunjuk itulah akhirnya kami bisa tiba di tempat tujuan. Meskipun hampir mau salah jalan, dan mengambil inisiatif yang salah. Wajar, instingnya kurang gak sehebat GPS (Global Positionging System), heeeee.
Ketika tiba di sana, kami kami duduk-duduk dulu dan ngobrol sejenak. Tujuannya supaya tidak terlalu capek, sebab posisi makam berada di atas bukit dan kami harus menaiki anak tangga. Setelah dirasa cukup istirahatnya, kami pun langsung bergegas. Tak lupa, kami harus bayar 1000 rupiah untuk masuknya, dan waktu itu kami juga memutuskan untuk sholat Isya di atas saja, supaya setelah selesai sholat bisa langsung ziaroh.
Ketika menapaki anak tangga dan melihat kanan-kiri, sahabat saya melontarkan sebuah kalimat yang menggelitik pikiran. "Kenapa ya makam-makan disini kebanyakan berada di atas bukit...?" mendengar ungkapan yang demikian, lantas saya mengeluarkan sebuah kalimat yang hampir sama, "kenapa pintu Masjid Agung Cirebon dibuat kecil...?" Mungkin ada makna yang tersembunyi dari alasan ini semua.
Bisa jadi karena orang-orang yang berilmu itu posisinya memang harus berada di atas, demikian ungkapan sahabat saya. Saya menimpali, lebih tepatnya mungkin biar penziaroh bisa berolahraga dan nanti badannya sehat. Atau, untuk menjadi seorang yang luar biasa itu ada tahapan dan prosesnya, gak jadi begitu saja. Harus bener-bener menyerahkan semuanya karena Allah, istiqamah dan amalan-amalan yang lainnya.
Waktu menunjukan pukul 21.30, tapi para pengunjung yang ingin berziaroh selalu saja ramai. Meski demikian, kami tetap bisa mencari posisi yang strategis dan PW. Sehingga ketika yang lain selesai, barulah kami bisa gantian. Pokoknya dua malam ini berturut-turut sungguh luar biasa. Kamis malam ke Gunung Pring di Magelang, dan jum'at malamnya ke Sunan Bayat.
Luar bisa dan di luar ekspektasi saya pokoknya...! Perjalanan ini kira-kira kami tempuh sekitar 40 menitan. Mungkin karena baru saja (pengalaman pertama naik motor) dan belum tahu jalan, jadi terasa lama. Tapi ketika sudah selesai dan pulang, malahan terasa dekat. Kami pun kembali ke Jogja malam itu juga. []