PENGERTIAN SARANA DAN PRASARANA
1. PENGERTIAN
Sarana dalam Kamus Alamiah Populer berarti alat atau piranti, Sedangkan Prasarana itu bahan material atau perangkat. Sarana dan prasarana lembaga pendidikan adalah suatu tempat yang dapat mendukung adanya tempat belajar mengajar antara guru dan siswa dalam lingkungan yang disebut sekolah. Dalam pandangan islam, adapun yang dimaksud dengan prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran, seperti halaman, kebun, taman, sekolah islam, jalan menuju sekolah islam, tetapi jika dimanfaatkan secara langsung untuk proses belajar mengajar, seperti taman sekolah islam untuk pengajaran biologi, halaman sekolah islam, sebagai sekaligus lapangan olah raga, komponen tersebut merupakan sarana pendidikan (Mulyasa,2007:49).
Menurut (buku) pedoman penjaminan mutu akademik Universitas Indonesia, prasarana pendidikan adalah perangkat penunjang utama suatu proses atau usaha pendidikan agar tujuan pendidikan tercapai. Sedangkan sarana pendidikan adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat/media dalam mencapai maksud atau tujuan.
Dalam peraturan pemerintah No. 20 tahun 2003 pasal 3 menjelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
Menurut (buku) pedoman penjaminan mutu akademik Universitas Indonesia, prasarana pendidikan adalah perangkat penunjang utama suatu proses atau usaha pendidikan agar tujuan pendidikan tercapai. Sedangkan sarana pendidikan adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat/media dalam mencapai maksud atau tujuan.
Dalam peraturan pemerintah No. 20 tahun 2003 pasal 3 menjelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
2. TUJUAN SARANA PRASARANA
2. TUJUAN SARANA PRASARANA
Pasal 35 ayat 1 standar sarana pendidikan terdiri atas standar isi, proses,kompetensi lulusan, tenaga pendidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaandan penilai pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Sarana dan prasarana amat menunjang akan keberhasilan dan kemajuan sekolah dalam mendidik, mngembangkan potensi anak didik bahkan kemampuan intelektualitasnya. Oleh karena itu, sarana dan prasarana merupakan hal yang harus diutamakan dalam pendidikan karena bisa menjadi daya tarik dan daya jual lembaga pendidikan itu sendiri. Tak terbayang bila sarana dan prasarana itu rusak dan tak layak huni tentunya akan membawa dampak yang buruk bagi masyarakat itu sendiri, bagi guru-guru dan para siswa yang akan belajar di tempat tersebut.
Bila sarana dan prasarana sekolah telah lengkap dan didukung oleh sarana sarana yang lainnya tentulah sekolah itu akan menghasilkan peserta-peserta didik yang memeiliki keunggulan dan wawasan yang luas. Di dalam sebuah media masa sempat diberitakan bahwa ada sekolahan yang memiliki fasilitas yang amat kurang layak huni dan tidak memiliki sarana olah raga membuat mereka mogok sekolah. Kalau sudah seperti ini bisa menjadi masalah semua pihak, entah itu orang tua siswa, guru dan badan-badan pendidikan.
