Sepulang ziarah dari Magelang, kami menyempatkan diri mampir di angkringan dekat masjid Prayan-Jogja. Malam itu kami kurang beruntung, sebab tak ada pilihan lain selain mie dan minuman panas. Sate dan jeroan yang masih tersisa tampaknya sudah dingin dan tak bergairah untuk disantap.

Kami memesan minuman Teh dan kopi, dan tak ketinggalan untuk mengganjal perut kami memsan mie. Sambil menunggu pesanan kami jadi, bapak yang jualan mengajak diskusi terkait penyelenggaraan dan penetapan satu ramadhan itu serempak. "Pak Jokowi memang hebat, tahun ini tidak ada yang bentrok..." papar sang penjual angkringan.

"Yang hebat itu menteri agamanya Pak. Soalnya inikan kegiatan rutin tahunan, jadinya sudah lebih lihai dalam mengkoordinir masalah ini. Kelihatan lebih cerdas dan lebih sigap. Pujiku untuk menteri agama Lukman Hakim.

"Sebetulnya ini karena para tim yang diutus oleh kemenag tidak ada yang melihat bulan, kalaupun bulan terlihat posisinya sangat sulit karena masih di bawah dua derajat. Kalau pun sudah kelihatan dan posisinya di bawah dua derajat maka kesaksiannya ditolak.." papar sahabatku karena kebetulan dari hukum islam.

Diskusi terus berlanjut, hingga menyinggung dua ormas islam yang cukup besar. Perbedaan yang sudah ada seharusnya tak dijadikan masalah dan diyakini bahwa kedua-duanya adalah benar. Tapi sangat disayangkan jika masih ada yang mengklaim bahwa kebenaran itu mutlak hanya satu saja. Jika sudah demikian, maka sing bener iku yo punyaku, punya sampeyan salah.. jika sudah seperti ini jadi berbahaya.

Ketika mendengar awal pembicaraan diskusi, sebetulnya saya sudah sudah bisa menebak kemana arahnya diskusi ini. Tapi saya berusaha tetap bisa saja menanggapinya, sebab kalau dijelaskan ini dan itu tetap ngeyel. "Saya itu orang bodoh mas, tapi ya saya percaya dengan teknologi.. jadi yang seharusnya tidak perlu lagi ada perbedaan..." Kata bapaknya. Inilah salah satu bukti ucapan yang saya tangkap.

Perhitungan yang sudah ada pada zaman rasulullah itu ya ada dua cara. Kedua cara tersebut digunakan oleh rasulullah. Ketika cara ruyatul-hilal (melihat bulan) sudah dilakukan, tetapi bulan tidak tampak maka menyempurnakan bilangan bulan Syaban menjadi 30 hari. Ini cara sederhananya. Tetapi karena kemajuan teknologi semuanya menjadi lebih mudah.

Hanya saja masih kriteria dalam melihat bulan yang berbeda. Ada wujudul hilal dan mumkinu ruyat. Dua kriteria ini yang sampai saat ini belum menemukan titik temu, sebab jika kedua kriteria ini masih kukuh maka perbedaan itu akan tetap terjadi. Untuk lebih jelas silakan baca ARTIKEL ini!

Perbedaan itu tak akan terelakkan. Tapi, sebagai seorang muslim yang baik menghormati perbedaan itu sangat dianjurkan. Tak apa hari rayanya berbeda, puasanya juga berbeda, yang penting itu ibadah puasanya diterima. Untuk apa mempermasalahkan hari raya yang tidak serempak dan kompak, tapi ibadah puasanya tidak pernah dipikirkan. Ingat, utamakan yang lebih utama.

Bukan hari raya yang dijadikan patokan, tetapi yang dijadikan tolak ukur adalah ibadah ramadhan. Jika ibadah ramadhan yang kita lakukan tidak ada dampaknya, itu berarti sama saja bohong..! Output dari puasa ramadhan adalah meningkatkan ibadah dan ketakwaan, jika tidak ada perubahan sama sekali rasanya sangat disayangkan.

Tak usah menggembor-gemborkan perbedaan. Bukan itu fokus kita, tetapi fokuskan saja kepada ibadah puasa yang dijalani. Fokus agar puasa yang saat ini dijalani tidak hanya sekedar menahan rasa haus dan lapar saja. Selamat berpuasa...

--------------------

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah mampir di blog sederhana ini. Jangan lupa, biar cakep dan cantik silakan ninggalin satu atau dua patah kata. Apa pun komennya boleh, yang penting sopan dan tdk promosi.

Amir Hamzah Copyright © 2009 - 2015 | Template : Yo Koffee | Design By : Designcart | Modif By : amirisme