Waktu atau masa, telah Allah gariskan yaitu selama sehari semalam 24 jam. Dengan jatah waktu tersebut setiap makhluk memiliki kesempatan untuk berbuat kebajikan atas dirinya maupun untuk orang lain. Tak terasa satu tahun telah kita lewati, namun hari-hari terasa begitu cepat dan rasanya baru kemarin bulan muharram. Saat ini sudah dipenghujung bulan dzulhijjah tepatnya tanggal 27 dzulhijjah 1432 H. namun, keburukan lebih banyak dilakukan daripada kebaikan.
Masa lalu tidak akan pernah dapat kembali, maka jangan sia-siakan kebaikan hari ini yang dapat kita lakukan. “never put of tile what can you do today” itulah pepatah yang sering kita baca. Berkaitan dengan hal tersebut maka berbuat kebaikan hendaknya disegerakan dan tidak diakhirkan, untuk menhindari sifat malas ataupun lupa.
Berbicara hijrah, berarti mengenai perpindahan yang sifatnya wujud maupun non-wujud (red. makna). Ketika rasulullah melakukan perpindahan dari mekah ke madinah, hal itu merupakan hijrah fisik atau perpindahan secara kasat mata. Tetapi ketika ada seseorang yang tadinya malas beribadah kemudian menjadi rajin maka hal inilah yang disebut dengan hirah secara makna. Perpindahan posisi dari buruk ke baik atau sebaliknya itu merupakan bentuk hijrah menurut penulis.
Hijrah spiritual
Kematian berlaku bagi seluruh makhluk hidup yang allah ciptakan, karena makhluk sifatnya fana bukan baqa (kekal). “Setiap yang bernyawa pasti akan mati” itulah bunyi ayat dalam al-Quran. Berbicara tentang kematian, rasulullah pernah mengatakan kepada para sahabat terkait kematian ini. Rasulullah mengatakan “…. Sesungguhnya ziarah kubur itu mengingatkan terhadap kematian”.
Sebetulnya kenapa kita harus mengingat kematian? Jawabannya adalah ketika sudah meninggalkan dunia, maka kita memasuki alam kubur, hari kebangkitan, berkumpul dipadang makhsyar dan kemudian pertimbangan amal dan melwati jembatan shirotol mustaqim. Untuk melewati fase-fase ini dibutuhkan “bekal” yang cukup agar mampu melewatinya dengan mudah.
“bekal” yang dimaksudkan adalah amal-amal baik yang kita lakukan sewaktu masih hidup di alam dunia. Dengan amal-amal tersebut semua fase terasa mudah dan ringan, berbeda ketika amal-amal tersebut sangat minum bahkan tidak ada sama sekali, maka semuanya akan terasa berat dan menyiksa.
Untuk itu marilah kita hijrah dari lalai menjalankan semua perintah-Nya menuju jalan ketaatan, karena dengan jalan ketaatan inilah semuanya akan berubah dan menjadikan diri kita selamat di dunia maupaun di akhirat. Hijrah dari kebiasaan buruk dan meninggalkannya pasti sangat berat dan sulit, tetapi hal ini bisa diusahakan dengan keseriusan dan keyakinan diri yang kuat untuk berubah.
Godaan untuk berbuat seperti dahulu pasti datang, justru disitulah ujian yang sesungguhnya untuk menentukan ke arah perbuhan atuakah memilih kembali ke posisi semula. Penulis meyakini, ketika dibenturkan dengan posisi sepeti itu maka mengingat kematian dan pedihnya siksa allah kelak, dapat memantapkan pilihan tersebut dan tetap memilih berubah ketimabang kembali.
Hijrah intelektual
Smart atau pintar tentu keinginan semua orang, tetapi untuk meraihnya tidak mudah. Butuh waktu yang lama dan melalui proses yang berliku-liku pula. Orang yang pintar atau smart tentu melalui proses belajar yang sama dengan anak lainnya, hanya saja mereka lebih banyak belajarnya ketimbang bermain, atau lebih banyak membaca ketimbang belanja dan lain sebagainya.
