Semua ini berawal dari sarung tangan. Ya, karena penasaran dengan sarung tangan untuk sepeda yang sempat dilihat-lihat sekitar daerah mirota kampus tetapi karena harganya terlalu mahal maka terpaksa tidak jadi dibeli. Ingtanku mencoba menerawang ke tempat yang pernah dikunjungi. Sepertinya di mall ambarukmo plaza (amplaz) ada, dan dulu sempat coba-coba juga.
Sore itu setelah mandi dan shalat Ashar, ditemani si soleh kuberangkat menuju amplaz. Tak lupa sebelum kesana mampir dulu ke tempat rabbani. Setelah melihat-lihat dan Tanya-tanya seputar rabbani, maka aku langsung menuju amplaz. Tidak sulit untuk memarkirkan si soleh, dimasukan ke parkiran motor gratis.
Setelah masuk di dalam, di hall ada stage yang lumayan megah. Di sana sudah ramai dengan pengunjung yang duduk di kursi yang sudah ditata rapi. Sepertinya ada acara khusus dan aka nada artis yang launching filam, kataku dalam hati. Setelah muter-muter dan cari sarung tangan, ternyata nihil. Perlengkapan sepeda banyak, tetapi untuk sarung tangannya malahan tidak ada. Cukup kecewa, tetapi mau diapakan lagi?
Dugaanku tepat, setelah kembali dari pencarian sarung tangan dan ke hall amplaz sedang heboh dan jeritan fans yang ingin berselfi ria dengan sang artis idola. Ada maudy ayunda, babe dan lelaki yang saya tidak kenal, tetapi sepertinya lelaki tersebut bintang utama dan lawan mainnya maudy ayunda. Setelah acara foto-foto bareng dan ikut menyaksikan dari jarak dekat artis ibu kota tersebut, aku memutuskan untuk pulang.
Setellah keluar dari parkiran dan si soleh dinaiki, ada perempuan yang naik sepeda lipat berpapasan denganku. Karena aku sudah terbiasa membunyikan bel atau suara-suara lain ketika bertemu dengan pesepedah lainnya. Seperti biasa, kubunyikan hentakan lidah ketika berpapasan dengan perempuan bersepeda tersebut.
Ku kayuh si soleh menuju jalan arah pulang. Sempat bertemu dengan anak-anak kecil juga yang bersepeda dan sesekali mereka kuajak untuk balapan. Tiba-tiba suara dari belakang nyahut.. “bang mau kemana emang” Suara tersebut cukup mengagetkanku. “saya mau pulang ke selokan mataram..” Jawabku singkat. Emang abang dari amplaz habis apa? Tanya lagi. “Habis nyari sarung tangan sepeda ajah..” Timpalku lagi. Karena suara adzan isya berkumandang, maka dengan reflex kutanya balik. “Sudah shalat belum, kalo belum yuk cari masjid dulu..”
Meski dalam hati masih bertanya-tanya dan sedikit waspada, tapi kutetap berusaha tenang. Setelah mengikuti suara adzan yang sikumandnagkan, ternyata masjid atau mushala yang kami cari tidak ketemu. Terpaksa nyari sedapatnya. Setelah Tanya-tanya dan sempat salah masuk ke gereja juga, akhirnya kami pun dapat menunaikan shalat isya dengan berjamaah.
Setelah shalat, bingung mau ke mana. Karena masih belum terlalu malam, maka kuajak ke tugu jogja. Melewati perempatan UIN Suka, dan gramedia, kami pun tiba di tugu. Sepeda kami diparkirkan di jalan mangkubumi. Kami duduk ditrotoar dan ngobrol ngalor ngidul deh. Tak lupa semangkuk ronde hangat menemani obrolan kami malam itu.
Aku menunggu momen yang pas untuk menanyakan nama. Aku sedikit gengsi jika harus menanyakan nama langsung, atau lebih tepatnya aku kehabisan ide untuk basa-basi menanyakan nama. Sampai disatu titik obrolan yang menyangkut nama, aku tak sia-siakan untuk menebak namanya. Maka disitulah akhirnya kami tukar menukar nama.