Sejak dahulu sarana dan prasarana yang ada di dalam lembaga pendidikan terus menerus menjadi kendala tiap tahun, dikarenakan masih banyaknya tempat belajar yang tak terjamah oleh pemerintah terutama pelosok pedesaan, sebagai contoh di daerah pegunungan dan bukit bukit yang jauh dari keramaian. Di Pandeglang, masih banyak sekolah yang tak layak huni selain kondisinya yang memprihatinkan, tempat itu tidak strategis, kondisi jalan yang rusak berat dan berada di bukit yang jarang di jamah oleh kendaraan. Sungguh ironis memang, dengan keadaan seperti ini kebijakan-kebijakan dari pemerintah untuk sarana dan prasarana itu tak pernah terwujud, semua itu hanya sampai di saku-saku orang yang tak berperasaan, hanya mementingkan kepentingan pribadi dan tanpa memikirkan sekelilingnya. Alangkah rendahnya martabat bangsa ini bila memeiliki orang-orang seperti ini.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 1 angka 8 Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
Manajemen sarana dan pra sarana dari beberapa uraian diatas, sarana dan prasarana pendidikan dapat didefinisikan sebagai proses kerja sama pendayagunaan semua sarana dan prasarana pendidikan secara efektif dan efisien.( bafadal,2003). Definisi ini menunjukkan bahwa sarana dan prasarana yang ada di sekolah perlu didayagunakan dan dikelola untuk kepentingan proses pembelajaran di sekolah. Pengelolaan itu dimaksudkan agar dalam menggunakan sarana dan prasarana di sekolah bisa berjalan dengan efektif dan efisien. Pengelolaan sarana dan prasarana merupakan kegiatan yang amat penting di sekolah, karena keberadaannya akan sangat mendukung terhadap suksesnya proses pembelajaran di sekolah.
Dalam mengelola sarana dan prasarana di sekolah dibutuhkan suatu proses sebagaimana terdapat dalam manajemen yang ada pada umumnya, yaitu : mulai dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pemeliharaan dan pengawasan. Apa yang dibutuhkan oleh sekolah perlu direncanakan dengan cermat berkaitan dengan sarana dan prasarana yang mendukung semua proses pembelajaran. Sarana pendidikan ini berkaitan erat dengan semua perangkat, peralatan, bahan dan perabot yang secara langsung digunakan dalam proses belajar mengajar. Sedangkan prasarana pendidikan berkaitan dengan semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah seperti ; ruang, perpustakaan, kantor sekolah, UKS, ruang osis, tempat parkir, ruang laboratorium, dll.
Tujuan daripada pengelolaan sarana dan prasarana sekolah ini adalah untuk memberikan layanan secara profesional berkaitan dengan sarana dan prasarana pendidikan agar proses pembelajaran bisa berlangsung secara efektif dan efisien. Berkaitan dengan hal ini. Bafadal (2003) menjelaskan secara rinci tentang tujuan manajemen sarana dan prasarana pendidikan sebagai berikut :
Bila sarana dan prasarana sekolah telah lengkap dan didukung oleh sarana sarana yang lainnya tentulah sekolah itu akan menghasilkan peserta-peserta didik yang memeiliki keunggulan dan wawasan yang luas. Di dalam sebuah media masa sempat diberitakan bahwa ada sekolahan yang memiliki fasilitas yang amat kurang layak huni dan tidak memiliki sarana olah raga membuat mereka mogok sekolah. Kalau sudah seperti ini bisa menjadi masalah semua pihak, entah itu orang tua siswa, guru dan badan-badan pendidikan.
Sejak dahulu sarana dan prasarana yang ada di dalam lembaga pendidikan terus menerus menjadi kendala tiap tahun, dikarenakan masih banyaknya tempat belajar yang tak terjamah oleh pemerintah terutama pelosok pedesaan, sebagai contoh di daerah pegunungan dan bukit bukit yang jauh dari keramaian. Di Pandeglang, masih banyak sekolah yang tak layak huni selain kondisinya yang memprihatinkan, tempat itu tidak strategis, kondisi jalan yang rusak berat dan berada di bukit yang jarang di jamah oleh kendaraan. Sungguh ironis memang, dengan keadaan seperti ini kebijakan-kebijakan dari pemerintah untuk sarana dan prasarana itu tak pernah terwujud, semua itu hanya sampai di saku-saku orang yang tak berperasaan, hanya mementingkan kepentingan pribadi dan tanpa memikirkan sekelilingnya. Alangkah rendahnya martabat bangsa ini bila memeiliki orang-orang seperti ini.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 1 angka 8 Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
Manajemen sarana dan pra sarana dari beberapa uraian diatas, sarana dan prasarana pendidikan dapat didefinisikan sebagai proses kerja sama pendayagunaan semua sarana dan prasarana pendidikan secara efektif dan efisien.( bafadal,2003). Definisi ini menunjukkan bahwa sarana dan prasarana yang ada di sekolah perlu didayagunakan dan dikelola untuk kepentingan proses pembelajaran di sekolah. Pengelolaan itu dimaksudkan agar dalam menggunakan sarana dan prasarana di sekolah bisa berjalan dengan efektif dan efisien. Pengelolaan sarana dan prasarana merupakan kegiatan yang amat penting di sekolah, karena keberadaannya akan sangat mendukung terhadap suksesnya proses pembelajaran di sekolah.
