KENAPA sih keren, gagah dan maco itu diidentikan oleh kebanyakan (meski tidak semua) laki-laki dengan rokok? Bukankah rokok itu sejatinya hanya kebutuhan sekunder saja? Sejatinya juga malah membahayakan.
Bahkan ada analogi unik dan menggelitik, yang pernah saya temukan dalam sebuah tulisan. “Dirinya (badannya) saja ia sayangi, apalagi pasangannya. Kalau sama dirinya saja sudah gak sayang, gimana bisa sayang sama keluarganya, anak-istrinya dll.” nah PR besar bagi ahli hisap jika diginiin. Skak mat deh.
Kata kebanyakan perempuan, justru laki-laki yang tidak merokok itu lebih baik. Selain mulutnya tidak bau rokok, tak perlu mikirin uang yang habis gara-gara jajan rokok. Initinya untuk disave ke kebutuhan lain lebih banyak. Yuk bayangkan. Sehari 20rb, kali sebulan? Setahun? Bahkan 2 tahun saja sudah 14 juta.
Jadi bisa menghemat besar-besaran. Malah bisa beli motor baru, kes lagi bayarnya, tanpa harus mikirin angsuran bulanan. Asal, bisa konsisten untuk menyisihkan uang 20rb ke dalam celengan. Intinya, merokok itu tidak baik dan imej kekerenan itu bukan rokok.
Bahkan ada yang bilang, rokok itu tanda atau ciri orang mampu. Mampu dalam hal apa dulu? Maksudnya ciri orang kaya gituh? Haaa. Jadi absrut. Begitu juga ketika ditanya enakanya ngeroko itu dimana? Ya begitulah, enak ajah. Kalo gak enaknya pas gimana? Efek sampingnya apa? Nah lho…
Abis makan, ngerokok. Itu enak banget. Mulut yang tadinya pait jadi terobati dengan merokok. Padahal hanya itu, tapi kenapa hampir setiap ngobrol roko selalu dibakar? Padahal tadi bilang, enaknya pas cuma abis makan doang! Tuh jadi absurt lagi kan? Heee
Oke, kalo semisalnya rokok itu gak apa-apa, kenapa kita sendiri ngelarang jika ada adik, saudara, atau siapapun yang ngerokok tapi usianya masih anak SD? Apa alasannya karena dia belum bisa nyari duit doang? Atau bisa repot kalau sudah ketagihan ngerokok?
Sejatinya, dari hati nurani kita sendiri mengakui dan menyadari bahwa merokok itu tidak baik. Jangan salah, banyak pencurian yang dilakukan gara-gara berawal dari belajar merokok dan akhirnya jadi pecandu. Butuh rokok, tapi tak ada lembaran kertas. Minta ortu gak dikasih. Terpaksalah akhirnya mencuri.
Dengan demikian, silakan simpulkan sendiri isi tulisan ini seperti apa kesimpulannya. Yang jelas, ketika saya ditawari merokok atau ditanya merokok atau tidak? Jawaban saya hanya ini “Alhamdulilah saya belum mau…”
_
Bahkan ada analogi unik dan menggelitik, yang pernah saya temukan dalam sebuah tulisan. “Dirinya (badannya) saja ia sayangi, apalagi pasangannya. Kalau sama dirinya saja sudah gak sayang, gimana bisa sayang sama keluarganya, anak-istrinya dll.” nah PR besar bagi ahli hisap jika diginiin. Skak mat deh.
Kata kebanyakan perempuan, justru laki-laki yang tidak merokok itu lebih baik. Selain mulutnya tidak bau rokok, tak perlu mikirin uang yang habis gara-gara jajan rokok. Initinya untuk disave ke kebutuhan lain lebih banyak. Yuk bayangkan. Sehari 20rb, kali sebulan? Setahun? Bahkan 2 tahun saja sudah 14 juta.
Jadi bisa menghemat besar-besaran. Malah bisa beli motor baru, kes lagi bayarnya, tanpa harus mikirin angsuran bulanan. Asal, bisa konsisten untuk menyisihkan uang 20rb ke dalam celengan. Intinya, merokok itu tidak baik dan imej kekerenan itu bukan rokok.
Bahkan ada yang bilang, rokok itu tanda atau ciri orang mampu. Mampu dalam hal apa dulu? Maksudnya ciri orang kaya gituh? Haaa. Jadi absrut. Begitu juga ketika ditanya enakanya ngeroko itu dimana? Ya begitulah, enak ajah. Kalo gak enaknya pas gimana? Efek sampingnya apa? Nah lho…
Abis makan, ngerokok. Itu enak banget. Mulut yang tadinya pait jadi terobati dengan merokok. Padahal hanya itu, tapi kenapa hampir setiap ngobrol roko selalu dibakar? Padahal tadi bilang, enaknya pas cuma abis makan doang! Tuh jadi absurt lagi kan? Heee
Oke, kalo semisalnya rokok itu gak apa-apa, kenapa kita sendiri ngelarang jika ada adik, saudara, atau siapapun yang ngerokok tapi usianya masih anak SD? Apa alasannya karena dia belum bisa nyari duit doang? Atau bisa repot kalau sudah ketagihan ngerokok?
Sejatinya, dari hati nurani kita sendiri mengakui dan menyadari bahwa merokok itu tidak baik. Jangan salah, banyak pencurian yang dilakukan gara-gara berawal dari belajar merokok dan akhirnya jadi pecandu. Butuh rokok, tapi tak ada lembaran kertas. Minta ortu gak dikasih. Terpaksalah akhirnya mencuri.
Dengan demikian, silakan simpulkan sendiri isi tulisan ini seperti apa kesimpulannya. Yang jelas, ketika saya ditawari merokok atau ditanya merokok atau tidak? Jawaban saya hanya ini “Alhamdulilah saya belum mau…”
_