Namanya Oke (huruf e dieja seperti pada kata bekas). Ia punya kembaran, namanya Oka. Si kembar identik ini berasal dari Sragen-Solo. Sragen ke solo jaraknya sekitar satu jam perjalanan. Oke bekerja sebagai waiter di bakso tenis senayan, sedangkan Oka sebagai pijat refleksi di nakamura. Tempat kerja mereka masih di amplaz.
Oke lahir setelah Oka. Dengan kata lain, Oke adalah adik dari Oka. Oke bisa ke jogja karena ikut Oka yang sudah sekitar satu tahun bekerja di amplaz, sedangkan oke baru dari bulan desember kemarin (baru sekitar empat bulan). Dulu mereka bekerja di tempat yang sama, yaitu di tempat pijat refleksi tepatnya di daerah solo. Tetapi karena mereka sering berantem, akhirnya oke keluar dan pindah.
“Oke sama Oka bedanya apa aja?”
“Kalo aku lebih cantik” jawab Oke sambil senyum kecil dan pedenya.
Obrolan kami di tugu Jogja, sampai ke mana-mana. Dia cerita kakaknya yang di DO dari kampusnya gara-gara uang untuk smesteran dipakai untuk operasi adiknya yang jatuh dari motor. Cerita adiknya yang keterima bidik misi dan kehilangan laptop, sehingga harus mengerjakan tugas di kantor organisasi. Cerita ibunya yang bekerja di Jakarta jadi baby sister, dan bapaknya yang bekerja di pabrik macaroni.
Sampe-sampe cerita kalo ibunya gak akan pulang dari Jakarta. Sang ibu mau dan akan pulang kalau anaknya mau yang menikah. Ibunya asli bekasi, dan ada sudara dekat terminal senen.
_______
Mampir ke tempat Oka kerja
Setelah magrib, rasa lapar dating tiba-tiba. Kuambil dompet dan entahlah tempat makan apa yang akan kutuju, waktu itu tak ada rencana untuk makan di mana. Dengan sepeda yang biasa kubawa, kususuri jalan wahid hasyim, hingga tertuju warung yang menjual sop.
Sambil menunggu pesanan, waktu shalat isya sudah tiba, dengan terpaksa kutunda. Setelah menunggu sekian lama, maka pesanan baru dating. Dengan sedikit kesal kusantap hidangan tersebut dengan lahapnya.
Selesai makan, bingung mau kemana. Langsung kembali ke asrama atau jalan-jalan dulu menikmati suasana malam. Akhirnya karena bingung, kuputuskan untuk memarkirkan sepeda fixi biru di depan ambarukmo plaza. Setelah beberapa menit duduk di sana tanpa tujuan dan sesekali mengaktifkan wifi ku putuskan untuk menemui kembaran Oke.
Berbekal informasi dari Oke, ku beranikan diri untuk bertanya ke penjaga keamanan yang sedang bertugas di sana. Tak sulit mendapatkan lokasi yang kucari. Berkat arahan dari petugas, aku tiba ditempat yang dicari, sayangnya yang tidak jeli dengan pengamatan sekitar. Padahal saya sempat duduk dan membelakangi tempat tersebut. Sehingga karena sedikit tergesa-gesa dan buru-buru, tempat tersebut tidak ketemu.
Setelah diputeri kedua kalinya dan nanya ke karyawan bakso lapangan tembak, dengan entengnya sang pelayan tersebut menunjukan tempat yang saya tuju, tepat berada di samping bakso tenis. “Itu lho mas pijat refleksi kimora.” Ucap karyawan bakso tenis senayan sambil menunjukan dengan tangan.
Kutuemui resepseionis dan kusampakan maksud dan tujuanku. Meski dengan sedikit tidak enak karena takut mengganggu, dan dari resepsionis meykinkan jika kedatanganku tidak mengganggu, maka dipanggilkanlah Oka.
Begitu dipanggil dan membuka pintu, wajah oka memasang muka bingung sekaligus judesnya dipasang. Tapi setelah agak dekat dan Oka menyapa duluan “Mas Amir ya?” Sambil membuka percakapan, dalam pertemuan perdana kami. Setelah itu, barulah senyum itu muncul. Setelah ngobrol dan duduk di kursi depan nakamura (tempat Oka bekerja) kami ngobrol seperti tanpa skat. Seketika obrolan itu ngalor ngidul dan apapun dibahas.
