KELAK, anak pertama kita jika laki-laki kuberi nama Huwa Yusuf Aufa Wudda, jika perempuan Hiya Ahilatul Aufa Wudda. Banyak alasan kenapa kupakai nama itu, selain artinya juga cukup bagus menurutku.
Adapun untuk anak kedua, belum terpikirkan. Fokus ke yang pertama dulu. Dari awal kehamilan sampai lahir, kupersembahkan lantunan ayat-ayat alquran, agar ia menjadi generasi yang luar biasa. Dipersiapkan jauh-jauh hari.
Pagi dan sore, terutama waktu-waktu yang paling bagus untuk menangkap kecerdasan diusahakan selalu diisi dengan yang baik-baik. Supaya ketika lahir kedunia tinggal menyesuiakan diri.
Asi eksklusif sampe dua tahun, pendidikan dari orang tua juga intensif. Sholawat dan kalam illahi selalu membersamai. Dengan demikian ia akan cepat menangkap dan menghafalnya.
Bahasa diperkenalkan sedini mungkin, agar lebih cepat bicara. Bakatnya diasah, dilihat kecenderungannya, difasilitasi, didukung, dimotivasi. Diberikan ruang yang cukup untuk membaginya.
Belajar kedisiplinan, belajar tanggung jawab dan belajar mandiri, ini yang penting. Peran orang tua yang lebih dominana. Sekilah dan lembaga lain, sebagai pengasah saja.
Bukan tidak mungkin ia akan menjadi pribadi yang baik, jika pondasi yang dibangunnya juga dari bahan kebaikan. Ditambah dengan prinsip keterbukaan dan tak ada skat antara semua pihak, dalam tim yang kita beri nama KELUARGA.
____
Bersama Tapi Tak Menyatu
“Kita itu memang bersama, tapi kebersamaan yang dibangun tak jua menyatukan kita.” Demikian ungkap Herman kepada Wati. Kala mereka bertemu di depan kampus, sore itu.
Makin ke sini makin gak jelas. Inilah yang dirasakan herman. Apakah dia serius atau sekedar main-main? Atau juga hanya sebatas menutupi kesendiriannya, agar tidak dicemooh orang? Atau memang sudah bosan, beda ketika masih ‘baru punya’?..
Herman dan Wati setatusnya kini tidak samar-samar, seolah di antara hubungan mereka tak ada yang spesial. Kemistrinya tidak ada, lebih sering sendiri-sendiri. Lebih parahnya, tak ada konfirmasi apapun kalau ini dan itu. Ya tahu-tahu menghilang saja.
Inilah yang dikatakan, “bersama tapi tidak menyatu.” Jika sekedar membersamai saja, itu bahaya. Bisa-bisa orang lain pun bisa melakukannya. Tapi jika mampu menyatu, sedikit orang yang bisa melakukanya. Bahkan hanya segelintir orang saja.
Menyatu itu terkoneksi, tersambung, terhubung, baik secara lahir maupun batin. Ini sulit. Sehingga apapun itu, kalau sudah nyambung, jarak bukan lagi halangan, waktu tak jadi pembatas. Aku dan kamu, begitu juga kamu dan aku.
#
______
Rencana Kita
TERUNTUK cintaku belahan jiwaku. Baitan dan untaian kata ini kupersembahkan untukmu. Meskin semua ini terkesan lebay dan alay, belum tentu orang lain mampu melakukannya. Jadi, ini adalah pengakuan terhebat bagiku.
Saat ini, waktunya cukup tepat romantis, ya selepas berbuka puasa di penghujung ramadhan ke19. Ditemani lantunan suara sholawatan dan gemuruh adzan serta doa dari para shoimun yang telah selesai menunaikan kewajibannya sedari fajar hingga matahari terbenam.
Hari ini, ku ingin mengungkapkan rencana dan pandanganku ke depan bersamamu kelak. Baik secara suka maupun duka. Bahagia mapun susah. Intinya dalam keadaan apapun tetap bersama.
Menghabisakan honeymoon ke tempat yang romantis berdua. Naik gunung berdua dan menikmati malam di sana. Kelak jika buah hati kita sudah bisa diajak, mereka juga kita ajak menginap juga. Biar mereka bisa merasakan suasana alam.
Setiap sebulan atau dua mingu sekali, kita menghabiskan waku bersama keluarga. Meski tidak ke tempat yang mewah, setidaknya kita bisa menikmati kebersamaannya. Mengisi hari-hari penat setelah bekerja, dengan keceriaan dan kebersamaan.
Semua punya peran masing-masing dan saling mendukung antar satu dengan yang lainnya. Saling mengingatkan ketika ada yang salah, dan menguatkan kala ada yang lemah. Ayah mendukung mama, mama ngedukung anak-anak. Anak-anak juga ngedukung ayah.
Keharmonisan ini yang akan kita bangun, kita jaga, kita pupuk dan kita rawat bersama.
