Prolog
Sesungguhnya kami telah memberimu “ al-kautsar “ karena itu, maka shalatlah engkau demi tuhan engkau dan potonglah hewan, sesungguhnya orang yang mencela engkau itulah sebenarnya orang yang terputus dari rahmat. (Qs. Al-kautsar )
Dari kata-kata “wanhar” dalam ayat ini oleh kebanyakan ulama dijadikan dasar tentang qurban. Kata ‘inhar” berasal dari kata “nahara - yanharu” yang berarti menusuk leher”. Maksudnya memotong onta dengan menusuk pisau ke lehernya sebagai salah satu cara penyembelihan onta. Kalau selain onta di pergunakan kata “dzabaha”, yang berarti “menyembelih”. Jadi, kalimat “wanhar” itu bisa diartikan dengan ‘sembelihlah binatang’. Sementara kalimat “fashalli” diartikan dengan salat ‘Id. Sehingga shalat ‘Id itu diteruskan dengan penyembelihan hewan.

Penyembelihan hewan dengan niat ibadah ini disebut ‘qurban’, diambil dari kisah dua anak Adam as Qabil dan Habil, firman Allah : “Ceritakanlah (Muhamad)kepada mereka (penduduk Mekah) tentang cerita dua putera Adam dengan sebenarnya, tetkala mereka berdua mengadakan pendekatan kepada Allah dengan qurban, lalu diterima dari salah satunya sedang yang lain tidak diterima…….” (Qs. Al-maidah : 27).

Sementara arti ‘qurban’ itu sendiri berarti ‘sangat dekat’. Maksudnya menyembelih hewan sebagai cara untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat-dekatnya. Cara seperti ini tidak asing dalam semua agama dan adat. Ini karena hewan yang disembelih itu disedekahkan kepada fakir miskin, sedang sedekah itu termasuk perintah agama, dan melaksanakan semua perintah agama itu adalah cara mendekatkan diri kepada Allah. Dalam surat At-taubat ayat 99 misalnya dikatakan: 

“Diantara orang-oramg Arab Badui ada yang beriman kepada Allah dan hari akhir serta menjadikan apa yang dia infaqkan itu sebagai qurban (jalan mendekatkan diri) kepada Allah dan (mendapatkan) do’a Rasul. Ketahuilah sesungguhnya infaq mereka itu adalah qurban bagi mereka (yang dengan itu)maka Allah akan memasukan mereka kedalam (kelompok orang-orang yang akan mendapatkan) rahmatNYA. 

Sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang . Disini ”nafaqah” atau ‘infaq’ dijadikan sebagai ‘qurbah’, jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah . hewan yang disembelih didistribusikan kepada fakir miskin, tak ubahnya dengan infaq sosial yang menurut ayat diatas dinilai sebagai ‘qurbah’. 

Namun, penyebutan ‘qurban’ bagi hewan yang disembelih dalam rangka bertaqarrub/berqurbah kepada Allah ini, di kalangan ulama fiqih dan orang-orang Arab, tidak populer. Yang populer adalah “udhhiyah” berasal dari kata ‘dhuha’ artinya tampak siang, waktu dhuha. Juga diambil dari kalimat ‘Id al-adhha’. 

Kemudian ‘udhhiyah’ bermakna binatang yang hendak disembelih. Karena binatang ini harus disembelih pada waktu dhuha, usai salat ‘Id al-adhha. Hari penyembelihan disebut “yaumu an-nahr” (hari penyembelihan), yaitu tanggal 10 Dzulhijjah.

Hukum Qurban
Kebanyakan ulama mujtahidin menganggap hukum qurban itu sunnat, kecuali Imam Abu Hanifah menganggapnya wajib, berdasarkan hadis : “Siapa yang mampu tetapi tidak berqurban, maka jangan sekali-kali mendekati tempat salat kami.”(HR. Ahmad dan Ibnu Majah, disahkan oleh Hakim). Kebanyakan ahli hadis menganggap hadis ini mauquf, yakni semata-mata perkataan Abu Hurairah perawi hadis tersebut. Kendatipun wajib, terbatas bagi orang yang mampu. Tak ubahnya haji, yang hanya wajib bagi yang mampu.

Kemampuan ini diisyaratkan juga oleh Qur’an surat Al-kautsar di atas, dalam kalimat : “sesungguhnya kami memberimu ‘alkautsar’ yang bermakna “ sangat banyak” atau ‘nikmat yang sangat banyak’ diantaranya adalah harta atau kekayaan. Sehingga surat tersebut bermakna . “karena kami telah memberi engkau kekeyaan yang banyak, maka shalatlah dan berqurbanlah.” Nabi saw. telah mengimplementasikan surat ini dengan berqurban setiap ‘Id al-adhha, padahal beliau tidak tergolong kaya, tetapi cukup. 

Kiranya sunnah fi’liyah (perbuatan) beliau ini dapat dijadikan uswah oleh kalangan kita yang mampu. Perintah shalat dan qurban sehubungan dengan kekayaan ini, sebagai salah satu bukti kesyukuran, sebagaimana Rasulullah saw. yang menyatakan “bukankah aku ini tergolong hamba yang paling banyak bersyukur ?” dalam jawaban beliau kepada Aisyah yang menanyakan gerangan mengapa beliau shalat malam dengan bacaan yang panjang sehingga bengkak kaki beliau, bukankah Allah telah mengampuni beliau ? artinya, Nabi saw. shalat malam sebagai tanda kesyukuran beliau kepada Allah atas limpahan nikmat yang diberikan kepada beliau.

