Rasulullah SAW merasa takut kepada umatnya bukan karena kekurangan makanan, harta dan lain sebagainya, melainkan yang Rasulullah SAW takutkan adalah tetkala umatnya terlalu mengagung-agungkan dunia daripada menyembah tuhannya. Kelak umatnya akan senang terhadap dunia dengan berlebih-lebihan bahkan karena urusan dunianya ia lupa akan urusan akhiratnya itu.
Banyak dijumpai disekeliling kita orang-orang yang demikian. Padahal Allah SWT sudah mengingatkan didalam firmannya, Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu).. (Qs. At-takatsur : 1-3)
Dalam surat at-takatsur, Allah SWT telah mengingatkan kepada manusia bahwa mengejar urusan dunia (bermegah-megahan) hanya akan melalaikan siapa pelakunya. Akibat sibuk dengan urusan dunia, pelakunya sampai lupa akan hidupnya, ternyata hidup yang dijalaninya hanyalah sementara. Matanya tertutup oleh urusan dunia, hatinya menjadi keras dan tertutup karena mengurus dunianya.
Kisah Tsa'labah ibnu Hbtib
Ada seseorang yang bernama Tsa’labah ibnu Hatib. Ia cukup rajin beribadah, ikut shalat berjamaah di masjid bersama nabi, dan juga tak pernah ketinggalan shalat Jum’at. Ia termasuk orang yang miskin. Oleh karena itu, pada suatu saat ia meminta Rasulullah saw untuk mendoakannya agar bisa menjadi orang yang kaya.
Rasulullah saw sebenarnya enggan untuk mendoakannya agar menjadi kaya. Karena ia tahu apa yang bakal terjadi padanya jika ia mendoakannya. Namun karena terus didesak, akhirnya beliau mendoakannya, lalu doanya terkabul. Akhrinya Tsa’labah mendapat rejeki untuk memelihara kambing-kambing. Lambat laun, tak terasa kambing-kambingnya berkembang biak dan menjadi banyak, sampai-sampai ia kesulitan menghitungnya.
Semakin hari ia semakin sibuk, ia mulai jarang kelihatan di masjid. Akhirnya ia sama sekali tak pernah terlihat di masjid untuk shalat jama’ah, dan apa lagi untuk shalat Jum’at. Rasulullah saw mengutus seseorang untuk memungut zakat dari Tsa’labah. Namun Tsa’labah merasa enggan, dan meminta utusan itu untuk menagihnya setelah menagih zakat orang-orang lain terlebih dahulu.
Sang utusan pun pergi memunguti zakat dari semua orang selain Tsa’labah, sebagaimana yang dimintanya. Akhirnya utusan itu mendatangi Tsa’labah sebagai orang terakhir yang harus dipungut zakatnya. Utusan berkata: Sekarang tinggal kamu yang belum membayar zakat. Tsa’labah dengan cemberut berkata: Sebenarnya aku tidak bersedia membayar zakat. Utusan bertanya: Memang kenapa? Apa kamu miskin? Bukannya kamu sedemikian kaya sampai-sampai tidak bisa menghitung jumlah kambing-kambingmu? Tsa’labah menjawab: Sudahlah, aku tidak mau membayar zakat.
Akhirnya utusan itu pun pergi, dan menceritakan hal itu kepada Rasulullah. Sang nabi pun berkata: Sejak awal saat hendak mendoakannya agar menjadi orang kaya, aku sudah mengkhawatirkan hal ini.
Dunia itu Fana
Banyak yang gila bekerja, gila harta, gila jabatan dan lain sebagainya, tetapi itu semua adalah urusan dunia. Banyak yang telah tertipu dengan dunia ini, padahal hanya sementara kita tinggal di dunia ini, seperti yang di ibaratkan oleh para mubaligh bahwa dunia ini laksana pelabuhan sebagai tempat persinggahan. Kelak kapal ini akan berlayar lagi menuju pelabuhan yang bernama akhirat.
Kisah Tsa'labah ibnu Hbtib
Ada seseorang yang bernama Tsa’labah ibnu Hatib. Ia cukup rajin beribadah, ikut shalat berjamaah di masjid bersama nabi, dan juga tak pernah ketinggalan shalat Jum’at. Ia termasuk orang yang miskin. Oleh karena itu, pada suatu saat ia meminta Rasulullah saw untuk mendoakannya agar bisa menjadi orang yang kaya.
