Saya berangkat dari Jogja sekitar pukul 15.30, dan tiba di Stasiun Senen – Jakarta sekitar pukul 01.13 dini hari. Dari Stasiun Senen tujuan yang selanjutnya adalah Stasiun Kota. Karena setahu saya kereta dari Stasiun Kota ada yang langsung ke Stasiun Rangkasbitung (sebelum ada perubahan). Untuk itu saya rela menunggu hingga pukul 03.00 pagi, supaya bisa ke stasiun kota.
Setiba disana, saya tanya ke petugas. Ternyata kata petugas nya, kereta yang ke Stasiun Rangkas sudah tidak ada. “ begini saja, Mas transit dulu ke stasiun Kp. Bandan, nah setelah itu terus naik lagi yang ke St. Tanah Abang. ..” kata petugasnya. Saya tanya lagi, ke tanah abang naik dijalur mana? “Kalau mau ke tanah abang, nanti Mas naik kerta bolak balik yang di jalur sepuluh. nanti untuk berangkatnya sekitar pukul 05.30....”
Saya tanya lagi, untuk loker tiketnya dimana Pak? “Tiketnya belum buka, Mas.. gak apa-apa Masnya naik aja, masih pagi soalnya...” Petugas itu sambil meninggalkan saya. Saya pun terpaksa menunggu di stasiun kota hingga pukul 05.30 pagi...
Saya ikuti betul apa yang disampaikan petugas tadi. Eh, setibanya di Stasiun Tanah Abang ada dua petugas yang pagi-pagi sudah “mencari duit haram” gara-garanya saya tidak beli tiket dari stasiun Kp. Bandan makanya saya dijadikan sasaran empuk di pagi buta waktu itu.
Waktu itu, ketika diintrogasi, saya diajak ke tempat sepi (dibalik papan pengumuman yang terlihat dari luar hanya kaki saja) Karena saya sudah tahu ide busuknya mereka, saya pun menolak. Saya tahu nanti saya disuruh membayar denda, tetapi uangnya nanti akan masuk ke kantong mereka sendiri.
Karena ide mereka tidak berhasil, mereka pun marah. Barang saya sudah dibawa dan dipegang oleh mereka… Mereka tetap bersikukuh mau menggiring saya ke tempat sepi. Sekeras dan sebisanya, saya pun menolaknya. Saya tetap berdiri di tempat semula, saya bilang ke mereka sudah disini saja, kalau mau ditindak. Mereka tetap tidak mau. Akhirnya saya menantang mereka untuk ke kantor saja… Dengan kecewa mereka pun membawa saya ke kantor.
Tadinya saya mau melaporkan tindakan mereka ke kepala Stasiun Tanah Abang. Tapi karena saya juga buru-buru, saya bilang ke mereka. “Pak, saya sudah siap didenda berapapun besarnya denda itu... tetapi saya tidak terima dengan perlakuan bapak tadi… Saya sudah paham, tahu dan ngerti apa yang akan bapak lakukan ke saya tadi di luar. Saya diajak ke tempat yang sepi tadi, saya sudah tahu maksudnya makanya saya berontak.
Sebetulnya saya bisa saja melaorkan tindakan bapak tadi ke atasan bapak langsung. Saya sudah siap didenda kok... kalau bapak bagaimana? sudah siap saya laporkan ke atasan bapak??? Kalau gak siap kita selesaikan secara kekeluargaan saja… bapak enak, saya juga enak….
Beberapa menit kemudian (setelah mikir2 dulu kayaknya)… “Sudah kamu beli tiket saja dari stasiun yang tadi kamu lewatin…” kata bapak petugas tadi…
“Ini petugas.. pagi-pagi sudah cari duit haram… dasar negara Indonesia.... Indonesia....” celetuk saya dalam hati sambil ngeloyor.
Setiba disana, saya tanya ke petugas. Ternyata kata petugas nya, kereta yang ke Stasiun Rangkas sudah tidak ada. “ begini saja, Mas transit dulu ke stasiun Kp. Bandan, nah setelah itu terus naik lagi yang ke St. Tanah Abang. ..” kata petugasnya. Saya tanya lagi, ke tanah abang naik dijalur mana? “Kalau mau ke tanah abang, nanti Mas naik kerta bolak balik yang di jalur sepuluh. nanti untuk berangkatnya sekitar pukul 05.30....”
Saya tanya lagi, untuk loker tiketnya dimana Pak? “Tiketnya belum buka, Mas.. gak apa-apa Masnya naik aja, masih pagi soalnya...” Petugas itu sambil meninggalkan saya. Saya pun terpaksa menunggu di stasiun kota hingga pukul 05.30 pagi...
Saya ikuti betul apa yang disampaikan petugas tadi. Eh, setibanya di Stasiun Tanah Abang ada dua petugas yang pagi-pagi sudah “mencari duit haram” gara-garanya saya tidak beli tiket dari stasiun Kp. Bandan makanya saya dijadikan sasaran empuk di pagi buta waktu itu.
Waktu itu, ketika diintrogasi, saya diajak ke tempat sepi (dibalik papan pengumuman yang terlihat dari luar hanya kaki saja) Karena saya sudah tahu ide busuknya mereka, saya pun menolak. Saya tahu nanti saya disuruh membayar denda, tetapi uangnya nanti akan masuk ke kantong mereka sendiri.
Karena ide mereka tidak berhasil, mereka pun marah. Barang saya sudah dibawa dan dipegang oleh mereka… Mereka tetap bersikukuh mau menggiring saya ke tempat sepi. Sekeras dan sebisanya, saya pun menolaknya. Saya tetap berdiri di tempat semula, saya bilang ke mereka sudah disini saja, kalau mau ditindak. Mereka tetap tidak mau. Akhirnya saya menantang mereka untuk ke kantor saja… Dengan kecewa mereka pun membawa saya ke kantor.
Tadinya saya mau melaporkan tindakan mereka ke kepala Stasiun Tanah Abang. Tapi karena saya juga buru-buru, saya bilang ke mereka. “Pak, saya sudah siap didenda berapapun besarnya denda itu... tetapi saya tidak terima dengan perlakuan bapak tadi… Saya sudah paham, tahu dan ngerti apa yang akan bapak lakukan ke saya tadi di luar. Saya diajak ke tempat yang sepi tadi, saya sudah tahu maksudnya makanya saya berontak.
Sebetulnya saya bisa saja melaorkan tindakan bapak tadi ke atasan bapak langsung. Saya sudah siap didenda kok... kalau bapak bagaimana? sudah siap saya laporkan ke atasan bapak??? Kalau gak siap kita selesaikan secara kekeluargaan saja… bapak enak, saya juga enak….
Beberapa menit kemudian (setelah mikir2 dulu kayaknya)… “Sudah kamu beli tiket saja dari stasiun yang tadi kamu lewatin…” kata bapak petugas tadi…
“Ini petugas.. pagi-pagi sudah cari duit haram… dasar negara Indonesia.... Indonesia....” celetuk saya dalam hati sambil ngeloyor.