Obrolanku yang tadinya mau sebentar dan beberapa menit saja, malah kebablasan hingga bermenit-menit lamanya. Obrolan tak terasa sampe amplaz mau tutup, padahal kalau tidak salah, ketika aku masuk ke sana, waktu menunjukan sekitar pukul 19.45. dan biasanya ampaz tutup sekitar pukul 21.30an. bisa dihitung berapa lama kami ngobrol, tidak terasa memang.
Ketika kami ngobrol di sana, dan sepengamatanku juga, tangan oka tak bisa diam. Tangannya bergerak tak bisa diam. Bahkan, sambil ngomong pun jari telunjuknya diputer-puter di atas kuris duduk, entah sedang membuat tulisan apa? Tetapi yang jelas lebih mirip sedang menggambar benang kusut, heeeeee. Tak cukup di situ juga, bahkan sempat kutanya prihal jari kuku tangannya.
“Oka kuku jari tangannya agak gelap, akibat mijat atau gimana??..” Pertanyaan ini tidak muncul begitu saja, tapi aku menemkan hal yang sama di jari kuku tangan Oke. Kata Oke, ia juga dulu pernah bekerja di nakamura bareng dengan Oka sang kakak. Tapi jika aku amati, kuku jari Oke masih seperti jari Oka, meskipun Oke sudah pindah kerja dan tidak mijit lagi.
Obrolan kami kemana-mana dan tidak kaku, meskipun kami baru kenal dan ketemu. Apa yang disampaikan Oke benar, kalao Oka tidak memiliki tahi lalat di hidung, suaranya agak lembut, sedikit berbeda dengan Oke yang cempreng, lantang, dan keras suaranya.
Kata Oka, ia lebih dewasa ketimbang Oke. Jadinya cukup pantas untuk menjadi kakak. Bahkan kalau tidur, Oke harus dikloni terus sama sang kakak. Oke tida biasa tidur tanpa Oka, demikian pengankuan dari sang kakak terhadap adiknya. Keduanya masih suka bertengkar, padahal asalanya dari hal yang sepele. Tetapi pertengkaran mereka tidak sampai parah kok, paling sebentar juga baikan lagi.
--------------------
Sore itu setelah mandi dan shalat Ashar, ditemani si soleh kuberangkat menuju amplaz. Tak lupa sebelum kesana mampir dulu ke tempat rabbani. Setelah melihat-lihat dan Tanya-tanya seputar rabbani, maka aku langsung menuju amplaz. Tidak sulit untuk memarkirkan si soleh, dimasukan ke parkiran motor gratis.
Setelah masuk di dalam, di hall ada stage yang lumayan megah. Di sana sudah ramai dengan pengunjung yang duduk di kursi yang sudah ditata rapi. Sepertinya ada acara khusus dan aka nada artis yang launching filam, kataku dalam hati. Setelah muter-muter dan cari sarung tangan, ternyata nihil. Perlengkapan sepeda banyak, tetapi untuk sarung tangannya malahan tidak ada. Cukup kecewa, tetapi mau diapakan lagi?
Dugaanku tepat, setelah kembali dari pencarian sarung tangan dan ke hall amplaz sedang heboh dan jeritan fans yang ingin berselfi ria dengan sang artis idola. Ada maudy ayunda, babe dan lelaki yang saya tidak kenal, tetapi sepertinya lelaki tersebut bintang utama dan lawan mainnya maudy ayunda. Setelah acara foto-foto bareng dan ikut menyaksikan dari jarak dekat artis ibu kota tersebut, aku memutuskan untuk pulang.
Setellah keluar dari parkiran dan si soleh dinaiki, ada perempuan yang naik sepeda lipat berpapasan denganku. Karena aku sudah terbiasa membunyikan bel atau suara-suara lain ketika bertemu dengan pesepedah lainnya. Seperti biasa, kubunyikan hentakan lidah ketika berpapasan dengan perempuan bersepeda tersebut.