Rasulullah saw sebenarnya enggan untuk mendoakannya agar menjadi kaya. Karena ia tahu apa yang bakal terjadi padanya jika ia mendoakannya. Namun karena terus didesak, akhirnya beliau mendoakannya, lalu doanya terkabul. Akhrinya Tsa’labah mendapat rejeki untuk memelihara kambing-kambing. Lambat laun, tak terasa kambing-kambingnya berkembang biak dan menjadi banyak, sampai-sampai ia kesulitan menghitungnya.
Semakin hari ia semakin sibuk, ia mulai jarang kelihatan di masjid. Akhirnya ia sama sekali tak pernah terlihat di masjid untuk shalat jama’ah, dan apa lagi untuk shalat Jum’at. Rasulullah saw mengutus seseorang untuk memungut zakat dari Tsa’labah. Namun Tsa’labah merasa enggan, dan meminta utusan itu untuk menagihnya setelah menagih zakat orang-orang lain terlebih dahulu.
Sang utusan pun pergi memunguti zakat dari semua orang selain Tsa’labah, sebagaimana yang dimintanya. Akhirnya utusan itu mendatangi Tsa’labah sebagai orang terakhir yang harus dipungut zakatnya. Utusan berkata: Sekarang tinggal kamu yang belum membayar zakat. Tsa’labah dengan cemberut berkata: Sebenarnya aku tidak bersedia membayar zakat. Utusan bertanya: Memang kenapa? Apa kamu miskin? Bukannya kamu sedemikian kaya sampai-sampai tidak bisa menghitung jumlah kambing-kambingmu? Tsa’labah menjawab: Sudahlah, aku tidak mau membayar zakat.
Akhirnya utusan itu pun pergi, dan menceritakan hal itu kepada Rasulullah. Sang nabi pun berkata: Sejak awal saat hendak mendoakannya agar menjadi orang kaya, aku sudah mengkhawatirkan hal ini.
Dunia itu Fana
Banyak yang gila bekerja, gila harta, gila jabatan dan lain sebagainya, tetapi itu semua adalah urusan dunia. Banyak yang telah tertipu dengan dunia ini, padahal hanya sementara kita tinggal di dunia ini, seperti yang di ibaratkan oleh para mubaligh bahwa dunia ini laksana pelabuhan sebagai tempat persinggahan. Kelak kapal ini akan berlayar lagi menuju pelabuhan yang bernama akhirat.
Islam sendiri memang menganjurkan kepada umatnya untuk berusaha, mencari rizki, berdagang, dan lain sebagainya. Akan tetapi jangan sampai melupakan urusan akhirat, sebab itu merupakan tujuan akhir dari semua yang kita lakukan ketika di dunia yang fana ini. Artinya : Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (Qs. Al-Jumu’ah [62] : 9-10)
Perintah islam tidak hanya terpaku pada amalan akhirat semata, melainkan amalan dunia perlu. Untuk itu islam menganjurkan agar keduanya bisa tetap ada sinkronisasi, tujuannya supaya antara keduanya bisa dicapai dengan baik. “beramalah untuk akhirat mu seakan esok kau tiada, dan beramalah untuk dunia mu seakan engkau hidup selamanya..” konotasinya adalah kita dianjurkan untuk mempersiapkan bekal untuk kehidupan yang kedua (akhirat), dan ketika bekerja kita harus sungguh-sungguh dan tekun dalam melaksanakanya, sebagai bekal untuk hidup di dunia, menfkahi keluarga, anak dan istri.
Jika kita telaah seksama, Allah SWT memiliki rencana yang tak terduga. Allah menganjurkan kita hambanya untuk bekerja, tetapi setelah cukup apa yang telah didapatkan, maka hasil dari bekerja kita juga diperintahkan untuk membagikan sebagian hasil dari pendapatan tersebut. Jelas, bahwa dari pendapatan tersebut ada hak orang lain yang harus diberikan kepada siapa yang berhak menerimanya.
Banyak yang merasakan bahwa hartanya tidak berkah, cepat habis bahkan secepat itu mendapatkannya maka secepat itulah pula lenyapnya. Barangkali hal yang demikian disebabkan ada hak orang lain yang kita makan sendiri dan tidak diberikan kepada siapa yang berhak. Inilah rencana allah, semakin banyak yang diberikan maka semakin banyak yang akan kita terima.