Dalam mengelola sarana dan prasarana di sekolah dibutuhkan suatu proses sebagaimana terdapat dalam manajemen yang ada pada umumnya, yaitu : mulai dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pemeliharaan dan pengawasan. Apa yang dibutuhkan oleh sekolah perlu direncanakan dengan cermat berkaitan dengan sarana dan prasarana yang mendukung semua proses pembelajaran. Sarana pendidikan ini berkaitan erat dengan semua perangkat, peralatan, bahan dan perabot yang secara langsung digunakan dalam proses belajar mengajar. Sedangkan prasarana pendidikan berkaitan dengan semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah seperti ; ruang, perpustakaan, kantor sekolah, UKS, ruang osis, tempat parkir, ruang laboratorium, dll.
Tujuan daripada pengelolaan sarana dan prasarana sekolah ini adalah untuk memberikan layanan secara profesional berkaitan dengan sarana dan prasarana pendidikan agar proses pembelajaran bisa berlangsung secara efektif dan efisien. Berkaitan dengan hal ini. Bafadal (2003) menjelaskan secara rinci tentang tujuan manajemen sarana dan prasarana pendidikan sebagai berikut :
- Untuk mengupayakan pengadaan saraan dan prasarana sekolah melalui sistem perencanaan dan pengadaan yang hati-hati dan seksama, sehingga sekolah memiliki sarana dan prasana yang baik, sesuai dengan kebutuhan sekolah, dan dengan dana yang efisien.
- Untuk mengupayakan pemakaian sarana dan prasarana sekolah secara tepat dan efisien.
- Untuk mengupayakan pemeliharaan sarana dan prasana pendidikan, sehingga keberadaannya selalu dalam kondisi siap pakai dalam setiap dperlukan oleh semua pihak sekolah.
Manajemen sarana dan prasarana yang baik diharapkan dapat menciptakan sekolah/ sekolah islam yang bersih, rapi, indah, sehingga menciptakan kondisi yang menyenangkan baik bagi guru maupun untuk berada di sekolah islam. Di samping itu juga diharapkan tersedianya alat-alat fasilitas belajar yang memadai secara kuantitatif, kualitatif, dan relevan dengan kebutuhan serta dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan proses pendidikan dan pengajaran, baik oleh guru sebagai pengajar maupun murid-murid sebagai pelajar.
PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA
PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA
Dalam Mengelola Sarana dan prasarana sekolah, terdapat sejumlah prinsip yang perlu diperhatikan agar tujuan bisa tercapai dengan maksimal. Prinsip-prinsip tersebut menurut Bafadal (2003) adalah :
- Prinsip pencapaian tujuan, yaitu sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus selalu dalam kondisi siap pakai apabila akan didayagunakan oleh personel sekolah dalam rangka pencapaian tujuan proses pembelajaran di sekolah.
- Prinsip efisiensi, yaitu pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus di lakukan melalui perencanaan yang seksama, sehingga dapat diadakan sarana dan prasarana pendidikan yang baik dengan harga yang murah, dan pemakaian harus dengan hati-hati sehingga mengurangi pemborosan.
- Prinsip administratif, yaitu manajemen sarana dan prasana pendidikan di sekolah harus selalu memperhatikan undang-undang, peraturan, intruksi, dan petunjuk teknis yang diberlakukan oleh pihak yang berwenang.