Ku kayuh si soleh menuju jalan arah pulang. Sempat bertemu dengan anak-anak kecil juga yang bersepeda dan sesekali mereka kuajak untuk balapan. Tiba-tiba suara dari belakang nyahut.. “bang mau kemana emang” Suara tersebut cukup mengagetkanku. “saya mau pulang ke selokan mataram..” Jawabku singkat. Emang abang dari amplaz habis apa? Tanya lagi. “Habis nyari sarung tangan sepeda ajah..” Timpalku lagi. Karena suara adzan isya berkumandang, maka dengan reflex kutanya balik. “Sudah shalat belum, kalo belum yuk cari masjid dulu..”
Meski dalam hati masih bertanya-tanya dan sedikit waspada, tapi kutetap berusaha tenang. Setelah mengikuti suara adzan yang sikumandnagkan, ternyata masjid atau mushala yang kami cari tidak ketemu. Terpaksa nyari sedapatnya. Setelah Tanya-tanya dan sempat salah masuk ke gereja juga, akhirnya kami pun dapat menunaikan shalat isya dengan berjamaah.
Setelah shalat, bingung mau ke mana. Karena masih belum terlalu malam, maka kuajak ke tugu jogja. Melewati perempatan UIN Suka, dan gramedia, kami pun tiba di tugu. Sepeda kami diparkirkan di jalan mangkubumi. Kami duduk ditrotoar dan ngobrol ngalor ngidul deh. Tak lupa semangkuk ronde hangat menemani obrolan kami malam itu.
Aku menunggu momen yang pas untuk menanyakan nama. Aku sedikit gengsi jika harus menanyakan nama langsung, atau lebih tepatnya aku kehabisan ide untuk basa-basi menanyakan nama. Sampai disatu titik obrolan yang menyangkut nama, aku tak sia-siakan untuk menebak namanya. Maka disitulah akhirnya kami tukar menukar nama.
Namanya Oke (huruf e dieja seperti pada kata bekas). Ia punya kembaran, namanya Oka. Si kembar identik ini berasal dari Sragen-Solo. Sragen ke solo jaraknya sekitar satu jam perjalanan. Oke bekerja sebagai waiter di bakso tenis senayan, sedangkan Oka sebagai pijat refleksi di nakamura. Tempat kerja mereka masih di amplaz.
Oke lahir setelah Oka. Dengan kata lain, Oke adalah adik dari Oka. Oke bisa ke jogja karena ikut Oka yang sudah sekitar satu tahun bekerja di amplaz, sedangkan oke baru dari bulan desember kemarin (baru sekitar empat bulan). Dulu mereka bekerja di tempat yang sama, yaitu di tempat pijat refleksi tepatnya di daerah solo. Tetapi karena mereka sering berantem, akhirnya oke keluar dan pindah.
“Oke sama Oka bedanya apa aja?”
“Kalo aku lebih cantik” jawab Oke sambil senyum kecil dan pedenya.
Obrolan kami di tugu Jogja, sampai ke mana-mana. Dia cerita kakaknya yang di DO dari kampusnya gara-gara uang untuk smesteran dipakai untuk operasi adiknya yang jatuh dari motor. Cerita adiknya yang keterima bidik misi dan kehilangan laptop, sehingga harus mengerjakan tugas di kantor organisasi. Cerita ibunya yang bekerja di Jakarta jadi baby sister, dan bapaknya yang bekerja di pabrik macaroni.
Sampe-sampe cerita kalo ibunya gak akan pulang dari Jakarta. Sang ibu mau dan akan pulang kalau anaknya mau yang menikah. Ibunya asli bekasi, dan ada sudara dekat terminal senen.
_______
Mampir ke tempat Oka kerja
Setelah magrib, rasa lapar dating tiba-tiba. Kuambil dompet dan entahlah tempat makan apa yang akan kutuju, waktu itu tak ada rencana untuk makan di mana. Dengan sepeda yang biasa kubawa, kususuri jalan wahid hasyim, hingga tertuju warung yang menjual sop.
Sambil menunggu pesanan, waktu shalat isya sudah tiba, dengan terpaksa kutunda. Setelah menunggu sekian lama, maka pesanan baru dating. Dengan sedikit kesal kusantap hidangan tersebut dengan lahapnya.