Dunia semakin dikejar maka semakin jauh, mengutip pesan Cak Kuwaidi dalam pengajiannya beliau mengatakan seperti ini “jangan kau pandangi dunia itu, karena semakin kau pandang maka dunia itu akan bertambah manis” pesan yang ingin disampaikan oleh cak kuswaidi adalah biarlah dunia itu menjadi indah bagi siapa yang mengejarnya, tetapi bagi kita mengejar keindahan tuhan itu sudah dari pada cukup.
Dunia bisa berbentuk macam-macam, bentuk fisik bahkan nono fisik. Contoh non fisik adalah ajakan dari teman atau salah satu rekan yang begitu menggiurkan. Apapun itu sama saja bentuknya, semakin menumpuk-numpuk dunia maka semakin keras pula hati kita dibuatnya. Dalam alquran digambarkan begitu sangat jelas, misalnya saja “jahiduu biamwalikum wa anfusikum...” kenapa kita diperintahkan untuk berjihad dengan harta terlebih dulu? Karena orang yang sudah gila harta tentu merasa berat ketika harus mengorbankan hartanya dibandingkan dengan nyawanya sendiri.
Penutup
Apapun yang dimiliki saat ini hanyalah titipan semata, pemilik yang hakiki adalah allah swt. Semua yang dimiliki saat ini hanyalah perantara bukan hak paten, toh allah akan mengambilnya kembali. Cak kus pernah mengatakan “beragama itu harus sampai ke asal-usulnya, jika sudah demikian maka apapun tidak akan menjadi permasalahan..” karena allah swt merupakan asal-usul dari semuanya.
Kuncinya adalah Qanaah, karena dengan sifat qanaah inilah justru dapat melindungi diri manusia dari rasa “haus” berkepanjangan. Rasa "haus" ini begitu mengebu-gebu sehingga menjelma dan menjadikan dirinya buta, gila dan lain sebagainya. Hidupnya dirundung dalam ketidak puasan, ketidakcukupan dan merasa kurang dengan apa yang sudah dimilikinya saat ini. Padahal manuisa itu adalah makhluk yang amat rakus, jika ia memiliki satu ladang emas, maka tentu ia menginginkan untuk mempunyai dua ladang.
Itulah manusia, manusia yang allah ciptakan pada dasarnya memiliki nafsu yang begitu kuat, sehingga jika nafsu tersebut dibiarkan begitu saja dalam diri kita maka sudah bisa dipastiakan nafsulah yang menguasai diri. Tetapi jika nafsu itu dikendalikan dengan baik dan digunakan kepada jalan yang lurus insya allah semuanya akan melahirkan amala-amalan yang terpuji lagi berpahala.
Manusia, Allah SWT ciptakan sebagai makhluk yang lupa diri "apabila di diberikan musibah maka berkelukesah, tetapi apabila diberikan kenikmatan maka akan menjadi lupa diri" (Qs.). Untuk itu, sebagai makhluk ciptaan Allah mengenalinya lebih dalma lagi dan mengingatnya setiap detik, manit dan dalam konsisi apapun merupakan sebuah keharusan, dengan demikian hidup ini terasa diawasi dan diperhatikan oleh allah swt. Menyembah Allah SWT seakan-akan menlihatnya, tetapi jika tidak dapat demikian maka yakinlah bahwa Allah SWT melihat kita, inilah yang disebut dengan ikhsan. [wallahu'alam]
Itulah manusia, manusia yang allah ciptakan pada dasarnya memiliki nafsu yang begitu kuat, sehingga jika nafsu tersebut dibiarkan begitu saja dalam diri kita maka sudah bisa dipastiakan nafsulah yang menguasai diri. Tetapi jika nafsu itu dikendalikan dengan baik dan digunakan kepada jalan yang lurus insya allah semuanya akan melahirkan amala-amalan yang terpuji lagi berpahala.
Manusia, Allah SWT ciptakan sebagai makhluk yang lupa diri "apabila di diberikan musibah maka berkelukesah, tetapi apabila diberikan kenikmatan maka akan menjadi lupa diri" (Qs.). Untuk itu, sebagai makhluk ciptaan Allah mengenalinya lebih dalma lagi dan mengingatnya setiap detik, manit dan dalam konsisi apapun merupakan sebuah keharusan, dengan demikian hidup ini terasa diawasi dan diperhatikan oleh allah swt. Menyembah Allah SWT seakan-akan menlihatnya, tetapi jika tidak dapat demikian maka yakinlah bahwa Allah SWT melihat kita, inilah yang disebut dengan ikhsan. [wallahu'alam]
setuju banget sama agan, izin share ke fb ya gan, suka baca kata-katanya nih
BalasHapus