“
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Alloh mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al Ankabuut [29] : 2-3)
Hambar dalam kamus besar bahasa indonesia (KBBI) diartikan dengan sesuatu yang tidak ada rasanya, tawar, atau tidak bergairah. Tetapi hambar itu hakikatnya lebih ke arah rasa masakan. Makanan akan terasa nikmat jika memiliki jenis rasa manis, asin, pedas, dan asam. Inilah komposisi rasa yang paling mendominasi dalam lidah manusia, terutama orang Indonesia.
Rasa sambal terkenal dengan pedasnya. Meskipun pedas rasanya, tetapi kita tetap menyukainya. Bahkan ada istilah tobat sambal, yaitu tobatnya hanya ketika memakan sambal saja. keesokan harinya, pasti sambal itu akan dimakan lagi, malah katanya tidak puas jika makan tanpa sambal. Pedas tetapi tetap disukai.
Garam terkenal dengan asinnya. Semua makanan yang dihidangkan pasti minimal memiliki rasa asin. Ketika ibu memasak di dapur, maka garam ini tak pernah lepas dari bumbu dapur. Begitu pun dengan rasa manis dan pedas. Kesemua rasa ini memiliki rasa yang khas dan terasa lezat di lidah.
Jika makanan yang dihidangkan tak memiliki unsur rasa yang empat ini, maka masakan itu akan diklaim sebagai makanan yang tidak enak. Sebab makanan yang enak yaitu harus memiliki rasa salah satu dari empat tadi. Sehingga begitu penting sebuah rasa bagi manusia. Tanpa rasa, maka dunia ini tak berarti.
Apa jadinya jika di dunia ini empat rasa ini dihilangkan atau diangkat oleh Allah. Jika terasa ekstrim contoh ini, coba kita ambil contoh yang lainnya. Misalnya lidah yang saat ini kita miliki itu mati rasa, dalam artian tidak mampu merasakan semua rasa yang ada di dunia ini. Apakah ia akan merasa nikmat ketika makan? Tentulah semuanya terasa sama saja.
Sebuah Rasa
Rasa manis, pedas, asam, atau asin itu dapat kita rasakan ketika memakan sesuatu, semua itu berpangkal pada kemampuan lidah. Yaitu sepotong daging yang lunak dan tanpa tulang. Bentuknya kecil dan berwarna kemerahan. Apa jadinya jika lidah itu sariawan, atau terluka? Tentu, ketika proses mengunyah makanan pasti akan terasa sakit.
Tak hanya itu, lidah itu berfungsi sebagai alat untuk berbicara, itulah sebabnya konon orang yang lidahnya pendek tidak bisa mengucapkan huruf 'R' dengan jelas. Bahkan dalam sebuah pepatah yang sering kita dengar yaitu "lidah lebih tajam dari pada pedang…" artinya ucapan itu lebih tajam dari pada pedang.
Ucapan bisa menembus sesuatu tanpa harus melukai bagian luarnya oleh karenanya harus berhati-hati dengan lidah. Pepatah lain misalnya, “berkata peliharakan lidah, berjalan peliharakan kaki...” Artinya, ketika berbicara harus memperhatikan ucapan, supaya tidak menyakiti orang lain dan ketika berjalan memperhatikan jalanan. Jika sembarangan bisa menimbulkan masalah.
Rasa sakit yang diakibatkan oleh lidah tak mampu disembuhkan dengan dengan resep dokter. Itulah kenapa Almarhum Zainuddin MZ. selalu mengakhiri
tausiahnya dengan sebuah ungkapan yang sangat puitis. "
Jika pedang lukai tubuh, masih ada harapan sembuh. Jika lidah lukai hati kemana hendak obat dicari...." sakit yang timbul karena lidah memang tak ada obatnya.
Tak jarang, orang yang karena tidak pandai menjaga lidahnya berakhir dengan pertengkaran, kerusuhan dan banyak juga yang berakhir dengan kematian. Kalau kita perhatikan, kasus kejahatan dan pembunuhan yang sering terjadi, adapun motif utamanya adalah tidak terima karena sang korban tak mampu menjaga lidahnya. Ia sakit hati, tidak terima dan akhirnya gelap mata.
Kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi bisa saja di luar kehendak kita. Kita kembali ke judul di atas. Suami istri yang sudah menikah, bisanya akan mengalami kehambaran. Sahabat saya pernah mengatakan bahwa usia perkawinan itu sebetulnya hanya satu tahun, selebihnya hanya mempertahankan hubungan perkawinan. Kenapa demikian? karena ada kehambaran di sana.
Setiap hari sering bertemu, melakukan hal yang sama dan berulang-ulang. Manusia yang memiliki sifat jenuh akan merasa biasa dan tak ada yang spesial dari kehidupannya. Itulah kenapa disebut dengan mempertahankan perkawinan. Karena ditengah-tengah pengulangan itu keduanya menjaga hubungannya untuk tetap terjalin dengan baik. Itulah kenapa romantisme kehidupan dua insan itu ketika awal-awal pernikahannya.
Setelah satu tahun, punya anak dan banyak pekerjaan semuanya semakin berubah. Semua menjadi biasa, tak lagi se-istimewa dahulu kala.