Qurban juga merupakan salah satu sarana mempertahankan iman yang sangat efektif. Ini dapat dibuktikan dari qurban yang kita distribusikan kepada fakir miskindi daerh terpencil atau pedesaan yang biasanya menjadi objek missionaris, yang sangat mudah terpikat oleh ajakan mereka melalui santunan-santunan. Dengan santunan yang kita berikan berupa daging qurban itu mereka dapat mempertahankan iman mereka. 

Melihat hal seperti itu qurban ini perlu digalakan dan didistribusikan kepada orang-orang yang sangat membutuhkan. ‘Ali ra. Pernah dilarang Rasul saw. menyimpan daging qurban, bahkan diserukan untuk menyembelih semua hewan qurban pada hari itu juga, lantaran masa susah. 

Ini, memberikan isyarat pengutamaan qurban untuk ‘fuqara’-masakin, sekalipun boleh juga dimakan sendiri dan oleh orang kaya. kalau kita hubungkan dengan pertahanan iman (baca: tauhid) sebagai hal yang wajib, maka qurban dalam konteks ini adalah wajib. Ulama fiqih mengatakan “ma adda alan al-wajib fahua wajibun” (sesuatu yang menjadi jalan pada perbutan wajib maka dia itu adalah wajib). 

Kini, ummat Islam yang kebetulan kurang mampu, khususnya di pedesaan, perlu dipertahankan keimanannya. Qurban adalah salah satu bentuk pertahanan. Pada akhirnya para missionaris itu akan lemah, atau dalam alquran di sebut ‘al-abtar’ (putus harapan dari rahmat Allah). Dalam konteks ini adalah putus harapan dari memurtadkan orang mu’min, atau putus asa dari merekrut hati orang mu’min untuk simpati pada agama mereka.

Pengertian ini tidak terlalu jauh, kalau kita kaitkan dengan sabab nuzul ayat /surat itu sendiri, yaitu Nabi Muhamad saw. oleh kaum kuffar dianggap ‘putus dari rahmat’ (al-abtar) karena kematian putera-putera beliau yang berarti pembela, pendukung dan pelanjut risalah beliau sangat naïf. Namun kenyataannya tidak demikian. Bahkan pencinta, pendukung dan pembela beliau semakin banyak. 

Karena itu kemudian mereka yang mencela dan mengejek-ejek Nabi Muhamad tadi dibalas oleh Allah dengan telak : “Inna syani aka huwa al-abtar” (sesungguhnya orang-orang yang mencela itu sendiri sebenarnya yang Abtar). Kaum missionaris pun berambisi demikian. Dengan antisipasi qurban ini akhirnya mereka menjadi “al-abtar”. 

Disini qurban mempunyai implikasai yang multi dimensional, karena penanganannya perlu banyak tangan, tidak cukup satu tangan.misalnya pendataan daerah minus, pendataan ‘fuqara wal-masakinnya’, jumlah kurban yang hendak disalurkan, tenaga yang mengusirnya dsb. Semua itu perlu koordinasi yang baik.

Beberapa Hal Yang Perlu Diketahui Seputar Qurban
Qurban sebagai ibadah yang berdimensi ‘mahdah’ (ritual) dan ijtima’iyah (sosial) maka perlu diperhatikan syarat-syaratnya. Binatang yang boleh dijadikan hewan qurban diantaranya, unta, sapi, kerbau dan kambing (harus cukup umur). 

Tidak boleh menggunakan hewan yang but sebelah matanya, kurus yang tak mempunyai lemak, pincang dan sakit. Albara Bin Azib bercerita, rasulullah berdiri di tengah-tengah kami seraya bersabda “ empat macam yang tidak boleh terdapat pada hewan qurban yaitu, buta sebelah matanya yang benar-benar nyata butanya, sakit yang benar-benar nyata sakitnya, pincang yang benar-benar nyata kepincangnya dan yang kurus yang tidak berlemak. (HR. Abu Daud dan Hakim dengan isnad shasih).

Adapun waktu penyembelihan hewan qurban itu setelah shalat ‘Id al-adha Rasulullah bersabda : barangsiapa menyembelih (hewan qurban) sebelum shalat (‘Id al-adha) maka hendaklah ia mengulanginya. (mutafaqun’alaih dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu). 

Sedangkan akhir penyembelihan itu pada hari tasyriq (tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah). Bacaan yang dibaca ketika hendak menyembelih hewan qurban ialah dengan mengucapkan “bismillahi allahuakbar” dan dilanjutkan dengan “allahuma hadza ‘an …….(sebutkan nama orang yang berqurban).

Dalam membaca ‘bismillah’ tidak di perkenankan untuk membacanya secara lengkap cukup dengan mengucapkan ‘bismillahi dan di sambung dengan kalimat ‘allahuakbar’ karena menyembelih itu berifat melukai. Pahala qurban dinilai sebanyak bulu qurban semakin banyak yang diqurbankan maka semakin banyak pula pahala yang didapat. Mudah-mudahan kita termasuk orang yang beruntung.

Wallahu’alam bi sawab

Amir Hamzah


--------------------

Amir Hamzah Copyright © 2009 - 2015 | Template : Yo Koffee | Design By : Designcart | Modif By : amirisme