Masih ingatkah dengan pepatah “rajin pangkal pandai, hemat pangkal kaya” kenapa yang dituliskan di pepatah tersebut adalah kata rajin sebagai proses untuk menjadikan seseorang menjadi pandai? Ya, tepat! rajin itu merupakan sebuah tindakan yang jarang bisa dilakukan oleh setiap orang, hanya tertentu saja. Rajin itu merupakan sifat yang kontinyu dan selalu dilakukan berulang-ulang setiap hari, kalau menurut penulis rajin itu hampir memiliki kata yang sama dengan istiqomah. “ani rajin menyapu halaman” berarti ani sering menyapu halaman tersebut, tetapi apabila turun hujan bisa saja ani tidak menyapunya. Inilah perbedaan dengan kata istiqomah yang penulis maksudkan. Istiqomah adalah melakukan sesuatu hal dengan terus melakukannya walaupun ada sesuatu yang menghalanginya.
Intinya, jika kita ingin pintar maka harus rajin. Rajin belajar, rajin membaca dan rajin mengulang-ulang pelajaran. Atau jika perlu memakai jurus ATM (amati, tiru dan modifikasi) dengan demikian hijrah yang diinginkan akan tercapai sesuai keinginan. Belajar itu memang membosankan, membaca itu melelahkan dan banyak godaanya, tetapi semuanya harus dipaksakan dan diniati untuk perubahan yang lebih baik. Jika bukan diri kita yang melakukanya siapa lagi.
Kesepatan itu tidak datang dua kali, maka jangan sampai menunggu waktu tua untuk berubah. Jika bisa hari ini kenapa harus menunggu hari esok? Seiapakah yang mampu menjamin esok hari kita masih memiliki kesempatan untuk hidup dan mampu menikmati nikmatnya hidup yang indah ini. Laa tuakhir ‘amalak illa al-ghadi maa taqdiru anta al-yaum.. demikian syair atau pepatah arab mengatakannya. Setiap orang memiliki kesempatan tersebut, maka jangan sampai kita menjadi menusia yang merugi.
Masa lalu tidak akan pernah dapat kembali, maka jangan sia-siakan kebaikan hari ini yang dapat kita lakukan. “never put of tile what can you do today” itulah pepatah yang sering kita baca. Berkaitan dengan hal tersebut maka berbuat kebaikan hendaknya disegerakan dan tidak diakhirkan, untuk menhindari sifat malas ataupun lupa.
Berbicara hijrah, berarti mengenai perpindahan yang sifatnya wujud maupun non-wujud (red. makna). Ketika rasulullah melakukan perpindahan dari mekah ke madinah, hal itu merupakan hijrah fisik atau perpindahan secara kasat mata. Tetapi ketika ada seseorang yang tadinya malas beribadah kemudian menjadi rajin maka hal inilah yang disebut dengan hirah secara makna. Perpindahan posisi dari buruk ke baik atau sebaliknya itu merupakan bentuk hijrah menurut penulis.
Hijrah spiritual
Kematian berlaku bagi seluruh makhluk hidup yang allah ciptakan, karena makhluk sifatnya fana bukan baqa (kekal). “Setiap yang bernyawa pasti akan mati” itulah bunyi ayat dalam al-Quran. Berbicara tentang kematian, rasulullah pernah mengatakan kepada para sahabat terkait kematian ini. Rasulullah mengatakan “…. Sesungguhnya ziarah kubur itu mengingatkan terhadap kematian”.
Sebetulnya kenapa kita harus mengingat kematian? Jawabannya adalah ketika sudah meninggalkan dunia, maka kita memasuki alam kubur, hari kebangkitan, berkumpul dipadang makhsyar dan kemudian pertimbangan amal dan melwati jembatan shirotol mustaqim. Untuk melewati fase-fase ini dibutuhkan “bekal” yang cukup agar mampu melewatinya dengan mudah.