Selesai makan, bingung mau kemana. Langsung kembali ke asrama atau jalan-jalan dulu menikmati suasana malam. Akhirnya karena bingung, kuputuskan untuk memarkirkan sepeda fixi biru di depan ambarukmo plaza. Setelah beberapa menit duduk di sana tanpa tujuan dan sesekali mengaktifkan wifi ku putuskan untuk menemui kembaran Oke.
Berbekal informasi dari Oke, ku beranikan diri untuk bertanya ke penjaga keamanan yang sedang bertugas di sana. Tak sulit mendapatkan lokasi yang kucari. Berkat arahan dari petugas, aku tiba ditempat yang dicari, sayangnya yang tidak jeli dengan pengamatan sekitar. Padahal saya sempat duduk dan membelakangi tempat tersebut. Sehingga karena sedikit tergesa-gesa dan buru-buru, tempat tersebut tidak ketemu.
Setelah diputeri kedua kalinya dan nanya ke karyawan bakso lapangan tembak, dengan entengnya sang pelayan tersebut menunjukan tempat yang saya tuju, tepat berada di samping bakso tenis. “Itu lho mas pijat refleksi kimora.” Ucap karyawan bakso tenis senayan sambil menunjukan dengan tangan.
Kutuemui resepseionis dan kusampakan maksud dan tujuanku. Meski dengan sedikit tidak enak karena takut mengganggu, dan dari resepsionis meykinkan jika kedatanganku tidak mengganggu, maka dipanggilkanlah Oka.
Begitu dipanggil dan membuka pintu, wajah oka memasang muka bingung sekaligus judesnya dipasang. Tapi setelah agak dekat dan Oka menyapa duluan “Mas Amir ya?” Sambil membuka percakapan, dalam pertemuan perdana kami. Setelah itu, barulah senyum itu muncul. Setelah ngobrol dan duduk di kursi depan nakamura (tempat Oka bekerja) kami ngobrol seperti tanpa skat. Seketika obrolan itu ngalor ngidul dan apapun dibahas.
Obrolanku yang tadinya mau sebentar dan beberapa menit saja, malah kebablasan hingga bermenit-menit lamanya. Obrolan tak terasa sampe amplaz mau tutup, padahal kalau tidak salah, ketika aku masuk ke sana, waktu menunjukan sekitar pukul 19.45. dan biasanya ampaz tutup sekitar pukul 21.30an. bisa dihitung berapa lama kami ngobrol, tidak terasa memang.
Ketika kami ngobrol di sana, dan sepengamatanku juga, tangan oka tak bisa diam. Tangannya bergerak tak bisa diam. Bahkan, sambil ngomong pun jari telunjuknya diputer-puter di atas kuris duduk, entah sedang membuat tulisan apa? Tetapi yang jelas lebih mirip sedang menggambar benang kusut, heeeeee. Tak cukup di situ juga, bahkan sempat kutanya prihal jari kuku tangannya.
“Oka kuku jari tangannya agak gelap, akibat mijat atau gimana??..” Pertanyaan ini tidak muncul begitu saja, tapi aku menemkan hal yang sama di jari kuku tangan Oke. Kata Oke, ia juga dulu pernah bekerja di nakamura bareng dengan Oka sang kakak. Tapi jika aku amati, kuku jari Oke masih seperti jari Oka, meskipun Oke sudah pindah kerja dan tidak mijit lagi.
Obrolan kami kemana-mana dan tidak kaku, meskipun kami baru kenal dan ketemu. Apa yang disampaikan Oke benar, kalao Oka tidak memiliki tahi lalat di hidung, suaranya agak lembut, sedikit berbeda dengan Oke yang cempreng, lantang, dan keras suaranya.
Kata Oka, ia lebih dewasa ketimbang Oke. Jadinya cukup pantas untuk menjadi kakak. Bahkan kalau tidur, Oke harus dikloni terus sama sang kakak. Oke tida biasa tidur tanpa Oka, demikian pengankuan dari sang kakak terhadap adiknya. Keduanya masih suka bertengkar, padahal asalanya dari hal yang sepele. Tetapi pertengkaran mereka tidak sampai parah kok, paling sebentar juga baikan lagi.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah mampir di blog sederhana ini. Jangan lupa, biar cakep dan cantik silakan ninggalin satu atau dua patah kata. Apa pun komennya boleh, yang penting sopan dan tdk promosi.