Pertama, kata ancaman. Apapun bentuknya, ancaman itu tidak
akan memberikan dampak yang positif. Sebab dalam ancaman itu ada sebuah
pertanda bahwa kalau jika ia demikian maka konsekuensinya adalah ini dan itu.
Ada rasa ketidaknyamanan dan ketidaktenangan dalam diri seseorang yang diancam.
Ketika seseorang terancam, maka yang akan terjadi adalah
perbuatan nekat. Misalkan ancaman seperti ini “jika kamu tidak masak lagi, maka
aku akan meminta cerai denganmu..” ketika ada masalah dan istri lupa karena
kesibukannya maka mau tidak mau semuanya akan jatuh. Istri juga merasa bosan
dengan ancaman yang tidak membuat dirinya nyaman.
Sekali lagi ancaman tidak akan memperbaiki masalah, tetapi
malah sebaliknya.
Kedua, mengucapkan ungkapan benci. Kebencian itu akan
melahirkan kebencian juga, ucapan istilah itu yang sering kita dengar. Memang
betul adanya demikian, apalagi jika kita membenci seseorang misalnya, tentu
apapun yang ia lakukan akan kita benci juga. Jika sudah benci apapun yang ia
lakukan selalu menjadi hal yang buruk dan penuh dengan perasangka.
Misalkan kita membenci si A.
Si A ini rajin shalat dan berjamaah di masjid. Kebencian yang ada dan
yang kita pupuk subur itu mengatakan bahwa si A itu rajin ke masjid hanya ingin
dilihat atau pamer saja. ibadahnya gak ikhlas dan sebagainya. Atau misalkan ia
rajin sedekah dan menolong. Karena sudah terlanjur membencinya kita merasa
panas, begitu ia menyumbang masjid hanya beberapa lembar rupiah terus
dikomentari.
Tidak bisa dibayangkan jika kebencian itu lahir dan tumbuh
pada sepasang suami-istri. Suami merasa benci dengan sang istri karena
keteledorannya, tidak bisa memasak, tidak dapat mengatur keuangan keluarga dan
lain sebagainya. Kebencian itu semakin menjadi dan selalu muncul dalam sebuah
kata-kata kotor dan tidak sepatutnya terlontar.
Jika sudah demikian, maka hubungan itu sudah tidak sehat
lagi. Sehingga solusi yang paling tepat adalah menyadari kekurangan
masing-masing dan saling memaafkan. Setelah saling memaafkan barulah
membangunnya dengan bersama-sama. Ini cara yang paling baik, menurut hemat
saya.
Ketiga, ucapan selalu dan tidak perah. Kamu itu selalu saja
tidak mendengar ucapanku… padahal baru kali itu istrinya tidak mendengarkan
ucapan suaminya, itu pun karena anaknya sakit dan ia harus membeli obat dengan
segera. Tapi apalah daya, kejadian itu begitu cepat dan tiba-tiba ada motor
yang menabrak dirinya.
Kamu tidak pernah memberiku kebahagiaan. Benarkah selama
sekian lama menikah, tidak pernah merasakan kebahagiaan. Jika tidak pernah, kok
bisa lahir anak-anak dan punya tempat tinggal, pekerjaan, pakaian yang
rapi-wangi, serta masakan yang setiap kali dinikmatinya. Jika itu bukan sebuah
kebahagiaan berarti sungguh teganya.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah mampir di blog sederhana ini. Jangan lupa, biar cakep dan cantik silakan ninggalin satu atau dua patah kata. Apa pun komennya boleh, yang penting sopan dan tdk promosi.