Sudah tiga hari jogja selalu mendung dan hujan di pagi hari. Tapi, meski demikian, hari ini sangat istimewa, karena bertepatan dengan tanggal 22 Desember yang diperingati sebagai hari ibu. Sebetulnya sudah jauh-jauh hari ingin mempersiapkan tulisan untuk hari ibu, tetapi belum ada inspirasi dan ide apa yang mau saya angkat. Akhirnya pas hari H malah bingung apa yang mau ditulis. Akhirnya biarlah kata-kata ini yang merangkai sendiri kemana arahnya.
Karena ini hari Ibu, maka topiknya tentang ibu. Oh ya, sebelumnya saya mau mengucapkan terima kasih yang sangat banyak buat seseorang yang dulu sudah ngasih puisi (alih-alih buat ikut lomba) tentang ibu, dan sampe sekarang puisi itu masih tetap saya simpan. Semoga kamu menjadi ibu yang hebat dan luar biasa bagi anak-anak kelak, sebagaimana harapan kamu yang pernah diungkapkan dulu.
Ibu adalah sosok yang sangat luar biasa. Walaupun kadang kita sewaktu masih kecil menganggapnya sangat galak dan mengerikan. Tetapi ketika sudah besar, akhirnya kita bisa memahami bahwa semua itu sebuah tanda sayang dari seorang ibu. Ibu tidak ingin anaknya lemah dan terus bergantung hidupnya kepada orang lain. Itulah kenapa ibu selalu mengajarkan sebuah kemandirian.
Ketika awal masuk Sekolah Dasar (SD) saya tidak pernah diberikan uang jajan, mungkin karena memang tidak punya. Kebiasaan inilah yang menjadikan saya tetap sekolah meski tidak jajan di sekolah. Bahkan, kalau nasi belum matang pun sekolah tetap jalan. Setelah pulang sekolah barulah makan, meski dengan lauk sisa dan seadanya.
Menginjak kelas tiga, saya sudah diajarkan arti sebuah kemandirian. Pakaian yang kami pakai, harus dicuci sendiri (kecuali pakaian seragam sekolah). Jadi kalau tidak mencuci sendiri cucian numpuk dan tidak punya baju yang lain untuk dipakai. Kebiasaan ini sudah diajarkan ibu kami, dan seluruh anak-anaknya jadi punya tanggungjawab sendiri-sendiri.
Belum lagi saya juga harus menggembala kambing yang kami pelihara di belakang rumah. Kami baru bisa pulang setelah kambing-kambing itu kenyang. Kira-kira pukul 16.30 atau sampai 17.00 kami baru bisa pulang dan setelah itu mandi sore. Tak ada waktu untuk bermain dengan teman-teman yang lain, waktu bermain hanya dihabiskan di hutan bersama kambing-kambing gembalaan.
Saya sempat membandingkan kebiasaan ini dengan anak-anak yang lain, kok saya seperti ini dan itu. Orang lain dapat jajan dan selalu dikasih oleh orangtua ketika hendak berangkat sekolah, teman-teman bisa main setelah pulang sekolah, sedangkan saya harus menggembala kambing. Rasanya ada yang tidak adil dengan hidup ini. Tapi, saat ini saya tahu maksud dari kisah hidup ini.
Sebagaimana Firman-Nya : "Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?, dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu, yang memberatkan punggungmu?, dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama) mu, karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan." (QS. Ash-Sharĥ [94] : 1-6)
Tempaan-tempaan ini memang berat, tetapi dibalik itu semua ada sesuatu yang sudah Ibu “siapkan” bagi mereka yang mau menjalaninya. Pengalaman pahit, susah dan kerja keras memang sangat dibutuhkan, supaya tetap menjadi manusia yang rendah hati dan tidak menjadi “kacang lupa kulitnya”. Inilah didikan ibu yang awalnya memang keras dan terkesan kejam.
