Ramadan kali ini tentu sangat berbeda bagi saya. Ini juga mungkin yang disebut sebagai pendewasaan diri. Bahkan jika kita kembali ke sejarah nabi Muhammad SAW, beliau diangkat menjadi rasulullah pada usia 40 tahun. Kenapa demikian? Jawaban sederhananya ialah karena pada usia 40 tahun tingkat kematangan seorang manusia betul-betul melekat dalam dirinya.
Setelah menjalani beberapa ibadah pusa dari tahun ke tahun rasanya puasa itu sama saja. Malahan, seolah tidak ada bekas ataupun perubahan yang saya rasakan sama sekali. Berdasarkan renungan, dan muhasabah diri akhirnya saya bertekad ramadan kali ini harus betul-betul bermakna buat saya, hingga bertemu dengan ramadan tahun depan (saya optimistis).
Kesempatan kali ini tidak boleh disia-siakan. Sebab ramadan kali ini merupakan momen yang tepat untuk "back to" jalan yang lurus. Saya tidak tahu bahwa tahun yang akan datang akan Allah berikan kesempatan lagi untuk bertemu dengan yang mulia ini. Saya sadar bahwa perubahan seseorang itu tidak dengan cara yang instan, tetapi butuh proses bahkan hingga membutuhkan waktu bertahun-tahun.
Selain sebagai bulan pendewasaan diri, bulan ramadan kali ini bagi saya sebagai bulan pembelajaran. Saya sangat antusias menyaksikan kajian tafsir Al-Misbah yang dibawakan oleh Prof. Quraish Shihab. Dari pesan-pesan yang disampaikan oleh beliau saya seolah mendapatkan "amunisi" yang baru untuk lebih giat belajar lagi. Terutama belajar dengan kehidupan.
Banyak hal yang saya dapatkan pada ramadan kali ini. Ruh spiritual maupun jiwa sosial saya seolah terpanggil, keduanya seolah hidup. Terasa seperti dua bluetooth handphone yang sedang mengirimkan file dari satu handphone ke handphone yang lainnya.
Saya teringat dengan isi ceramah salah satu ustadz dalam satu kajian. Ustadz tersebut menyampaikan bahwa proses dari "âmanû" menuju ke "mu’minûn" itu butuh proses. Saat ini kita masih mengalami metamorfosa dari yang namanya âmanû (orang yang beriman) menuju kepada mu’minûn (orang yang sudah betul-betul beriman). Proses inilah yang harus kita sadari, sehingga sebisa mungkin proses ini dijaga dari sebab-sebab kerusakannya.
Oleh karenanya, ramadan merupakan bulan yang sangat tepat untuk melakukan "metamorfosis" diri agar menjadi lebih baik lagi. Saya baru menyadari bahwa kenapa pada saat ramadhan setiap muslim dianjurkan untuk berbuat baik, menahan amarah, manahan nafsu dan keburukan-keburukan yang lainnya, yang dikatakan dapat merusak pahala puasa.
Tujuannya hanya satu, yaitu sebagai pembiasaan diri dalam menjadi pribadi yang baik. Dengan kebiasaan-kebiasaan itulah secara otomatis akan menyatu dalam diri dan akhirnya menjadi sebuah sikap bahkan lebih dalam lagi bisa menjadi sebuah sifat. Sehingga sangat disayangkan jika taka da perubahan sedkit pun yang didapatkan dari bulan yang mulia ini. Allahu’alam.
____________
* Tulsian ini pernah dipos kan oleh okezone.com
--------------------
Setelah menjalani beberapa ibadah pusa dari tahun ke tahun rasanya puasa itu sama saja. Malahan, seolah tidak ada bekas ataupun perubahan yang saya rasakan sama sekali. Berdasarkan renungan, dan muhasabah diri akhirnya saya bertekad ramadan kali ini harus betul-betul bermakna buat saya, hingga bertemu dengan ramadan tahun depan (saya optimistis).
Kesempatan kali ini tidak boleh disia-siakan. Sebab ramadan kali ini merupakan momen yang tepat untuk "back to" jalan yang lurus. Saya tidak tahu bahwa tahun yang akan datang akan Allah berikan kesempatan lagi untuk bertemu dengan yang mulia ini. Saya sadar bahwa perubahan seseorang itu tidak dengan cara yang instan, tetapi butuh proses bahkan hingga membutuhkan waktu bertahun-tahun.
Selain sebagai bulan pendewasaan diri, bulan ramadan kali ini bagi saya sebagai bulan pembelajaran. Saya sangat antusias menyaksikan kajian tafsir Al-Misbah yang dibawakan oleh Prof. Quraish Shihab. Dari pesan-pesan yang disampaikan oleh beliau saya seolah mendapatkan "amunisi" yang baru untuk lebih giat belajar lagi. Terutama belajar dengan kehidupan.
Banyak hal yang saya dapatkan pada ramadan kali ini. Ruh spiritual maupun jiwa sosial saya seolah terpanggil, keduanya seolah hidup. Terasa seperti dua bluetooth handphone yang sedang mengirimkan file dari satu handphone ke handphone yang lainnya.
Saya teringat dengan isi ceramah salah satu ustadz dalam satu kajian. Ustadz tersebut menyampaikan bahwa proses dari "âmanû" menuju ke "mu’minûn" itu butuh proses. Saat ini kita masih mengalami metamorfosa dari yang namanya âmanû (orang yang beriman) menuju kepada mu’minûn (orang yang sudah betul-betul beriman). Proses inilah yang harus kita sadari, sehingga sebisa mungkin proses ini dijaga dari sebab-sebab kerusakannya.
Oleh karenanya, ramadan merupakan bulan yang sangat tepat untuk melakukan "metamorfosis" diri agar menjadi lebih baik lagi. Saya baru menyadari bahwa kenapa pada saat ramadhan setiap muslim dianjurkan untuk berbuat baik, menahan amarah, manahan nafsu dan keburukan-keburukan yang lainnya, yang dikatakan dapat merusak pahala puasa.
Tujuannya hanya satu, yaitu sebagai pembiasaan diri dalam menjadi pribadi yang baik. Dengan kebiasaan-kebiasaan itulah secara otomatis akan menyatu dalam diri dan akhirnya menjadi sebuah sikap bahkan lebih dalam lagi bisa menjadi sebuah sifat. Sehingga sangat disayangkan jika taka da perubahan sedkit pun yang didapatkan dari bulan yang mulia ini. Allahu’alam.
____________
* Tulsian ini pernah dipos kan oleh okezone.com
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah mampir di blog sederhana ini. Jangan lupa, biar cakep dan cantik silakan ninggalin satu atau dua patah kata. Apa pun komennya boleh, yang penting sopan dan tdk promosi.