Fikri, tak mendapatkan dukungan dari Abah untuk kuliah. Abah lebih senang jika Fikri bisa menggantikan marbot masjid yang kini sudah tua dan mulai sakit-sakitan. Tetapi Fikri menolak dan ia mengaku bukan bidangnya.
Suatu ketika Fikri hanya ingin menjual hasil lukisannya ke Bandung. Ia lebih suka seni ketimbang ngaji. Tetapi ketika itu Abah lagi-lagi melihatnya dengan sinis, sehingga keluarlah ungkapan yang menyayat hati Uminya.
"Kalau kamu berani keluar dari pintu itu, mendingan gak usah balik sekalian..."
Seketika itu Umi langsung ke kamar dan menyerahkan bungkusan kecil dari tangannya sekembali dari kamar. Tak lupa cincin yang menempel di jari Umi juga diserahkan kepada Fikri. Sebelum diserahkan, cincin itu dicium agak lama..
"Ini cincin kalau kepepet, jual ajah.. Umi ridho..."
Fikri meninggalkan rumah, karena sudah 'diusir' oleh Abah yang tak pernah menuruti keinginannya. Begitulah sikap anak laki-laki dan Abahnya yang kata Umi sama-sama berwatak keras.
Setelah meninggalkan rumah, di Bandung Fikri setelah susah payah akhirnya bisa menjadi seorang pelukis lumayan diperhitungkan. Karya lukisannya banyak diminati dan sampai ada salah seorang fans yang tergila-gila dengan lukisan Fikri.
Dalam sebuah lukisannya Fikri sempat melukis seorang anak yang sedang menangis dalam pelukan ibunya. Lukisan ini logikanya "Ketika Tuhan Jatuh Cinta.." kalimat itulah yang muncul ketika Fikri menjelaskan lukisan hasil dari karyanya.
Film keren dan syarat dengan makna. Nilai-nilai pendidikan, terutama cara mendidik juga disinggung dalam film ini. Konflik keluarga, kisah cinta, dan perjuangan diperlihatkan dengan jelas dalam film berdurasi sekitar satu setengah jam.
Sempatkan untuk menonton ya !
--------------------
Suatu ketika Fikri hanya ingin menjual hasil lukisannya ke Bandung. Ia lebih suka seni ketimbang ngaji. Tetapi ketika itu Abah lagi-lagi melihatnya dengan sinis, sehingga keluarlah ungkapan yang menyayat hati Uminya.
"Kalau kamu berani keluar dari pintu itu, mendingan gak usah balik sekalian..."
Seketika itu Umi langsung ke kamar dan menyerahkan bungkusan kecil dari tangannya sekembali dari kamar. Tak lupa cincin yang menempel di jari Umi juga diserahkan kepada Fikri. Sebelum diserahkan, cincin itu dicium agak lama..
"Ini cincin kalau kepepet, jual ajah.. Umi ridho..."
Fikri meninggalkan rumah, karena sudah 'diusir' oleh Abah yang tak pernah menuruti keinginannya. Begitulah sikap anak laki-laki dan Abahnya yang kata Umi sama-sama berwatak keras.
Setelah meninggalkan rumah, di Bandung Fikri setelah susah payah akhirnya bisa menjadi seorang pelukis lumayan diperhitungkan. Karya lukisannya banyak diminati dan sampai ada salah seorang fans yang tergila-gila dengan lukisan Fikri.
Dalam sebuah lukisannya Fikri sempat melukis seorang anak yang sedang menangis dalam pelukan ibunya. Lukisan ini logikanya "Ketika Tuhan Jatuh Cinta.." kalimat itulah yang muncul ketika Fikri menjelaskan lukisan hasil dari karyanya.
Film keren dan syarat dengan makna. Nilai-nilai pendidikan, terutama cara mendidik juga disinggung dalam film ini. Konflik keluarga, kisah cinta, dan perjuangan diperlihatkan dengan jelas dalam film berdurasi sekitar satu setengah jam.
Sempatkan untuk menonton ya !
"Kalau kamu berani keluar dari pintu itu, mendingan gak usah balik sekalian..."
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah mampir di blog sederhana ini. Jangan lupa, biar cakep dan cantik silakan ninggalin satu atau dua patah kata. Apa pun komennya boleh, yang penting sopan dan tdk promosi.