- Prinsip kejelasan tanggung jawab, yaitu manajemen sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus di delegasikan kepda personel sekolah yang mampu bertanggung jawab, apabila melibatkan banyak personel sekolah dalam manajemennya, maka perlu adanya deskripsi tugas dan tanggung jawab yang jelas untuk setiapa personel sekolah.
- Prinsip kekohesifan, yaitu bahwa manajemen sarana dan prasarana pendidikan di sekolah itu harus direalisasikan dalam bentuk proses kerja sekolah yang sangat kompak.
BAB II
BENTUK-BENTUK SARANA PRASARANA
1. GEDUNG SEKOLAH
Gedung sekolah merupakan salah satu penunjang untuk belajar mengajar dan sekaligus merupakan sarana yang efektif dalam mengklasifikasikan peserta didik. Sebuah lembaga pendidikan bisa disebut sekolah bila telah tersedianya suatu bangunan untuk menampung kegiatan belajar mereka. Untuk Sekolah Dasar biasanya memiliki emam kelas yang terdiri dari kelas I – VI, sedangkan untuk SLTP memiliki tiga kelas dan tiap-tiap kelas itu memiliki bagian –bagian ada kelas I.a, I.b, I.c dan seterusnya.
Begitu juga dengan kelas yang berikutnya. Di dalam gedung sekolah terdapat peralatan-peralatan yang dipakai oleh guru untuk menyampaikan materi-materi pelajaran, diantaranya alat-alat pendukung pembelajaran seperti : kursi, meja, papan tulis, kapur tulis, atlas, globe dan alat-alat pendukung laianya. Pada tanggal 28 Maret 2003 Dicky Bastian (7 tahun), murid SDN 2 Cangkring,
Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, meninggal dunia karena kepalanya tertimpa pilar atap gedung sekolahan yang roboh sekitar pukul 09.30 WIB pada saat ia mengikuti pelajaran. Selain Dicky Bastian yang meninggal dunia, sebanyak 28 murid lainnya menderita luka-luka,(Bernas, 29/3/2003).
Sungguh teragis kejadian yang menimpa pendidikan di Indonesia, diakibatkan lambatnya pemerintah yang bertindak dalam menangani masalah ini dan cenderung menanti-nanti. Usia Dicky yang seharusnya memerlukan perlindungan baik fisik maupun psikologis dan lingkungan sekolah yang membuatnya merasa aman dan nyaman disaat matahari dan hujan itu datang malahan justru merenggut nyawanya. Cerita gedung sekolah yang buruk bukanlah hal yang baru, tetepi merupakan cerita lama yang belum terpecahkan hingga saat ini.
Dari masa ke masa lembaga pendidikan selalu mengadakan perbaikan dan evaluasi tentang keberhasilannya dan atas kekurangannya. Kini hampir seluruh lembaga pendidikan memakai media-media elektronik sebagai salah satu penunjang kesuksesan peserta didik, selain mengenalkan kepada peserta didik akan tetapi bersifat mengajari agar suatu saat nanti mampu untuk mengoprasikannya. Akan tetapi hal yang demikian ini hanyalah bagi lembaga-lembaga pendidikan tertentu saja, entah karena jarak sekolah dengan kota dekat sehingga lebih mudah untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah ataukah kemampuan dalam urusan biaya sangat gampang.
Kondisi pendidikan yang buruk di Indonesia di mulai sejak tahun 1970, pendidkan sangat tidak layak. Pada tahun ini tak ada alat-alat yang secanggih alat yang ada sekarang, pada jaman ini listrik masih terbatas dan angkutan sangat terbatas. Namuan pada tahun 1973 kondisi ini mulai membaik pergedungan yang buruk secara mendadak mengalami perbaikan setelah keluar intruksi presiden pada bulan November. Presiden menetapkan dana sebesar 15,8 miliar untuk pembangumnan besar besaran, pembangunan ini yamg di kenal dengan program SD impress.
