Pergeseran budaya merupakan hukum alam. Kadang manusia taka da yang menyadarinya dan cenderung
merasa nyaman dengannya. Padahal jika kita telaah dan dicermati bersama, maka
akan muncul beberapa hal yang cenderung “ganjil”. Salah satu contoh : ketika
belum ada handphone, pergaulan lebih terasa hangat dan begitu dekat. Tapi
begitu ada handphone orang justru terasa jauh dan kedekatan itu hilang.
Saat ini, yang saya rasakan begitu kentara ialah terkait
budaya cerai yang ada di lingkungan (kampung) saya pribadi. Betapa tidak, adik
kelas waktu sekolah SD (sekolah dasar)
dahulu, sudah berani mengambil keputusan untuk menikah. Padaha waktu itu
saya tahu betul jika ia belum memiliki pekerjaan tetap, terlebih sifatnya yang masih
jelalatan kalau bertemu dengan cewek yang terbilang bening dan bohay.
Terbukti tak sempat lama, begitu si anaknya keluar dari
perut isterinya ia menceraikan isterinya. Bukankah ini keterlaluan dan seolah tidak mengerti akan nilai sebuah
pernikahan. Tujuan menikah itu harus tahu dan bukan sebagai alat untuk
coba-coba. Tetapi saat ini, demikianlah adanya. Menikah hanya sebagai tujuan
untuk memuaskan nafsu.
Cerita lain, ada
juga sahabat saya ketika MTs dahulu. Setelah lulus MTs ia memilih untuk menikah dengan
laki-laki pujaannya. Saya pikir waktu itu, pernikahan
mereka akan langgeng dan awet. Karena
waktu itu saya melihat mereka itu cocok
dan adem ayem terus. Ditambah lagi anaknya sudah gede dan cantik, eh tahu-tahu
kini sudah cerai dengan suaminya.
Ada juga kisah tetangga rumah yang sudah gagal menikah
dengan suaminya. Kebetulan sudah dikaruniai seorang anak laki-laki. Setelah itu, sang ibu menikah lagi
dengan duda pula, tak sempat satu tahun lamanya, sang suami
pergi ke Sumatera dan akhirnya tidak balik-balik lagi. Karena lama tidak balik maka
jatuhlah talaknya, dan kini statusnya jadi janda lagi yang kedua
kalinya.
Senin malam (19/08/13) tetangga ada yang menikah. Keduanya
duda dan janda. Si duda ditinggal oleh isterinya, sedangkan janda ditinggalkan
suaminya. Mereka menikah masih satu kampung, meski demikian semoga awet dan
langgeng. Meski si janda sudah punya satu orang putri dari hasil pernikahan
dengan suaminya terdahulu semoga keduanya tetap rukun dan adil.
Meski maharnya hanya 100rb rupiah semoga terus abadi hingga
100abad lamanya. Amiin.
Semoga hal-hal yang tidak diinginkan terjadi lagi. Semoga
semua orang yang melakukan hal-hal yang tidak baik sadar dan menemukan hidayah Allah.
Tak ada lagi yang semena-mena dengan pernikahan dan menjaga dengan baik
pernikahannya, karena pernikahan tidak hanya untuk memuaskan nafsu belaka,
melainkan menyambung tali persaudaraan serta memperbanyak keturunan.
Ditambah lagi
dengan menggabungkan dua keluarga sehingga menjadi saudara. Dengan demikian
maka akan terjalin sebuah silaturahmi antar dua keluarga. Sebagaimana dalam
Hadits Rasulullah Saw : “siapa saja yang ingin ditambah dan diluaskan rizkinya
maka perbanyaklah silaturahmi...”