Ahillatul Aufa Wudda
_
--------------------
Adapun untuk anak kedua, belum terpikirkan. Fokus ke yang pertama dulu. Dari awal kehamilan sampai lahir, kupersembahkan lantunan ayat-ayat alquran, agar ia menjadi generasi yang luar biasa. Dipersiapkan jauh-jauh hari.
Pagi dan sore, terutama waktu-waktu yang paling bagus untuk menangkap kecerdasan diusahakan selalu diisi dengan yang baik-baik. Supaya ketika lahir kedunia tinggal menyesuiakan diri.
Asi eksklusif sampe dua tahun, pendidikan dari orang tua juga intensif. Sholawat dan kalam illahi selalu membersamai. Dengan demikian ia akan cepat menangkap dan menghafalnya.
Bahasa diperkenalkan sedini mungkin, agar lebih cepat bicara. Bakatnya diasah, dilihat kecenderungannya, difasilitasi, didukung, dimotivasi. Diberikan ruang yang cukup untuk membaginya.
Belajar kedisiplinan, belajar tanggung jawab dan belajar mandiri, ini yang penting. Peran orang tua yang lebih dominana. Sekilah dan lembaga lain, sebagai pengasah saja.
Bukan tidak mungkin ia akan menjadi pribadi yang baik, jika pondasi yang dibangunnya juga dari bahan kebaikan. Ditambah dengan prinsip keterbukaan dan tak ada skat antara semua pihak, dalam tim yang kita beri nama KELUARGA.
____
Bersama Tapi Tak Menyatu
“Kita itu memang bersama, tapi kebersamaan yang dibangun tak jua menyatukan kita.” Demikian ungkap Herman kepada Wati. Kala mereka bertemu di depan kampus, sore itu.
Makin ke sini makin gak jelas. Inilah yang dirasakan herman. Apakah dia serius atau sekedar main-main? Atau juga hanya sebatas menutupi kesendiriannya, agar tidak dicemooh orang? Atau memang sudah bosan, beda ketika masih ‘baru punya’?..
Herman dan Wati setatusnya kini tidak samar-samar, seolah di antara hubungan mereka tak ada yang spesial. Kemistrinya tidak ada, lebih sering sendiri-sendiri. Lebih parahnya, tak ada konfirmasi apapun kalau ini dan itu. Ya tahu-tahu menghilang saja.
Inilah yang dikatakan, “bersama tapi tidak menyatu.” Jika sekedar membersamai saja, itu bahaya. Bisa-bisa orang lain pun bisa melakukannya. Tapi jika mampu menyatu, sedikit orang yang bisa melakukanya. Bahkan hanya segelintir orang saja.
Menyatu itu terkoneksi, tersambung, terhubung, baik secara lahir maupun batin. Ini sulit. Sehingga apapun itu, kalau sudah nyambung, jarak bukan lagi halangan, waktu tak jadi pembatas. Aku dan kamu, begitu juga kamu dan aku.
#
______
Rencana Kita
TERUNTUK cintaku belahan jiwaku. Baitan dan untaian kata ini kupersembahkan untukmu. Meskin semua ini terkesan lebay dan alay, belum tentu orang lain mampu melakukannya. Jadi, ini adalah pengakuan terhebat bagiku.
Saat ini, waktunya cukup tepat romantis, ya selepas berbuka puasa di penghujung ramadhan ke19. Ditemani lantunan suara sholawatan dan gemuruh adzan serta doa dari para shoimun yang telah selesai menunaikan kewajibannya sedari fajar hingga matahari terbenam.
Hari ini, ku ingin mengungkapkan rencana dan pandanganku ke depan bersamamu kelak. Baik secara suka maupun duka. Bahagia mapun susah. Intinya dalam keadaan apapun tetap bersama.
Menghabisakan honeymoon ke tempat yang romantis berdua. Naik gunung berdua dan menikmati malam di sana. Kelak jika buah hati kita sudah bisa diajak, mereka juga kita ajak menginap juga. Biar mereka bisa merasakan suasana alam.
Setiap sebulan atau dua mingu sekali, kita menghabiskan waku bersama keluarga. Meski tidak ke tempat yang mewah, setidaknya kita bisa menikmati kebersamaannya. Mengisi hari-hari penat setelah bekerja, dengan keceriaan dan kebersamaan.
Semua punya peran masing-masing dan saling mendukung antar satu dengan yang lainnya. Saling mengingatkan ketika ada yang salah, dan menguatkan kala ada yang lemah. Ayah mendukung mama, mama ngedukung anak-anak. Anak-anak juga ngedukung ayah.
Keharmonisan ini yang akan kita bangun, kita jaga, kita pupuk dan kita rawat bersama.
Ahillatul Aufa Wudda
_
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah mampir di blog sederhana ini. Jangan lupa, biar cakep dan cantik silakan ninggalin satu atau dua patah kata. Apa pun komennya boleh, yang penting sopan dan tdk promosi.