Tablel di bawah membarikan gambaran lebij lengkap kepada kita tentang kondisi fisik gedung-gedung sekolah di Indonesia yang tenyata cukup mempeihatinkan terutama untuk SD hanya 40% gedung yang baik, hampir 60% dalam kondisi yang buruk . Di bawah ini beberapa data yang menunjukan bahwa sarana pendidikan masih kurang memadai, dari table di bawah ini sangat jelas bahwa perkembangannya tidak menonjol malah menurun. Hendaknya ini menjadi sandaran kita bersama dalam meninjau hasil kerja pemerintah selama ini yang mengkampanyekan orasi-orasi mereka terhadap pendidikan. Inilah perkembangan persentase ruang kelas yang di peroleh dari tahun 1998 – 2003.
Begitu juga dengan kelas yang berikutnya. Di dalam gedung sekolah terdapat peralatan-peralatan yang dipakai oleh guru untuk menyampaikan materi-materi pelajaran, diantaranya alat-alat pendukung pembelajaran seperti : kursi, meja, papan tulis, kapur tulis, atlas, globe dan alat-alat pendukung laianya. Pada tanggal 28 Maret 2003 Dicky Bastian (7 tahun), murid SDN 2 Cangkring,
Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, meninggal dunia karena kepalanya tertimpa pilar atap gedung sekolahan yang roboh sekitar pukul 09.30 WIB pada saat ia mengikuti pelajaran. Selain Dicky Bastian yang meninggal dunia, sebanyak 28 murid lainnya menderita luka-luka,(Bernas, 29/3/2003).
Sungguh teragis kejadian yang menimpa pendidikan di Indonesia, diakibatkan lambatnya pemerintah yang bertindak dalam menangani masalah ini dan cenderung menanti-nanti. Usia Dicky yang seharusnya memerlukan perlindungan baik fisik maupun psikologis dan lingkungan sekolah yang membuatnya merasa aman dan nyaman disaat matahari dan hujan itu datang malahan justru merenggut nyawanya. Cerita gedung sekolah yang buruk bukanlah hal yang baru, tetepi merupakan cerita lama yang belum terpecahkan hingga saat ini.
Dari masa ke masa lembaga pendidikan selalu mengadakan perbaikan dan evaluasi tentang keberhasilannya dan atas kekurangannya. Kini hampir seluruh lembaga pendidikan memakai media-media elektronik sebagai salah satu penunjang kesuksesan peserta didik, selain mengenalkan kepada peserta didik akan tetapi bersifat mengajari agar suatu saat nanti mampu untuk mengoprasikannya. Akan tetapi hal yang demikian ini hanyalah bagi lembaga-lembaga pendidikan tertentu saja, entah karena jarak sekolah dengan kota dekat sehingga lebih mudah untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah ataukah kemampuan dalam urusan biaya sangat gampang.
Kondisi pendidikan yang buruk di Indonesia di mulai sejak tahun 1970, pendidkan sangat tidak layak. Pada tahun ini tak ada alat-alat yang secanggih alat yang ada sekarang, pada jaman ini listrik masih terbatas dan angkutan sangat terbatas. Namuan pada tahun 1973 kondisi ini mulai membaik pergedungan yang buruk secara mendadak mengalami perbaikan setelah keluar intruksi presiden pada bulan November. Presiden menetapkan dana sebesar 15,8 miliar untuk pembangumnan besar besaran, pembangunan ini yamg di kenal dengan program SD impress.
Tablel di bawah membarikan gambaran lebij lengkap kepada kita tentang kondisi fisik gedung-gedung sekolah di Indonesia yang tenyata cukup mempeihatinkan terutama untuk SD hanya 40% gedung yang baik, hampir 60% dalam kondisi yang buruk . Di bawah ini beberapa data yang menunjukan bahwa sarana pendidikan masih kurang memadai, dari table di bawah ini sangat jelas bahwa perkembangannya tidak menonjol malah menurun. Hendaknya ini menjadi sandaran kita bersama dalam meninjau hasil kerja pemerintah selama ini yang mengkampanyekan orasi-orasi mereka terhadap pendidikan. Inilah perkembangan persentase ruang kelas yang di peroleh dari tahun 1998 – 2003.