Dua kata buat ibu yang saat ini berada di rumah, hebat dan tangguh. Di sisa hidup ini sebagai anak yang baik, saya hanya ingin mengabdikan diri buat ibu dan membahagiakan ibu. Semoga harapan ini tercapai dan diberikan kemudahan oleh Allah swt. Selamat hari ibu…[]
--------------------
Karena ini hari Ibu, maka topiknya tentang ibu. Oh ya, sebelumnya saya mau mengucapkan terima kasih yang sangat banyak buat seseorang yang dulu sudah ngasih puisi (alih-alih buat ikut lomba) tentang ibu, dan sampe sekarang puisi itu masih tetap saya simpan. Semoga kamu menjadi ibu yang hebat dan luar biasa bagi anak-anak kelak, sebagaimana harapan kamu yang pernah diungkapkan dulu.
Ibu adalah sosok yang sangat luar biasa. Walaupun kadang kita sewaktu masih kecil menganggapnya sangat galak dan mengerikan. Tetapi ketika sudah besar, akhirnya kita bisa memahami bahwa semua itu sebuah tanda sayang dari seorang ibu. Ibu tidak ingin anaknya lemah dan terus bergantung hidupnya kepada orang lain. Itulah kenapa ibu selalu mengajarkan sebuah kemandirian.
Ketika awal masuk Sekolah Dasar (SD) saya tidak pernah diberikan uang jajan, mungkin karena memang tidak punya. Kebiasaan inilah yang menjadikan saya tetap sekolah meski tidak jajan di sekolah. Bahkan, kalau nasi belum matang pun sekolah tetap jalan. Setelah pulang sekolah barulah makan, meski dengan lauk sisa dan seadanya.
Menginjak kelas tiga, saya sudah diajarkan arti sebuah kemandirian. Pakaian yang kami pakai, harus dicuci sendiri (kecuali pakaian seragam sekolah). Jadi kalau tidak mencuci sendiri cucian numpuk dan tidak punya baju yang lain untuk dipakai. Kebiasaan ini sudah diajarkan ibu kami, dan seluruh anak-anaknya jadi punya tanggungjawab sendiri-sendiri.
Belum lagi saya juga harus menggembala kambing yang kami pelihara di belakang rumah. Kami baru bisa pulang setelah kambing-kambing itu kenyang. Kira-kira pukul 16.30 atau sampai 17.00 kami baru bisa pulang dan setelah itu mandi sore. Tak ada waktu untuk bermain dengan teman-teman yang lain, waktu bermain hanya dihabiskan di hutan bersama kambing-kambing gembalaan.
Saya sempat membandingkan kebiasaan ini dengan anak-anak yang lain, kok saya seperti ini dan itu. Orang lain dapat jajan dan selalu dikasih oleh orangtua ketika hendak berangkat sekolah, teman-teman bisa main setelah pulang sekolah, sedangkan saya harus menggembala kambing. Rasanya ada yang tidak adil dengan hidup ini. Tapi, saat ini saya tahu maksud dari kisah hidup ini.
Sebagaimana Firman-Nya : "Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?, dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu, yang memberatkan punggungmu?, dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama) mu, karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan." (QS. Ash-Sharĥ [94] : 1-6)
Tempaan-tempaan ini memang berat, tetapi dibalik itu semua ada sesuatu yang sudah Ibu “siapkan” bagi mereka yang mau menjalaninya. Pengalaman pahit, susah dan kerja keras memang sangat dibutuhkan, supaya tetap menjadi manusia yang rendah hati dan tidak menjadi “kacang lupa kulitnya”. Inilah didikan ibu yang awalnya memang keras dan terkesan kejam.
Dua kata buat ibu yang saat ini berada di rumah, hebat dan tangguh. Di sisa hidup ini sebagai anak yang baik, saya hanya ingin mengabdikan diri buat ibu dan membahagiakan ibu. Semoga harapan ini tercapai dan diberikan kemudahan oleh Allah swt. Selamat hari ibu…[]
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah mampir di blog sederhana ini. Jangan lupa, biar cakep dan cantik silakan ninggalin satu atau dua patah kata. Apa pun komennya boleh, yang penting sopan dan tdk promosi.