Berkunjung ke tempat asal sekolah yang dulu tentu rasanya sungguh membahagiakan. Ini selalu saya lakukan di kala pulang liburan dari kesibukan yang saat ini sedang saya tempuh. Selain untuk mengenang, kegiatan ini juga sekaligus untuk bersilaturahmi sebagaimana yang dituntunkan oleh agama.

Diriwayatkan oleh Ibnu Hibbaan 2/181-182 no. 439 :

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَجَلِهِ، فَلْيَتَّقِ اللَّهَ، وَلْيَصِلْ رَحِمَهُ 

Siapa saja yang ingin diluaskan rizkinya dan ditangguhkan ajalnya (panjang umur), hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dan menyambung silaturahim”.

Ketika berkunjung ke sana, tentu banyak manfaat yang saya dapati. Selain pemandangan dan suasana baru, tentu ada hal-hal yang kecil dan patut untuk ditelusuri. Rasa keingintahuan itu selalu mucul dan merasa senang-bahagia ketiak mendengar kemajuan-kemajuan yang selama ini telah diraih.

Tetapi, begitu mendapat kabar yang kurang enak untuk didengar, sebisa mungkin memberikan masukan atau pun solusi yang sekiranya tepat untuk menjawab permasalahan tersebut. Oh iya, selain bertemu dengan para asatidz, dan para stakeholder, saya juga menyempatkan untuk menemui Ibu Dapur, dan Ibu Cuci.

Mereka adalah Ibu Aam, Ibu Amah, dan Ibu Juni. Bu Aam yang mengenakan kerudung hitam, sedangkan Bu Amah yang berkerudung hijau. Bu Aam rumahnya di Cilame, Pabuaran dan Bu Amah di Wadas.

Mereka ini adalah pahlawan-pahlawan kami ketika menuntut ilmu. Jika tidak ada mereka tentu kami tak bisa makan dan mengenakan pakaian bersih. Meski saat ini status kami berjauhan, tetap saja hubungan emosional ini ada.

Rumah mereka memang tidak begitu jauh dari pondok, sehingga jika libur tiba kami sering menyempatkan berkunjung ke rumah-rumah beliau. Tujuannya yaitu ingin melepas kangen dan rindu. Sebab ketika di pesantren kedekatan yang kami bangun sudah sangat dekat. Jadi kalau tidak bertemu seharian serasa ada yang hilang atau kehilangan.

Setelah mengunjungi mereka barulah saya mengunjungi salah satu sahabat dan sekaligus teman terbaik, yang telah menemani kebersamaan ini dari pertama masuk hingga keluar dari pesantren ini.

Fitri Damayanti, itulah nama lengkapnya. Dara asal Kampung Sanding, Petir, Serang - Banten ini memiliki keunikan. Meski punya penyakit maag yang cukup parah, kebiasaan untuk makan mie dan plus dengan cabe rawitnya yang setumpuk itu tidak bisa ia tinggalkan. Malahan kalau dibilangin itu ngeyel orangnya.

Tapi kalau sudah kambuh sakitnya, satu pesantren dibuat sibuk olehnya. Tak ayal ia harus dirawat dan pulang berhari-hari untuk istirahat di rumah. Ini juga yang biasanya membuat kami iri, soalnya Fitri sering pulang terus, sedangkan kami pulang pas ada liburan dan ada kepentingan keluarga saja. Semoga sekarang sakitnya sudah sembuh dan tidak pernah kambuh lagi.

Ditambah lagi dengan kesibukkannya mengurus suami, menjadi lebih sadar akan pentingnya menjaga diri. Dengan hadirnya sang suami memberikan semangat dan dorongan untuk meninggalkan makanan yang dapat merusak lambung. hehehehh maaf ya fit bongkar rahasia..

Sewaktu foto ini diambil, di daerah ci congkok - petir (di rumah suami) ini adalah momen-momen terakhir sebelum keberangkatan ke Kupang. Besok setelah subuh, Fitri dan suami harus sudah berangkat ke bandara sukarno-hatta supaya tidak terjebak macet. Momen-momen terakhir inilah saya gunakan untuk mengabadikan kenangan kami. Karena selama hampir 4 tahun berbarengan, tak ada satupun dokumentasi yang saya miliki.

Semoga Fitri yang mengikuti suami bertugas di Kupang, diberikan kemudahan, kelancaran dan sesuai dengan harapannya; yaitu mendapatkan momongan. Amiin.

Jangan lupa pondok dan kampung halaman ya fit... serta jadilah istri yang terbaik untuk suami mu... 






--------------------

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah mampir di blog sederhana ini. Jangan lupa, biar cakep dan cantik silakan ninggalin satu atau dua patah kata. Apa pun komennya boleh, yang penting sopan dan tdk promosi.

Amir Hamzah Copyright © 2009 - 2015 | Template : Yo Koffee | Design By : Designcart | Modif By : amirisme