PERKEMBANGAN PERSENTASE RUANG KELAS BAIK 1998/1999 - 2002/2003
Jenjang pendidikan Persentase ruang kelas baik
1998/1999 1999/2000 2000/2001 2001/2002 2002/2003
TK 83,40 81,69 81,86 81,38 82,67
SD 79,00 39,42 41,04 41,62 41,79
SLTP 92,79 85,99 85,07 87,50 82,29
SLTA 93,42 93,46 93,32 93,13 93,07
Sumber data dikdasmen 2004
Adapun jumlah sarana dan prasarana yang di rehabilitasi dari segi sedang dan ringan ada peningkatan yang begitu kecil. Untuk pendidikan dasar jumlah yang harus direhabilitasi cukup banyak sedangkan untuk SLTP agak lebih baik, untuk rehabilitasi tingkat SLTP tidak ada pada tahun 2008. Dari tahun ketahun jumlah rehabilitasi ini makin meningkat justru ini menjadi tugas bagi pemerintah untuk lebih serius dalam menangani masalah pendidikan agar tidak terjadi korban yang tewas ketika belajar di kelas.
SASARARAN REHABILITASI RUANG KELAS RUSAK 2004 - 2008
SD/MI Satuan 2004 2005 2006 2007 2008 total
Rehabilitasi berat Kelas 23.427 23.666 23.905 24.144 42.671 137.813
Rehabilitasi ringan Kelas 34.903 35.259 35.617 35.972 36.328 178.078
SMP/MTs Satuan 2004 2005 2006 2007 2008 Total
Rehabilitasi berat Kelas 2.450 2.639 2.774 2.875 0 10.747
Rehabilitasi ringan Kelas 723 776 816 845 0 3.160
Sumber data dikdasmen 2004
Jika kita melihat data rasio murid per ruangan kelas seperti yang diperlihatkan pada tabel berikut, yang harus di parhatikan adalah pada tingkat SLTP dan SMA karena rasionya masih di atas 40 murid perkelas. Rasio ini tergolong besar untuk mencapai efektivitas proses pembelajaran. Hanya karena proses pembangunan gesung SD penuh korupsi, sehingga mutunya jelek, maka dana pembangunan itu justru lebih banyak terserap oleh rehabilitasi gedung-gedung SD.
PERKEMBANGAN RASIO MURID PERUANGAN KELAS 1998/1999 - 2002/2003
Jenjang pendidikan Rasio Murid per Ruangan Kelas
1998/99 1999/2000 2000/01 2001/02 2002/03
TK 23 21 30 20 20
SD 26 30 29 26 30
SLTP 44 44 43 41 42
SLTA 44 44 42 38 42
(Sumber data balitbang depdiknas 2003)
Masalah pergedungan sekolah perlu di selesaikan akar masalahnya agar terjadi pengulangan terus menerus terhadap rehabilitasi SD saja, akan tetapi harus merata. Anggaran pendidikan harus merata dan tersalurkan secara evektif dan efisien untuk semua tingkatan untuk menjauhi ketidak adilan antarjenjang pendidikan itu sendiri. Pembangunann untuk tingkat SLTP tidak boleh diabaikan karena itu akan menyebabkan terpuruknya pendidikan karena setelah lulus dari sekolah dasar mereka melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu SLTP.
Masalah pergedungan sekolah perlu di selesaikan akar masalahnya agar terjadi pengulangan terus menerus terhadap rehabilitasi SD saja, akan tetapi harus merata. Anggaran pendidikan harus merata dan tersalurkan secara evektif dan efisien untuk semua tingkatan untuk menjauhi ketidak adilan antarjenjang pendidikan itu sendiri. Pembangunann untuk tingkat SLTP tidak boleh diabaikan karena itu akan menyebabkan terpuruknya pendidikan karena setelah lulus dari sekolah dasar mereka melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu SLTP.