“bekal” yang dimaksudkan adalah amal-amal baik yang kita lakukan sewaktu masih hidup di alam dunia. Dengan amal-amal tersebut semua fase terasa mudah dan ringan, berbeda ketika amal-amal tersebut sangat minum bahkan tidak ada sama sekali, maka semuanya akan terasa berat dan menyiksa.
Untuk itu marilah kita hijrah dari lalai menjalankan semua perintah-Nya menuju jalan ketaatan, karena dengan jalan ketaatan inilah semuanya akan berubah dan menjadikan diri kita selamat di dunia maupaun di akhirat. Hijrah dari kebiasaan buruk dan meninggalkannya pasti sangat berat dan sulit, tetapi hal ini bisa diusahakan dengan keseriusan dan keyakinan diri yang kuat untuk berubah.
Godaan untuk berbuat seperti dahulu pasti datang, justru disitulah ujian yang sesungguhnya untuk menentukan ke arah perbuhan atuakah memilih kembali ke posisi semula. Penulis meyakini, ketika dibenturkan dengan posisi sepeti itu maka mengingat kematian dan pedihnya siksa allah kelak, dapat memantapkan pilihan tersebut dan tetap memilih berubah ketimabang kembali.
Hijrah intelektual
Smart atau pintar tentu keinginan semua orang, tetapi untuk meraihnya tidak mudah. Butuh waktu yang lama dan melalui proses yang berliku-liku pula. Orang yang pintar atau smart tentu melalui proses belajar yang sama dengan anak lainnya, hanya saja mereka lebih banyak belajarnya ketimbang bermain, atau lebih banyak membaca ketimbang belanja dan lain sebagainya.
Masih ingatkah dengan pepatah “rajin pangkal pandai, hemat pangkal kaya” kenapa yang dituliskan di pepatah tersebut adalah kata rajin sebagai proses untuk menjadikan seseorang menjadi pandai? Ya, tepat! rajin itu merupakan sebuah tindakan yang jarang bisa dilakukan oleh setiap orang, hanya tertentu saja. Rajin itu merupakan sifat yang kontinyu dan selalu dilakukan berulang-ulang setiap hari, kalau menurut penulis rajin itu hampir memiliki kata yang sama dengan istiqomah. “ani rajin menyapu halaman” berarti ani sering menyapu halaman tersebut, tetapi apabila turun hujan bisa saja ani tidak menyapunya. Inilah perbedaan dengan kata istiqomah yang penulis maksudkan. Istiqomah adalah melakukan sesuatu hal dengan terus melakukannya walaupun ada sesuatu yang menghalanginya.
Intinya, jika kita ingin pintar maka harus rajin. Rajin belajar, rajin membaca dan rajin mengulang-ulang pelajaran. Atau jika perlu memakai jurus ATM (amati, tiru dan modifikasi) dengan demikian hijrah yang diinginkan akan tercapai sesuai keinginan. Belajar itu memang membosankan, membaca itu melelahkan dan banyak godaanya, tetapi semuanya harus dipaksakan dan diniati untuk perubahan yang lebih baik. Jika bukan diri kita yang melakukanya siapa lagi.
Kesepatan itu tidak datang dua kali, maka jangan sampai menunggu waktu tua untuk berubah. Jika bisa hari ini kenapa harus menunggu hari esok? Seiapakah yang mampu menjamin esok hari kita masih memiliki kesempatan untuk hidup dan mampu menikmati nikmatnya hidup yang indah ini. Laa tuakhir ‘amalak illa al-ghadi maa taqdiru anta al-yaum.. demikian syair atau pepatah arab mengatakannya. Setiap orang memiliki kesempatan tersebut, maka jangan sampai kita menjadi menusia yang merugi.