2. GEDUNG – GEDUNG PELENGKAP
Banyak gedung sekolah yang telah berdiri di Indonesia, pada jaman orde baru telah tercatat gedung SD 150.595, SLTP 20.544, dan SLTA 8.690. akan tetapi masih belum lengkap diantaranya masih banyak sekolah-sekolah yang memiliki sarana olah raga, perupustakaan, keterampilan, kesenian dan laboratorium. Hal ini terasa sepele akan tetapi sebenarnya sangat di butuhkan oleh setiap individu yang ada di sekitar sekolah tersebut. Perpustakaan misalnya, sebagai jantung pendidikan hingga saat ini kurang di angggap serius.
Menurut data Deputi Pengembangan Pepustakaan Nasional RI (PNRI), dari sekitar 300.000 SD hingga SLTA, baru hanya 5% saja yang memiliki perpustakaan. Bahkan di duga hanya satu persen dari 260.000 SD yang mempunyai perpustakaan (kompas,25/2/2002). Walaupun data ini tujuh tahun yang lalu tapi sampai saat ini belum terrealisasi dengan jelas , buruknya fasilitas perpustakaan ini berdampak kepada industri penerbitan nasional. Industry penerbitan buku di Indonesia , terutama buku-buku umum tidak bisa berkembang dan akhirnya mereka nelakukan diversifikasi pada penerbitan pada buku-buku pelajaran yang system penjualannya menggunakan cara-cara koersif. Belum lagi dengan adanya sarana intrnet yang dapat mengakses pelajaran apapun yang jelas merugikan penerbit, maka antara penerbit dan pemerintah harus bekerja sama untuk kebaikan bersama.
Demikian halnya dengan fasilitas laboratorium, baik IPA, bahasa, maupun linnya. Beruntung sekarang telah berkembang media pembelajaran yang menggunakan alam sekitar sebagai laboratoriumnya sehingga proses pembelajarannya lebih kaya. Meski demikian, gedung laboratorium tetap diperlukan karena banyak peralatan laborat yang hanya dapat di gunakan di dalam ruangan tertentu dan dengan piranti-piranti tertentu pula. Laboratorium ini memiliki peran yang besar dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Jika pada kenyataannya anggaran lebih terserap terhadap rehabilitasi maka pembangunan laboratorium, perpustakaan dan sarana yang lain akan tertunda. Maka salah satu solusi yang tepat adalah pemerintah menganggarkan semua yang di butuhkan oleh pendidikan agar pendidikan di Indonesia maju.
Kurangnya perhatian terhadap masalah ini memperlihatkan rendahnya kemampuan peserta didik dalam intelektualitasnya, dan juga menunjukan tidak adanya keseriusan dari para pengambil keputusan itu sendiri yang seolah-olah melihat persoakan pendidikan hanya di pandang dari satu sisi saja, sedangkan infra struktur yang lain di panang sebelah mata.
Menurut data Deputi Pengembangan Pepustakaan Nasional RI (PNRI), dari sekitar 300.000 SD hingga SLTA, baru hanya 5% saja yang memiliki perpustakaan. Bahkan di duga hanya satu persen dari 260.000 SD yang mempunyai perpustakaan (kompas,25/2/2002). Walaupun data ini tujuh tahun yang lalu tapi sampai saat ini belum terrealisasi dengan jelas , buruknya fasilitas perpustakaan ini berdampak kepada industri penerbitan nasional. Industry penerbitan buku di Indonesia , terutama buku-buku umum tidak bisa berkembang dan akhirnya mereka nelakukan diversifikasi pada penerbitan pada buku-buku pelajaran yang system penjualannya menggunakan cara-cara koersif. Belum lagi dengan adanya sarana intrnet yang dapat mengakses pelajaran apapun yang jelas merugikan penerbit, maka antara penerbit dan pemerintah harus bekerja sama untuk kebaikan bersama.
Demikian halnya dengan fasilitas laboratorium, baik IPA, bahasa, maupun linnya. Beruntung sekarang telah berkembang media pembelajaran yang menggunakan alam sekitar sebagai laboratoriumnya sehingga proses pembelajarannya lebih kaya. Meski demikian, gedung laboratorium tetap diperlukan karena banyak peralatan laborat yang hanya dapat di gunakan di dalam ruangan tertentu dan dengan piranti-piranti tertentu pula. Laboratorium ini memiliki peran yang besar dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Jika pada kenyataannya anggaran lebih terserap terhadap rehabilitasi maka pembangunan laboratorium, perpustakaan dan sarana yang lain akan tertunda. Maka salah satu solusi yang tepat adalah pemerintah menganggarkan semua yang di butuhkan oleh pendidikan agar pendidikan di Indonesia maju.
Kurangnya perhatian terhadap masalah ini memperlihatkan rendahnya kemampuan peserta didik dalam intelektualitasnya, dan juga menunjukan tidak adanya keseriusan dari para pengambil keputusan itu sendiri yang seolah-olah melihat persoakan pendidikan hanya di pandang dari satu sisi saja, sedangkan infra struktur yang lain di panang sebelah mata.
BAB III
KESIMPULAN
Sarana dan prasarana pendidikan sangat dibuutuhkan oleh individu yang ada di dalamnya, dan fungsinya sebagai pengembang intelektualitas peserta didik agar lebih terasah dan terarah sehingga sesuai dengan apa yang menjadi visi dan misi pendidikan yaitu meningkatkan sumber daya manusia dan mampu bersaing dengan kemajuan zaman.
Saat ini Indonesia sangat terpuruk, oleh karena itu sudah saatnya kita bangkit dari keterpurukan dan belajar dari keterpurukan ubtuk lebih baik. Perlunya pendidikan yang lengkap dan memenuhi disiplin ilmu –ilmu yang sesuai dengan peserta didik inginkan akan menjadikan intelektualitas yang lebih baik dan akan lebih meningjkat. Kondisi pendidika yang ada saat ini sangat tertinggal jauh dari Negara-negara tetangga, dahulu orang Indonesia dating ke Malaysia dalam rangka mengajari atau menjadi guru akan tetapi sekarang dating ke Malaysia untuk jadi budak. Sangat menyedihkan sekali…..
Mari bersama-sama kita majukan pendidikan Indonesia agar tidak menjadi manusia yang berkualitas dan memiliki kemampuan yang dapat di perhitungkan oleh siapa saja terutama oleh Negara luar
Saat ini Indonesia sangat terpuruk, oleh karena itu sudah saatnya kita bangkit dari keterpurukan dan belajar dari keterpurukan ubtuk lebih baik. Perlunya pendidikan yang lengkap dan memenuhi disiplin ilmu –ilmu yang sesuai dengan peserta didik inginkan akan menjadikan intelektualitas yang lebih baik dan akan lebih meningjkat. Kondisi pendidika yang ada saat ini sangat tertinggal jauh dari Negara-negara tetangga, dahulu orang Indonesia dating ke Malaysia dalam rangka mengajari atau menjadi guru akan tetapi sekarang dating ke Malaysia untuk jadi budak. Sangat menyedihkan sekali…..
Mari bersama-sama kita majukan pendidikan Indonesia agar tidak menjadi manusia yang berkualitas dan memiliki kemampuan yang dapat di perhitungkan oleh siapa saja terutama oleh Negara luar
DAFTAR PUSTAKA
Biro hukum DEPDIKNAS, Undang-undang RI tahun 2003 No. 20. Jakarta 2003
DEPAG RI, Standar kompetensi guru pendidikan agama islam. Depag RI, jakarta 2004
Widiastono tony, pendididkan manusia Indonesia.kompas, Jakarta 2004
Nasution prof. Dr. M.A., teknologi pendidikan, bumi aksara, Jakarta 1994